Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Seberapa Penting Dana Darurat di Tengah Gejolak Ekonomi?

9 April 2025   08:39 Diperbarui: 8 April 2025   21:12 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dana darurat.(SHUTTERSTOCK/BANGOLAND)

Pernah nggak sih kamu merasa tenang karena tahu ada tabungan yang bisa diandalkan saat keadaan darurat? Atau sebaliknya, panik luar biasa karena kejadian tak terduga datang, dan dompet justru sedang kosong? Kenyataan ini dialami banyak orang. Di tengah badai ekonomi yang belakangan makin terasa, punya dana darurat itu bukan cuma soal perencanaan keuangan, tapi soal bertahan hidup.

Sekarang, pertanyaannya bukan lagi: "Apakah penting punya dana darurat?" Tapi lebih tepatnya: "Seberapa siap kamu kalau besok tiba-tiba kehilangan pekerjaan, mendadak sakit, atau harga kebutuhan pokok melonjak tajam?"

Dalam artikel ini, kita akan menggali secara komprehensif kenapa dana darurat jadi salah satu pilar keuangan pribadi yang paling krusial, terutama di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Bukan sekadar teori, tapi juga dengan fakta, pemahaman mendalam, dan cara praktis yang bisa kamu terapkan langsung.

Ekonomi Kita Sedang Sakit Fakta yang Harus Dihadapi

Beberapa tahun terakhir, ekonomi global dan domestik mengalami tekanan yang tajam. Pandemi COVID-19 adalah awal dari badai panjang. Setelahnya, dunia belum benar-benar pulih, dan kita terus dihantam efek domino: mulai dari krisis energi, ketegangan geopolitik global, hingga inflasi yang merangkak naik tanpa kompromi.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat inflasi Indonesia pada tahun 2024 mencapai 3,27%. Meskipun angka ini terlihat moderat, realitanya harga barang-barang kebutuhan pokok dan jasa mengalami lonjakan yang tidak sebanding dengan kenaikan gaji mayoritas pekerja. Belum lagi, laporan dari Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa terjadi tren PHK massal di beberapa sektor industri padat karya karena efisiensi operasional.

Bayangkan, di tengah harga bahan makanan yang terus naik, kamu tiba-tiba kehilangan penghasilan tetap. Apa yang akan menyelamatkan kamu dari krisis keuangan pribadi jika bukan dana darurat?

Dana Darurat Itu Bukan Simpanan Biasa

Sayangnya, banyak orang masih menganggap dana darurat sebagai "tabungan sisa"  kalau ada, ya disimpan. Kalau nggak ada, ya sudah. Padahal, konsep dana darurat jauh lebih dari itu.

Dana darurat adalah bentuk perlindungan finansial yang kamu siapkan khusus untuk keadaan tak terduga. Ini bukan uang yang kamu pakai untuk liburan, beli gadget baru, atau jajan sore. Dana ini hanya dipakai saat hidup benar-benar dalam kondisi krisis: kehilangan pekerjaan, sakit parah, kendaraan rusak, atau kebutuhan medis mendadak.

Yang menarik, ada penelitian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia belum memiliki perencanaan keuangan yang matang, termasuk soal dana darurat. Lebih dari 60% penduduk mengaku kesulitan menghadapi pengeluaran tak terduga. Hal ini memperlihatkan betapa rendahnya kesadaran finansial, meskipun risiko selalu mengintai di setiap sudut kehidupan.

Tanpa dana darurat, banyak orang terpaksa meminjam uang, menggunakan kartu kredit, atau bahkan menjual aset penting saat krisis datang. Padahal, pilihan-pilihan itu justru bisa menciptakan masalah keuangan baru yang lebih rumit.

Hidup Tenang Itu Dimulai dari Keuangan yang Siap

Kalau kamu pikir hidup tenang itu soal punya rumah mewah atau mobil mahal, coba pikir ulang. Hidup tenang justru dimulai dari kondisi keuangan yang mampu menopangmu saat semuanya tidak berjalan sesuai rencana.

Bayangkan begini. Kamu bekerja di perusahaan yang tampak stabil. Tiba-tiba, muncul isu merger dan terjadi efisiensi besar-besaran. Dalam hitungan minggu, kamu harus menerima kenyataan bahwa pekerjaan hilang dan pemasukan berhenti. Tanpa dana darurat, kamu akan langsung masuk ke fase stres --- baik secara mental maupun finansial.

Namun, jika kamu punya dana darurat, kamu bisa bernapas lebih lega. Kamu punya waktu untuk mencari pekerjaan baru tanpa harus buru-buru mengambil keputusan yang mungkin malah merugikan di masa depan. Kamu tetap bisa memenuhi kebutuhan dasar tanpa harus menumpuk utang.

Inilah kekuatan dari dana darurat. Ia bukan hanya menyelamatkan secara finansial, tapi juga memberi ketenangan batin. Di saat kamu harus menghadapi badai, kamu masih punya pelampung yang bisa menjaga agar kamu tidak tenggelam.

Bukan Soal Gaji Besar, Tapi Soal Kebiasaan

Banyak orang beralasan belum punya dana darurat karena penghasilannya pas-pasan. Padahal, membangun dana darurat bukan soal berapa besar gajimu, tapi soal seberapa bijak kamu mengelola pengeluaran.

Idealnya, jumlah dana darurat yang harus kamu miliki adalah minimal tiga sampai enam kali pengeluaran bulanan. Misalnya, kalau pengeluaran kamu Rp5 juta per bulan, maka kamu perlu menyiapkan dana darurat sebesar Rp15 juta hingga Rp30 juta.

Tentu jumlah ini tidak harus dikumpulkan dalam semalam. Kamu bisa mulai dari angka kecil, misalnya Rp100.000 per minggu. Yang penting adalah konsistensi. Sisihkan lebih dulu dana darurat sebelum kamu membelanjakan uang untuk hal-hal yang kurang mendesak.

Simpan dana darurat di rekening terpisah yang mudah diakses, tapi tidak mudah tergoda untuk diambil. Beberapa orang memilih menyimpannya di tabungan digital tanpa kartu debit agar tidak tergoda tarik tunai. Ada juga yang menaruhnya di instrumen keuangan yang likuid seperti deposito atau reksa dana pasar uang.

Kuncinya: kamu harus sadar bahwa membangun dana darurat adalah bentuk mencintai diri sendiri di masa depan. Jangan tunggu krisis datang baru merasa menyesal.

Bukan Soal Takut Masa Depan, Tapi Siap Menghadapinya

Ada anggapan bahwa memikirkan dana darurat artinya kita terlalu pesimis atau khawatir berlebihan soal masa depan. Tapi, sebenarnya bukan itu. Ini justru soal menjadi dewasa secara finansial  menerima bahwa hidup tidak bisa diprediksi, dan menyiapkan diri untuk berbagai kemungkinan.

Dana darurat bukan hanya untuk orang tua, kepala keluarga, atau mereka yang sudah berpenghasilan tinggi. Justru, semakin muda kamu memulainya, semakin kuat pondasi keuanganmu di masa depan.

Kondisi ekonomi saat ini mengajarkan kita bahwa krisis bisa datang kapan saja, tanpa permisi. Bisa dari kondisi global, bisa juga dari hal sederhana seperti mesin cuci rusak saat gajian masih dua minggu lagi. Dana darurat mungkin tidak menghindarkan kita dari masalah, tapi ia membuat kita lebih siap menghadapinya dengan kepala tegak.

Saatnya Kamu Mulai Sekarang

Punya dana darurat bukan gaya hidup baru yang sedang tren, melainkan kebutuhan yang tak boleh diabaikan. Di tengah situasi ekonomi yang tak menentu, dana darurat adalah garis pertahanan pertama untuk menjaga stabilitas hidup kamu.

Mulailah sekarang. Jangan tunggu penghasilan bertambah. Jangan tunggu krisis datang. Dengan disiplin sederhana dan komitmen jangka panjang, kamu bisa membangun sistem pertahanan finansial yang kokoh.

Karena hidup yang tenang itu dimulai dari rasa aman. Dan rasa aman dimulai dari dana darurat yang siap siaga. Jangan cuma bekerja keras untuk hari ini. Lindungi juga dirimu untuk hari esok

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun