Dunia kuliner selalu memiliki daya tarik tersendiri. Sejak dahulu, makanan bukan hanya sekadar kebutuhan dasar, tetapi juga bagian dari kebudayaan dan identitas suatu masyarakat. Seiring berkembangnya teknologi digital, muncul tren baru dalam menikmati dan mengulas makanan, yaitu melalui konten video yang diunggah di berbagai platform seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Dari sinilah lahir para food vlogger, yang kini tak sekadar menjadikan aktivitas makan sebagai hobi, tetapi juga sebagai sumber penghasilan.
Menariknya, profesi ini berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dengan hanya bermodal kamera dan kemampuan berbicara, seseorang bisa meraih ratusan ribu hingga jutaan penonton yang antusias menunggu rekomendasi makanan terbaru. Namun, di balik keseruannya, ada satu pertanyaan yang sering kali terabaikan: apakah semua food vlogger memahami etika dalam mereview makanan?
Banyak kasus yang menunjukkan bahwa ulasan kuliner yang kurang etis bisa berdampak buruk bagi pemilik usaha, bahkan bagi penonton yang mempercayai setiap kata yang diucapkan dalam video. Konten yang dibuat tanpa mempertimbangkan objektivitas atau etika bisa menjadi bumerang, baik bagi pelaku bisnis makanan maupun bagi food vlogger itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana seharusnya food vlogger bersikap ketika memberikan ulasan makanan agar tidak hanya menarik, tetapi juga bertanggung jawab.
Ketika Review Berubah Menjadi Bumerang
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pemilik usaha kuliner yang mengeluhkan dampak buruk dari review yang dilakukan oleh food vlogger. Beberapa restoran yang mendapatkan ulasan negatif langsung kehilangan pelanggan, bahkan ada yang akhirnya gulung tikar. Pengaruh food vlogger terhadap dunia kuliner memang sangat besar, tetapi sayangnya tidak semua vlogger memahami bahwa kekuatan yang mereka miliki juga bisa membawa dampak yang merugikan jika tidak digunakan dengan bijak.
Salah satu kasus yang sempat ramai diperbincangkan adalah ketika seorang food vlogger ternama mengulas sebuah restoran kecil dengan komentar yang terkesan merendahkan. Ulasan tersebut menjadi viral dan dalam waktu singkat, restoran tersebut mengalami penurunan omzet drastis karena banyak orang terpengaruh oleh opini sang vlogger. Pemilik restoran akhirnya berbicara di media sosial, mengungkapkan kesedihannya karena tempat usahanya sepi akibat satu ulasan negatif.
Hal ini menjadi bukti bahwa kata-kata yang keluar dari seorang food vlogger bukan sekadar opini biasa, tetapi bisa berpengaruh terhadap nasib sebuah bisnis. Sebuah kritik yang disampaikan dengan cara yang tidak etis bisa menjadi alat penghancur bagi usaha kecil yang sedang berjuang bertahan.
Di sisi lain, ada juga kasus di mana review yang terlalu positif justru menyesatkan penonton. Banyak food vlogger yang bekerja sama dengan restoran tertentu dan memberikan ulasan yang tidak jujur demi keuntungan pribadi. Akibatnya, banyak pelanggan yang kecewa setelah mencoba makanan yang sebenarnya jauh dari ekspektasi yang mereka dapatkan dari video review tersebut.
Mengapa Etika dalam Review Makanan Itu Penting?
Dalam dunia jurnalistik, ada prinsip dasar yang selalu dijunjung tinggi, yaitu objektivitas dan keberimbangan informasi. Prinsip ini seharusnya juga diterapkan dalam dunia food vlogging. Makanan bukan sekadar produk yang bisa dinilai sesuka hati, tetapi merupakan bagian dari usaha, kreativitas, dan budaya seseorang. Oleh karena itu, penting bagi setiap food vlogger untuk memahami bahwa ada etika yang harus dijaga dalam memberikan ulasan.