Mungkin buat sebagian orang, keterlambatan itu cuma soal "ngaret" atau hal yang biasa. Tapi coba pikirkan lebih dalam. Ketika seseorang yang sudah membeli tiket dan menyusun jadwal pulang harus tertahan 6-8 jam di terminal, itu bukan hanya soal kenyamanan---itu menyangkut keamanan, kesehatan, bahkan psikologis.
Ada penumpang yang kehilangan waktu kerja, mahasiswa yang terlambat ujian, orang tua yang membawa anak kecil dan harus menunggu di tengah kepadatan, bahkan ada lansia yang tak kuat lagi duduk berjam-jam menunggu. Keterlambatan itu bisa berujung pada kondisi darurat.
Dan jangan lupa, keterlambatan juga berimbas pada kerugian ekonomi nasional. Setiap keterlambatan massal membuat kegiatan produktif terganggu, pengiriman barang tersendat, dan biaya operasional meningkat. Kita bicara soal potensi kerugian miliaran rupiah hanya dalam satu musim arus balik.
Solusi Tidak Cukup Sekadar Tambah Armada
Sering kali, solusi yang ditawarkan masih bersifat reaktif menambah armada bus, mengoperasikan kereta tambahan, atau mengatur jadwal keberangkatan. Tapi ini cuma menyentuh permukaan. Tanpa perombakan menyeluruh pada sistem, kita akan terus berputar dalam lingkaran yang sama setiap tahun.
Salah satu pendekatan jangka panjang yang perlu digagas serius adalah pemetaan ulang kebutuhan transportasi publik berdasarkan data mobilitas real-time. Saat ini, teknologi seperti AI dan big data memungkinkan kita memetakan arus manusia berdasarkan waktu, lokasi, dan moda yang digunakan. Dengan informasi ini, pemerintah bisa mengatur kapasitas, jadwal, dan jalur lebih akurat bukan berdasarkan "kira-kira".
Di sisi lain, modernisasi infrastruktur harus menjadi prioritas. Jalur kereta ganda harus diperluas, bandara perlu dikembangkan bukan hanya untuk penumpang tapi juga koordinasi operasional yang lebih cepat. Pelabuhan dan terminal antarmoda harus dilengkapi dengan sistem integrasi digital, bukan hanya loket manual.
Digitalisasi sistem tiket dan informasi perjalanan juga krusial. Bayangkan jika semua moda transportasi dari ojek online hingga kereta cepat terintegrasi dalam satu aplikasi nasional. Penumpang bisa melihat opsi perjalanan paling efisien, mengecek kemungkinan keterlambatan, bahkan memesan langsung. Transparansi ini bisa mengurangi kepanikan dan memperbaiki pengalaman pengguna secara drastis.
Belajar dari Negara Lain Kita Bisa, Kalau Mau
Kita bisa belajar banyak dari negara-negara yang telah berhasil menangani arus balik atau musim liburan dengan sistem transportasi publik yang tangguh.
Di Jepang, misalnya, keterlambatan kereta jarang terjadi karena sistem dijalankan dengan presisi tinggi. Mereka menggunakan sensor jalur, algoritma prediksi, dan kontrol pusat berbasis AI untuk memastikan jadwal tetap tepat waktu. Bahkan jika terjadi keterlambatan, informasi langsung disampaikan ke penumpang lengkap dengan solusi alternatifnya.