Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Kita Rela Scroll Berjam-jam Sampai Waktu Hilang Begitu Saja

24 Agustus 2025   15:24 Diperbarui: 24 Agustus 2025   15:24 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi screen time. (PEXELS/RODNAE PRODUCTION)

Budaya Sibuk yang Membentuk Pelarian Baru

Scrolling berjam-jam tidak bisa dilepaskan dari pola hidup modern yang serba sibuk. Ketika tubuh lelah dan pikiran penat, ponsel menjadi pelarian instan. Tidak butuh tenaga, tidak perlu komitmen besar, hanya butuh gerakan jari untuk merasa sedikit terhibur. Inilah alasan mengapa scrolling sering muncul sebagai ritual sebelum tidur, saat menunggu, atau ketika bosan di tengah aktivitas.

Namun ada lapisan lain yang jarang disorot. Kegiatan ini bukan sekadar hiburan ringan, melainkan cermin dari cara kita menghadapi tekanan sosial. Dalam budaya yang terus mendorong produktivitas dan kecepatan, scrolling hadir sebagai ruang untuk berhenti sejenak. Masalahnya, jeda itu sering kali tidak memberi kesegaran, melainkan hanya menunda rasa lelah yang semakin menumpuk.

Di sinilah muncul paradoks. Kita mencari ketenangan lewat layar, tetapi justru kehilangan energi karena waktu tidur berkurang dan otak terus dipenuhi informasi acak. Lebih jauh lagi, budaya ini membentuk generasi yang terbiasa menghindari kesunyian. Rasa sepi yang dulu bisa dimaknai sebagai ruang refleksi, kini diisi dengan guliran konten tanpa henti.

Waktu yang Hilang dan Ilusi Produktivitas

Salah satu alasan kenapa scrolling begitu sulit dihentikan adalah karena kita jarang benar-benar merasakan kerugiannya. Tidak ada alarm yang berbunyi ketika satu jam terlewat. Tidak ada tanda bahaya ketika kita melewatkan momen penting di dunia nyata. Semua berjalan diam-diam.

Namun jika diamati lebih dalam, kerugian itu nyata. Waktu tidur berkurang, konsentrasi menurun, bahkan kualitas interaksi dengan orang sekitar jadi dangkal. Lebih dari itu, muncul ilusi produktivitas. Kita merasa sedang "mengikuti informasi terkini" atau "menambah wawasan", padahal sebagian besar konten yang kita konsumsi hanyalah fragmen singkat tanpa kedalaman. Informasi cepat tidak selalu berarti pengetahuan.

Kebiasaan ini juga membuat kita kehilangan kemampuan untuk fokus dalam jangka panjang. Ketika otak terbiasa menerima potongan informasi singkat, ia jadi sulit bertahan membaca teks panjang atau memikirkan sesuatu secara mendalam. Inilah harga mahal yang sering tidak disadari: waktu yang hilang bukan hanya jam di kalender, tetapi juga kapasitas kognitif yang perlahan terkikis.

Menemukan Kembali Kendali atas Waktu

Pertanyaan yang paling tajam bukanlah bagaimana teknologi membuat kita ketagihan, melainkan apakah kita masih bisa menemukan cara untuk mengendalikan diri. Kabar baiknya, jawabannya adalah ya, meskipun tidak mudah.

Langkah awal adalah menyadari bahwa scrolling bukan sekadar aktivitas kecil, melainkan pola hidup yang memengaruhi banyak aspek. Kesadaran ini penting agar kita berhenti menganggapnya sepele. Setelah itu, perlu ada niat untuk menciptakan batas. Misalnya dengan menonaktifkan notifikasi tertentu, menetapkan waktu offline, atau mengganti kebiasaan scrolling dengan aktivitas sederhana seperti membaca buku, berjalan sebentar, atau berbicara dengan orang terdekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun