Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dear Food Voogger, Riview Makanan Juga Ada Etikanya!

14 Maret 2025   14:34 Diperbarui: 14 Maret 2025   14:34 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lustrasi makanan panas. Penjelasan Kemendag soal Konten Review Makanan yang Seret Food Vlogger Codeblu (Pexels/Navada Ra)

Dunia kuliner selalu memiliki daya tarik tersendiri. Sejak dahulu, makanan bukan hanya sekadar kebutuhan dasar, tetapi juga bagian dari kebudayaan dan identitas suatu masyarakat. Seiring berkembangnya teknologi digital, muncul tren baru dalam menikmati dan mengulas makanan, yaitu melalui konten video yang diunggah di berbagai platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Dari sinilah lahir para food vlogger, yang kini tak sekadar menjadikan aktivitas makan sebagai hobi, tetapi juga sebagai sumber penghasilan.

Menariknya, profesi ini berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dengan hanya bermodal kamera dan kemampuan berbicara, seseorang bisa meraih ratusan ribu hingga jutaan penonton yang antusias menunggu rekomendasi makanan terbaru. Namun, di balik keseruannya, ada satu pertanyaan yang sering kali terabaikan: apakah semua food vlogger memahami etika dalam mereview makanan?

Banyak kasus yang menunjukkan bahwa ulasan kuliner yang kurang etis bisa berdampak buruk bagi pemilik usaha, bahkan bagi penonton yang mempercayai setiap kata yang diucapkan dalam video. Konten yang dibuat tanpa mempertimbangkan objektivitas atau etika bisa menjadi bumerang, baik bagi pelaku bisnis makanan maupun bagi food vlogger itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana seharusnya food vlogger bersikap ketika memberikan ulasan makanan agar tidak hanya menarik, tetapi juga bertanggung jawab.

Ketika Review Berubah Menjadi Bumerang

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pemilik usaha kuliner yang mengeluhkan dampak buruk dari review yang dilakukan oleh food vlogger. Beberapa restoran yang mendapatkan ulasan negatif langsung kehilangan pelanggan, bahkan ada yang akhirnya gulung tikar. Pengaruh food vlogger terhadap dunia kuliner memang sangat besar, tetapi sayangnya tidak semua vlogger memahami bahwa kekuatan yang mereka miliki juga bisa membawa dampak yang merugikan jika tidak digunakan dengan bijak.

Salah satu kasus yang sempat ramai diperbincangkan adalah ketika seorang food vlogger ternama mengulas sebuah restoran kecil dengan komentar yang terkesan merendahkan. Ulasan tersebut menjadi viral dan dalam waktu singkat, restoran tersebut mengalami penurunan omzet drastis karena banyak orang terpengaruh oleh opini sang vlogger. Pemilik restoran akhirnya berbicara di media sosial, mengungkapkan kesedihannya karena tempat usahanya sepi akibat satu ulasan negatif.

Hal ini menjadi bukti bahwa kata-kata yang keluar dari seorang food vlogger bukan sekadar opini biasa, tetapi bisa berpengaruh terhadap nasib sebuah bisnis. Sebuah kritik yang disampaikan dengan cara yang tidak etis bisa menjadi alat penghancur bagi usaha kecil yang sedang berjuang bertahan.

Di sisi lain, ada juga kasus di mana review yang terlalu positif justru menyesatkan penonton. Banyak food vlogger yang bekerja sama dengan restoran tertentu dan memberikan ulasan yang tidak jujur demi keuntungan pribadi. Akibatnya, banyak pelanggan yang kecewa setelah mencoba makanan yang sebenarnya jauh dari ekspektasi yang mereka dapatkan dari video review tersebut.

Mengapa Etika dalam Review Makanan Itu Penting?

Dalam dunia jurnalistik, ada prinsip dasar yang selalu dijunjung tinggi, yaitu objektivitas dan keberimbangan informasi. Prinsip ini seharusnya juga diterapkan dalam dunia food vlogging. Makanan bukan sekadar produk yang bisa dinilai sesuka hati, tetapi merupakan bagian dari usaha, kreativitas, dan budaya seseorang. Oleh karena itu, penting bagi setiap food vlogger untuk memahami bahwa ada etika yang harus dijaga dalam memberikan ulasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun