Mohon tunggu...
Fr. Fransesco Agnes Ranubaya
Fr. Fransesco Agnes Ranubaya Mohon Tunggu... Calon Imam Diosesan Keuskupan Ketapang Kalbar

Penulis Majalah DUTA Pontianak, Ordo Fransiskan Sekuler (OFS) Regio Kalimantan, Calon Imam Diosesan Keuskupan Ketapang Kalbar, Alumni UWD Fak. Sistem Informasi (S1), dan Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang Prodi. Filsafat Keilahian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Formasi Calon Imam Penuh Kasih

6 Juni 2025   07:40 Diperbarui: 6 Juni 2025   07:40 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan ini sangat penting. Kristus adalah teladan utama. Maka, proses formasi tidak boleh menjauh dari cara Kristus sendiri: membentuk, bukan mengganti; mendampingi, bukan menyeleksi; menumbuhkan, bukan menilai semata.

Lebih lanjut, OT 11 menegaskan pentingnya "pendekatan pribadi" dalam formasi, yaitu kehadiran formator yang sungguh-sungguh menyatu dan mengenal para formandi secara dekat, bukan hanya administratif. Ini menjadi kritik bagi model formasi yang terlalu mengandalkan sistem pelaporan dan asesmen teknis tanpa menyentuh dinamika batin formandi.

Eliminasi atau Kebebasan?

Yesus tidak pernah mengeliminasi para murid-Nya. Bahkan ketika banyak murid meninggalkan Dia setelah ajaran tentang Ekaristi (Yohanes 6), Ia tidak memarahi atau menghukum. Ia justru memberi ruang kebebasan:

"Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yohanes 6:67)

Ini adalah ujian iman yang paling hakiki. Formasi pun sejatinya mengajak formandi untuk merespons dengan kebebasan penuh. Maka ketika ada formandi yang jatuh, lemah, atau bergumul dengan masalah pribadi, bukan berarti dia harus segera dipulangkan. Bisa jadi ia sedang ada di momen pertumbuhan yang paling kritis---dan justru paling membutuhkan kehadiran formator yang penuh belas kasih.

Psikologi sebagai Sahabat, Bukan Hakim

Banyak lembaga formasi mengandalkan psikotes sebagai indikator utama seleksi atau kelayakan formandi. Padahal dalam OT 11 dan 12, psikologi justru ditempatkan sebagai alat bantu pastoral, bukan alat eliminasi. Pengetahuan psikologis membantu memahami keunikan pribadi, luka batin, serta kekuatan formandi yang bisa dikembangkan, bukan kelemahannya untuk disingkirkan.

Jika seseorang mengalami kecemasan, trauma masa lalu, atau kesulitan dalam relasi---itulah alasan formasi dibentuk: untuk menyembuhkan, bukan menolak. Bukankah Yesus sendiri berkata:

"Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit." (Markus 2:17)

Maka, ketika seorang formandi tampak "tidak stabil", pendekatan pastoral dan relasional harus mendahului keputusan administratif. Kita tidak pernah tahu luka seperti apa yang sedang ia tanggung. Namun kasih---jika diberikan secara tulus---punya kekuatan untuk memulihkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun