Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Transportasi Umum Solusi Kota Bebas Macet dan Ramah Lingkungan?

23 Juni 2025   05:50 Diperbarui: 23 Juni 2025   05:50 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Transpportasi umum.(KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY)

Ini menimbulkan kesan bahwa transportasi umum masih dijalankan sebagai proyek jangka pendek, bukan sebagai sistem mobilitas jangka panjang yang dibutuhkan warga. Padahal, jika serius dikembangkan, transportasi umum bisa mengurangi ketimpangan akses mobilitas dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara langsung.

Salah satu contoh ironi yang menarik terjadi di kota Bogor. Pemerintah kota sudah lama menggaungkan program angkot modern dan bus feeder. Tapi pada kenyataannya, angkot tradisional masih mendominasi, bahkan tak jarang saling berebut penumpang di jalan, menurunkan kualitas keselamatan dan kenyamanan perjalanan. Di sisi lain, masyarakat pun kembali memilih motor atau mobil pribadi karena menganggap transportasi publik tidak bisa diandalkan.

Mobilitas yang Adil dan Ramah Lingkungan Harus Jadi Tujuan Utama

Salah satu hal yang jarang dibahas secara mendalam adalah dampak langsung dari transportasi umum terhadap keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Transportasi publik yang baik bukan sekadar alternatif kendaraan pribadi, tetapi merupakan bentuk keadilan akses: siapa pun, dari kelas ekonomi mana pun, berhak untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara nyaman, aman, dan terjangkau.

Saat ini, kepemilikan kendaraan pribadi di Indonesia meningkat drastis. Menurut data Badan Pusat Statistik, lebih dari 17 juta kendaraan bermotor baru terdaftar hanya dalam satu tahun. Imbasnya, jalanan semakin sesak dan tingkat emisi karbon naik tajam. Transportasi menjadi penyumbang polusi terbesar setelah sektor industri dan energi.

Di tengah krisis iklim yang semakin nyata, ketergantungan pada kendaraan pribadi bukan hanya tidak bijak, tapi juga tidak berkelanjutan. Transportasi umum, jika dibenahi secara serius, bisa memangkas emisi karbon secara signifikan. Satu unit bus bisa menggantikan puluhan kendaraan pribadi di jalan. Di kota-kota seperti Seoul, Tokyo, hingga Singapura, keberhasilan transportasi umum bukan cuma pada teknologinya, tapi pada komitmen jangka panjang dan keberanian untuk mengubah kebiasaan masyarakat secara perlahan tapi pasti.

Kamu mungkin belum sadar bahwa setiap kali memilih naik kendaraan pribadi ketimbang bus atau KRL, kamu ikut mempercepat laju kerusakan lingkungan. Tapi bukan berarti semua kesalahan ditimpakan ke masyarakat. Pemerintah juga harus menyediakan sistem transportasi yang tidak hanya layak, tapi juga menarik dan menyenangkan untuk digunakan.

Transportasi Umum Harus Jadi Gaya Hidup

Untuk membuat transportasi umum menjadi solusi nyata, kita perlu mengubah cara pandang. Selama ini, transportasi publik dianggap sebagai pilihan terakhir digunakan hanya oleh mereka yang tidak mampu membeli kendaraan pribadi. Padahal, di negara-negara maju, transportasi umum justru jadi gaya hidup: cepat, praktis, murah, dan ramah lingkungan.

Kunci dari keberhasilan ini terletak pada pengalaman pengguna yang menyenangkan. Ketepatan waktu, fasilitas halte yang bersih dan aman, informasi rute yang mudah diakses, dan pelayanan yang ramah akan membentuk kepercayaan publik. Ditambah dengan insentif seperti tarif bersubsidi, integrasi digital, dan konektivitas antarmoda, masyarakat akan merasa bahwa transportasi umum bukan hanya pilihan rasional, tapi juga pilihan logis.

Salah satu contoh yang bisa ditiru adalah Jepang. Di sana, ketepatan waktu kereta diukur hingga hitungan detik. Petugas stasiun sangat membantu, dan sistem pembayaran sudah menyatu dalam satu kartu elektronik yang bisa digunakan lintas moda. Ini membuat orang tidak merasa "turun derajat" saat naik transportasi umum. Sebaliknya, mereka merasa menjadi bagian dari ekosistem kota yang cerdas dan efisien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun