Dukungan Lingkungan yang Menentukan
Meski pekerjaan ibu rumah tangga penuh tantangan, bukan berarti semua akan berakhir pada burnout. Banyak perempuan justru menemukan makna dan kepuasan batin dalam menjalani peran ini. Bedanya terletak pada ekosistem dukungan yang mereka miliki.
Ibu rumah tangga yang mendapat apresiasi dari pasangan, anak, dan lingkungan sekitar cenderung lebih kuat menghadapi tekanan. Rasa dihargai membuat mereka melihat rutinitas bukan sebagai beban, melainkan wujud cinta dan kontribusi penting bagi keluarga. Dukungan sederhana seperti ucapan terima kasih, berbagi tugas rumah tangga, atau memberi kesempatan ibu untuk memiliki waktu pribadi bisa memberikan dampak besar.
Penting juga dipahami bahwa burnout bukanlah sesuatu yang bisa dihindari hanya dengan motivasi diri. Burnout lahir ketika ada ketidakseimbangan antara energi yang dikeluarkan dan energi yang kembali. Dukungan emosional, kesempatan mengembangkan diri, hingga ruang untuk beristirahat adalah faktor penting yang sering terlupakan.
Burnout Bisa Menimpa Siapa Saja
Membicarakan burnout dalam konteks ibu rumah tangga bukan berarti profesi lain terbebas darinya. Burnout sejatinya bisa menimpa siapa saja, baik pekerja kantoran, wirausaha, mahasiswa, bahkan remaja. Kuncinya ada pada ketidakseimbangan beban dengan kapasitas diri.
Namun, menarik untuk diperhatikan bahwa burnout pada ibu rumah tangga memiliki wajah yang berbeda. Jika pekerja kantoran umumnya terbebani target pekerjaan, ibu rumah tangga terbebani oleh rutinitas berulang yang seolah tidak ada akhirnya. Jika karyawan sering mendapat kompensasi berupa gaji atau promosi, ibu rumah tangga hanya berhadapan dengan tanggung jawab baru yang terus bertambah. Perbedaan inilah yang membuat burnout pada ibu rumah tangga sering kali lebih sunyi dan tidak terlihat, meskipun dampaknya sama serius.
Kesadaran bahwa burnout bisa menimpa siapa saja seharusnya menjadi dasar untuk menghapus stigma terhadap ibu rumah tangga. Mereka bukan perempuan yang sekadar tinggal di rumah, melainkan individu yang menanggung beban pekerjaan tidak kalah berat dari profesi mana pun. Menyadari realitas ini penting agar masyarakat bisa membangun empati dan memberi dukungan yang layak.
Saatnya Mengubah Cara Pandang
Pertanyaan apakah ibu rumah tangga lebih rentan mengalami burnout sebetulnya tidak perlu dijawab dengan perbandingan hitam putih. Jawaban yang lebih tepat adalah tergantung kondisi, dukungan, dan ruang gerak yang dimiliki. Ada ibu rumah tangga yang bahagia menjalani perannya tanpa merasa tertekan, ada pula yang merasa hidupnya terjebak dalam lingkaran lelah tiada akhir.
Namun, ada hal yang lebih penting dari sekadar perbandingan, yaitu perubahan cara pandang masyarakat. Selama pekerjaan rumah tangga terus dianggap tidak bernilai, risiko burnout pada ibu rumah tangga akan selalu tinggi. Selama apresiasi dan dukungan masih minim, perasaan lelah akan lebih mudah berubah menjadi kehampaan.