Kalau ditarik lebih jauh, smartphone bukan lagi sekadar teknologi, melainkan ekosistem yang membentuk budaya baru. Ia mengatur bagaimana kita berhubungan dengan orang lain, bagaimana kita bekerja, hingga bagaimana kita menilai diri sendiri. Inilah alasan mengapa smartphone terasa lebih rumit daripada sekadar alat komunikasi.
Mudah atau Ribet? Semua Tergantung Kendali
Pertanyaan besar tentang apakah smartphone membuat hidup lebih mudah atau lebih ribet sebenarnya tidak bisa dijawab secara sederhana. Jawaban itu tergantung pada siapa yang memegang kendali.
Jika kamu bisa menempatkan smartphone sebagai alat bantu, hidup akan terasa lebih ringan. Kamu bisa menggunakan aplikasinya untuk hal-hal yang benar-benar penting, menjaga interaksi secukupnya, dan tahu kapan harus berhenti. Smartphone akan benar-benar menjadi sahabat yang mempermudah hidup.
Namun jika kendali lepas, smartphone justru akan mendikte ritme hidupmu. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, semua gerak langkah ditentukan oleh notifikasi, aplikasi, dan kebiasaan menatap layar. Hidup yang mestinya sederhana jadi penuh distraksi. Kamu merasa sibuk, padahal banyak hal yang kamu lakukan hanyalah reaksi spontan terhadap layar.
Kuncinya ada pada cara kita memaknai smartphone. Jika kita melihatnya sebagai pusat hidup, maka ia akan menjadi sumber keribetan. Tapi jika kita menempatkannya di posisi yang tepat, smartphone benar-benar bisa menjadi alat yang membuat hidup lebih mudah. Pada akhirnya, keputusan itu ada di tanganmu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI