Ada satu momen yang selalu datang setiap tahun, tapi tetap saja menyisakan drama yang sama arus balik setelah libur panjang. Mulai dari Lebaran, Natal, hingga liburan sekolah, pemandangan terminal penuh sesak, antrean mengular di stasiun, atau pesawat yang delay berjam-jam seolah jadi cerita wajib yang tak kunjung usai.
Meski semua orang tahu bahwa lonjakan penumpang akan terjadi, tetap saja sistem transportasi publik kita seperti tak siap menyambutnya. Akibatnya? Ribuan orang harus terjebak di perjalanan, tertunda kembali ke aktivitas, bahkan ada yang mengalami kerugian finansial hanya karena satu masalah klasik: keterlambatan.
Tapi, kenapa sih masalah ini terus terjadi dari tahun ke tahun? Dan sebenarnya, apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya? Mari kita bongkar satu per satu akar persoalan ini bukan sekadar mengeluh, tapi juga mencoba memahami dan menemukan solusi yang masuk akal.
Mengapa Transportasi Publik Kerap Terlambat Saat Arus Balik?
Keterlambatan bukan semata-mata karena "nasib" atau "kebetulan". Ada banyak variabel yang saling terhubung dan menyebabkan sistem menjadi rentan ketika ditekan oleh jumlah penumpang yang membludak.
Pertama, kita bicara soal kapasitas. Sebagian besar moda transportasi publik di Indonesia dirancang untuk melayani jumlah penumpang harian secara reguler. Artinya, ketika ada lonjakan yang bersifat musiman seperti arus balik, sistem ini langsung kewalahan. Misalnya, satu rangkaian kereta api ekonomi hanya bisa mengangkut 800 penumpang, tapi saat arus balik, permintaan bisa mencapai 2-3 kali lipat. Walaupun KAI atau perusahaan bus menambah armada, tetap saja tidak bisa menampung semua dalam waktu bersamaan.
Kedua, masalah infrastruktur. Sebagian besar jalur transportasi darat kita masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Jalur kereta api antarkota tidak semuanya jalur ganda, artinya satu jalur dipakai dua arah. Kalau satu kereta telat datang, maka seluruh jadwal bisa kacau berjam-jam. Hal yang sama juga terjadi di jalan tol dan jalan nasional: satu titik kemacetan bisa merambat hingga puluhan kilometer.
Ketiga, soal manajemen lalu lintas dan koordinasi antarmoda. Banyak sekali moda transportasi di Indonesia yang berjalan sendiri-sendiri. Kereta tidak terhubung dengan jadwal bus, bus tidak sinkron dengan jadwal kapal, apalagi dengan pesawat. Penumpang jadi kesulitan mengatur perjalanan, dan jika salah satu moda terlambat, semuanya ikut terganggu.
Dan terakhir, yang sering luput dibahas, adalah aspek cuaca dan bencana. Dalam musim hujan, jalur darat sering terganggu banjir atau longsor. Di musim kemarau, jalan bisa rusak parah. Bandara pun bisa lumpuh oleh kabut asap atau badai. Ini semua membuat ketepatan jadwal menjadi hal yang sulit dijaga.
Dampak yang Terlalu Sering Dianggap Sepele