Warisan sejarah itu membentuk budaya politik kita hingga hari ini. Demo bukan sekadar protes, tetapi dianggap bagian dari tradisi perjuangan. Generasi muda tumbuh dengan cerita-cerita heroik tentang mahasiswa yang berani turun ke jalan melawan ketidakadilan. Hal ini menanamkan keyakinan bahwa demo adalah hak rakyat sekaligus alat perjuangan yang sah.
Bahkan, di luar momen besar, demo juga menjadi ekspresi budaya politik sehari-hari. Mahasiswa turun ke jalan setiap kali ada isu pendidikan yang dianggap tidak adil. Buruh rutin menggelar aksi pada Hari Buruh Internasional. Masyarakat adat memperjuangkan tanah mereka lewat demonstrasi. Semua ini memperlihatkan bahwa demo sudah melekat sebagai bagian dari bahasa politik kita.
Sejarah memberi legitimasi. Setiap kali rakyat turun ke jalan, ada semacam resonansi dengan masa lalu. Seolah-olah aksi hari ini adalah kelanjutan dari perjuangan generasi sebelumnya. Karena itu, demo selalu membawa nuansa moral yang kuat, seakan menjadi panggung untuk membuktikan bahwa rakyat tidak pernah kehilangan keberaniannya.
Rasa Kebersamaan yang Menguatkan
Demo bukan hanya soal pesan yang disampaikan, tapi juga soal rasa yang dialami. Ada energi unik yang muncul ketika ribuan orang berkumpul dengan tujuan sama. Orang yang biasanya merasa kecil dan tak berdaya tiba-tiba merasakan kekuatan besar ketika berdiri di tengah lautan massa.
Psikologi kebersamaan ini menjadi alasan kenapa demo begitu diminati. Ia memberi ruang bagi orang untuk merasa tidak sendirian dalam keresahannya. Rasa marah, kecewa, atau cemas menjadi lebih ringan ketika dibagi bersama orang lain. Dari situlah muncul semangat solidaritas.
Lebih jauh, demo juga memberi identitas sosial. Ketika seseorang ikut aksi buruh, ia merasa menjadi bagian dari perjuangan kelas pekerja. Ketika mahasiswa turun ke jalan, ada rasa bangga menjadi penerus tradisi intelektual yang kritis. Identitas ini memberi makna emosional yang jauh lebih besar daripada sekadar berdiri memegang poster.
Kebersamaan ini pula yang membuat demo sering terasa seperti perayaan. Meski ada kemarahan di dalamnya, ada juga rasa gembira karena bertemu orang-orang dengan semangat sama. Lagu-lagu perjuangan dinyanyikan, orasi bergema, dan suasana menjadi ajang membangun solidaritas. Bagi banyak orang, pengalaman ikut demo menjadi memori yang melekat seumur hidup.
Demo sebagai Panggung Politik
Selain menjadi ekspresi rakyat, demo juga sering dimanfaatkan sebagai panggung politik. Tidak bisa dipungkiri, ada kelompok tertentu yang mengorganisasi demo dengan tujuan strategis. Aksi massa bisa digunakan untuk menekan pemerintah, membangun citra, atau menggalang dukungan.
Dalam demokrasi, hal ini wajar. Politik adalah soal perebutan ruang dan pengaruh, dan demo adalah salah satu instrumen yang paling terlihat publik. Bahkan, banyak politisi yang kariernya menanjak karena pernah menjadi wajah dari gerakan jalanan.