Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Membaca, Berproses, Menulis, dan Berbagi || Portal Pribadi: www.tafenpah.com www.pahtimor.com www.hitztafenpah.com www.sporttafenpah.com ||| Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kita Ini Krisis Eksistensi, Bukan Krisis Materi!

13 Februari 2021   11:45 Diperbarui: 19 Februari 2021   20:50 1604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran Buzzer dan Influencer dianggap sebagai ancaman yang sangat serius di era digital. Posisi roti bangsa yang dari dulu hanya milik kalangan tertentu, kini beralih dan siapapun yang menguasai bidang Teknologi pun bisa mencicipi sisa-sisa roti yang ada di dalam ruang publik.

Kita ini bukan krisis materi, tapi krisis eksistensi. Menarik ajaran dari Filsuf Eksistensialisme Albert Camus "Anda tidak akan pernah bahagia, jika anda terus mencari apa yang terkandung di dalam kebahagiaan. Anda tidak akan pernah hidup, jika terus mencari arti kehidupan." (Buku Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat) karya Mark Manson.

Kita sudah punya posisi dan puluhan tahun mencicipi kebahagian dari roti negara, tapi kenapa kita selalu terancam dengan kehadiran Buzzer dan Influencer? Aneh, tapi nyata!

Saya sangat bersyukur, bahwasan dengan kemajuan Teknologi yang makin pesat, siapapun bisa ikut mencicipi roti bersama. Asalkan tahu cara dan prosedurnya. Cara dan prosedurnya itu hanya melalui ilmu pengetahuan. Pengetahua di bidang apapun, terutama teknologi.

Ya, lebih tepatnya kreativitas di era digital. Ribuan anak muda hanya bermodalkan Handphone 2-3 Ram, ditambah kepercayaan diri mulai berkreativitas. Kreativitas mereka perlahan, tapi pasti dikenal oleh publik melalui media sosial.

Konten-konten mereka seputar Tik-Tok, animasi apapun disukai oleh banyak orang. Dari situ, penghasilanpun mulai ngalir melalui tayangan iklan di platform mereka. Tak jarang pula ada yang memiliki popularitas, bahkan melebihi siapa pun, terutama para kaum intelektual.

Lalu, muncullah kecemburuan sosial. Kecemburuan sosial menyebabkan kekacauan pikiran (Chaos). Pikiran membawa propaganda yang ditujukan kepada generasi muda yang mulai dikenal oleh kalangan umum. Akibatnya, banyak jalan menuju logical fallacy di ruang publik.

Ruang publik menyebabkan krisis eksistensi. Padahal materi yang sudah tertimbun puluhan tahun di rekening dan rumah kita, hanya melongo menatap tajam, sembari mencari cara untuk menusuk popularitas generasi muda yang telah mengambil alih panggung roti bangsa. Aiiiih makin sadis ini.

Itu derita loe, kata ABG kota metropolitan Jakarta. Apakah peralihan Buzzer dan Influencer dalam mengambil alih panggung ruang publik salah? Tentunya tidak salah. Karena hidup di zaman era digital yang tak bisa tebak Algorimanya, kita hanya butuh kreativitas.

Selain kreativitas, ada mental "Survival" kemampuan untuk beradaptasi dalam perkembangan zaman. Ya, bila tak mau mengikuti perkembangan zaman, kita pun mempersiapakn batu nisan kita. Senada melawan hukum alam adalah jalan menuju batu nisan, kata mama-mama di kampung halaman saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun