Ada yang menarik dari diskusi belakangan ini soal anak-anak yang dianggap "nakal" dan tidak bisa dibina oleh orang tua maupun sekolah. Banyak suara yang terdengar nyaring menyarankan satu solusi ekstrem: kirim saja mereka ke barak militer. Alasannya? Supaya anak-anak itu belajar disiplin, tanggung jawab, dan punya mental baja. Tapi pertanyaannya, benarkah barak militer adalah solusi terbaik? Atau justru itu cerminan bahwa kita sudah menyerah sebagai masyarakat dalam mendidik generasi muda?
Ketika Rumah dan Sekolah Kehilangan Fungsinya
Kalau kita bicara soal kenakalan remaja, kita nggak bisa langsung lompat ke solusi tanpa memahami dulu kenapa mereka "nakal". Dalam banyak kasus, perilaku menyimpang pada anak bukan muncul begitu saja. Itu adalah hasil dari proses yang lama, akumulasi dari pengabaian, kesalahan pola asuh, dan sistem pendidikan yang tidak relevan.
Di rumah, banyak orang tua tidak punya waktu, pengetahuan, atau bahkan keinginan untuk mendidik anak secara emosional. Mereka terlalu sibuk bekerja atau terlalu larut dalam urusan pribadi. Akibatnya, anak tumbuh tanpa fondasi moral dan empati yang cukup. Ketika anak mulai menunjukkan perilaku menyimpang, reaksi yang muncul bukan mendampingi, tapi memarahi, menghakimi, atau malah menyerah.
Di sisi lain, sekolah lebih fokus pada angka daripada karakter. Kurikulum padat, guru kelelahan, dan tidak ada waktu untuk memahami satu per satu murid. Padahal, banyak anak yang nakalnya justru berawal dari merasa tidak didengar atau tidak dianggap. Mereka mencari perhatian, eksistensi, dan terkadang pelarian. Lalu, ketika dua institusi utama dalam hidup anak  rumah dan sekolah sama-sama gagal memahami, kita menyalahkan mereka sebagai anak nakal. Ironis, bukan?
Solusi atau Simbol Putus Asa?
Belakangan, kita sering mendengar usulan untuk memasukkan anak-anak nakal ke barak militer. Di mata sebagian orang, ini adalah solusi cepat. Barak militer dianggap mampu "meluruskan" anak yang bandel, lewat latihan fisik yang keras, aturan yang tegas, dan kedisiplinan militer. Tapi, mari kita jujur sejenak benarkah barak militer adalah tempat yang tepat untuk anak-anak yang sedang bermasalah?
Barak militer bukan pusat rehabilitasi, apalagi tempat untuk menyembuhkan luka psikologis. Anak-anak yang nakal sering kali membawa beban emosi yang berat. Mereka mungkin tumbuh dalam kekerasan, trauma, atau minim kasih sayang. Ketika mereka dimasukkan ke lingkungan yang keras tanpa pendekatan psikologis yang tepat, bukan mustahil mereka justru makin tertekan, bahkan rusak secara mental.
Di sisi lain, pendekatan ala militer berisiko menciptakan generasi yang patuh tanpa memahami. Disiplin dan ketegasan memang penting, tapi kalau tidak dibarengi dengan empati dan kesadaran, anak hanya akan taat karena takut bukan karena mengerti kenapa mereka harus bertanggung jawab.
Kamu mungkin bertanya, "Tapi ada kok yang berhasil berubah setelah masuk barak." Ya, memang ada. Tapi berapa persen dari mereka yang benar-benar pulih secara emosional? Berapa banyak yang justru menyimpan luka baru? Di titik ini, kita perlu sadar: usulan anak nakal masuk barak bisa jadi bukan solusi, melainkan jalan pintas dari masyarakat yang tidak siap menghadapi kompleksitas persoalan anak muda.