Mohon tunggu...
Fransis No Awe
Fransis No Awe Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Peminat Kajian Budaya, Politik, Sastra dan Film

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Gadis Pemilik Senja

6 Mei 2017   17:16 Diperbarui: 6 Mei 2017   19:17 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pada batu kubur leluhur ia merenda waktu. Berselonjor di bawah awan yang ranum. Senja memeluknya dalam balutan jingga. Kakinya yang kecil di kibas-kibas. Ia menanti senja yang melindap sabana-sabana sunyi. Memotret senja dengan bola mata saganya. Sesekali bersenda gurau bersama semilir angin dari celah-celah karang pulau.

Gadis pemilik senja jadi saksi musim berganti musim, dari rinai musim basah hingga gersang kemarau. Dari daun-daun luruh hingga tunas bermekaran di punggung bukit-bukit cadas. Binar mata senjanya jadi saksi romantika di musim-musim cinta. Lebah memadu sari bunga. Kupu-kupu menghisap kembang hutan. Tunas muda meminang dahan-dahan layu. Burung bangau berkubang di tepian danau. Cemara bercengkrama dengan perkutut. Awan melahirkan gerimis. Juga lengking birahi Sandelwood memadu kasih di sela-sela kemuning ilalang.

Gadis pemilik senja berdiam di pelataran pusara. Senja membalut kesendiriannya, sembari merenung bahwa hidup dan mati hanya setipis daun ilalang. Seperti senja yang tenggelam di balik bukit-bukit cadas, secepat satu kedipan mata. Sama halnya cinta, seperti awan yang ranum dilangit jingga lalu jatuh derai dalam gerimis-gerimis senja. Tak ada yang abadi, yang kekal hanyalah Ilahi dan puisi.

Senja kian temaram. Hati pemilik senja kian gelisah. Dalam sunyi senja ia bersajak rindu. Rindu tentang jiwa yang gelisah, lantaran cinta telah patah oleh gemuruh sepoi senja.

Jangalah kau tenggelam dalam gelisah wahai pemilik senja. Sendengkanlah telingamu, dengarlah puisiku....Jangan kau gantung asmara di ranting yang retak, jika masih ada tangan yang siap menggenggam. Jangan kau tabur cinta di tanah ilalang, jika masih ada hati yang siap menadah. Jangan kau semayam rindu di kendi yang lapuk, jika masih ada pundak yang siap merangkul. Jangan pula kau bersujud memohon Tuhanmu, jika matamu masih tertutup oleh masa lalumu. Dan janganlah kau biarkan ceruk jiwamu tergores oleh duri cemburu atau bara cintamu padam oleh air matamu. Bergegaslah, usap tangismu. Kemas puisimu. Sarungkan tenunmu. Pulanglah, hari telah senja. Mari kita bersajak di bale-bale huma.

Disaat senja, Jogya,06 Mei 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun