Mohon tunggu...
Frankincense
Frankincense Mohon Tunggu... Administrasi - flame of intuition

bukan pujangga yang pandai merangkai kata, hanya ingin menumpahkan inspirasi dengan literasi menguntai pena. Kata dapat memburu-buru kita untuk menyampaikan perasaan dan sensasi yang sebenarnya belum kita rasakan. Tetapi, kata juga bisa menggerakkan kita. Terkadang, kita tidak mengakui kebenaran sebelum mengucapkannya keras-keras. Salam hangat Kompasianers... Blog: franshare.blogspot.com Web: frame.simplesite.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bokor (1)

6 April 2019   14:23 Diperbarui: 6 April 2019   15:55 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angin kencang mulai berhembus di antara dinding-dinding perbukitan di Kapadokya, Turki. Tampak seorang pria muda sedang memperhatikan para wisatawan yang sedang bergembira ria menaiki Heidenburg -nya Negeri Angin di Asia Kecil ini. Sudah yang kedua kalinya ia menjejakkan kakinya di tempat itu. Hanya saja,kali ini ia bukan seorang wisatawan. Ia kini sedang menjadi seorang pedagang keliling yang menjajakan makanan olahan gorengan Indonesia dan minuman olahan Jeruk Turki yang bernama "KISIK" alias "Kizarmis Sivil Kafeterya".

Setelah sekian lama ia kembali melakoni penjelajahannya mendatangi tempat-tempat wisata dan keramaian kota-kota di Turki. Dan puji Tuhan, sekarang tinggal dua puluh tiga bungkus tempe mendhoan lagi dari yang ditargetkan Boma untuk beristirahat sejenak dari pertapaannya membolak-balik balutan tepung yang terapung-apung di penggorengan.

Gerobak motor Boma kini kembali kedatangan konsumen, sepasang suami-istri dan seorang anak perempuannya yang sedang merengek kelaparan. Kedua orang tuanya pun segera membawa ke tempat Boma yang terdekat dari posisi mereka berada. Kemudian mereka memesan tiga jus jeruk dan tiga porsi mendhoan kupat siram pecel. Dengan segera Boma mempersilahkan mereka duduk  di meja depan penggorengannya yang sedang kosong. Setelah mereka selesai dan melakukan pembayaran, ternyata Boma mendapati kelebihan biaya pembayaran yang disodorkan padanya. Boma pun bergegas mengejar mereka yang mulai menjauh di antara kerumunan orang berlalu-lalang sambil berteriak memanggil mereka dan menerobos celah-celah lautan pengunjung.

"Hello Mister and Miss, wait a moment...please come back... your money payment very many... ! (halo Tuan dan Nyonya, tunggu sebentar... tolong kembali kemari.... uang pembayaran kalian terlalu banyak...)" Orang-orang di sekitar menoleh Boma yang berseru bagaikan orang sedang kesurupan.

Di antara kerisihan itu, akhirnya sasaran panggilan yang dituju Boma menoleh ke belakang dan memperhatikan Boma yang melambai-lambaikan tangannya sambil menggenggam uang kembalian untuk mereka. Mereka segera berbalik arah dan mendekati Boma dengan sang anak berlarian mendahului kedua orang tuanya. Tak disangka, di saat yang bersamaan Boma bertubrukan dengan salah seorang yang lewat di dekatnya dan orang itu jatuh tersungkur  ke tanah oleh hantaman tubuhnya dengan Boma.

Debu-debu berhamburan seketika di sekeliling orang yang terjatuh itu dan untungnya Boma menggenggam kuat uang yang dibawanya sehingga tidak terdampak persinggungan itu. Sementara sang anak sudah berada di depan Boma, ia pun memberikan uang kembalian itu pada gadis cilik itu yang tersenyum mengangguk dan mengucapkan terima kasih dan berlalu setelah Boma memuji dan mengelus-elus kepalanya. Setelahnya Boma pun berjongkok menghampiri orang malang yang terjatuh itu berusaha bangkit sambil meringis perih.

Dibawanya orang itu yang ternyata seorang wanita muda yang cantik dengan wajah bersinar penuh pesona dan kulit putih mulusnya di balik balutan debu dan goresan gesekan tanah yang kemerah-merahan menuju pangkalan gerobak motornya. Suara mengaduh yang lembut masih terdengar saat Boma memberi sepuhan pada luka wanita itu dari ramuan obat kotak P3K di dinding bak kanvas bagian depan tempatnya mengemudikan gerobak motornya. Boma pun menjadi kikuk meresponnya sambil terus meundukan kepala berkali-kali untuk meminta maaf.

Momen koplak juga terjadi saat dahi mereka hampir bertubrukkan dari gerakan refleks wanita itu merasakan perihnya luka dan tersentak tubuh bagian atasnya menuju wajah Boma yang sedang menunduk berkonsterasi pada pengobatan. Roman wajah mereka berubah menjadi berona merah jambu saat saling memandang dan terasa hembusan dengus nafas dalam jarak setipis kertas. 

antung mereka  masih saling berdegub kencang walaupun muka mereka sudah saling berjauhan setelah itu. Seketika Boma semakin gugup dan kehilangan konsentrasinya dan terhenti gerakan pengobatannya. Alih-alih mengusir perasaan salah tingkahnya, Boma mulai berkicau membuat melodi pengiring ruang dan waktu  keadaan itu pada lawan bicaranya untuk memecah kegalauan.

"Emm... as I'm sorry, you want my make a food and Orange ice?Should be your lip and face tangled and dry that need of refreshing...(Emm... sebagai permintaan maaf, maukah kubuatkan makanan dan es jeruk? Sepertinya bibir dan wajah anda kusut dan kering yang butuh kebugaran...)" Tukas Boma seraya membereskan obat-obatan kembali ke dalam kotak P3K-nya. Sementara wanita itu terkejut dari lamunannya dan kembali tersipu-sipu sambil meraba bibirnya yang eksotis dengan polesan lipstik merah jambu itu terpecah-pecah oleh alur kekeringan hawa panas yang terik melanda kawasan Kapadokya siang itu. Ditambah lagi adegan panas yang berdekatan dengan tempat penggorengan, alhasil panas-panasan yang bertumpuk sumuk walau Boma telah menegakkan tenda peneduh di sekeliling motor.

"Ah... thanks, I'm not hungry and thirsty...(Ah... terima kasih, aku tidak lapar dan haus...)" sahut wanita dengan wajah ketus bagaikan awan mendung yang bergelayut sendu itu hendak jual-mahal untuk menolak, namun sistem pencernaannya berkata lain. Dalam perut wanita itu bergemuruh setelah berucap dan terdengar oleh Boma yang jadi terfokus ke arah perut ramping wanita itu kemudian memandang wajahnya sambil tersenyum dan mengerakkan jari telunjuknya ke sana ke mari sambil memperingatkan.

"See, as for taste problem... the tongue can't lie...hehehe... hold your peace, I'm free serve as my regrets and be that of introduction endemic flavour that just are in here.( Nah, kalau soal rasa... lidah tidak bisa bohong.. hehehe..tenang saja, saya sajikan gratis sebagai rasa penyesalan saya dan sebagai perkenalan citarasa endemik yang hanya ada di sini.)" Boma memintanya tetap duduk tenang sambil mengeringkan lukanya dan kemudian naik menuju gerobak motor yang ada di belakangnya menuju penggorengan yang saling berhadapan dengan letak tempat duduk Aosagi.

Tangannya dengan cekatan mulai mengolah prosesi es jeruk sambil memanaskan minyak di penggorengan. Ia kembali ke tempat wanita  itu dengan gaya elegan nan konyol yang hampir membuat wanita itu tertawa geli kalau ia tidak menahan senyumnya dengan elegan yang tak kalah anggun punggung lengannya menutupi bibir eksotisnya. Setelahnya Boma bergegas kembali ke penggorengan dan berlalu seperti penari balet. Dan kini wanita itu yang tadinya cemberut berubah riang meledakkan tawanya.

"hihihi.... hey strange people, what you dancer former that turn of in here...?(Hihihi...hei orang aneh, apakah kamu mantan penari yang berubah halauan di sini...?" tanya Aosagi tertawa kecil sampai hampir tersedak oleh es jeruk yang baru saja disedotnya. Boma tersenyum puas telah mencoba mengalihkan roman kusut wanita itu yang tergumpal mega mendungnya. Kini ia mulai asyik mengolah adonan tepung dan campuran racikan lainnya sambil menanggapi pertanyaan wanita itu dengan salah satu tangannya kembali bergaya.

"Eit..eit.. I'm not the strange people. I'm have a name, my name is Bomantara Koripan... I'm chef former and original barista. Then, may be I know... what fairy name that hurt this in front of me.. ?.(Eit...eit...aku bukan orang aneh. Aku punya nama, namaku Boma Koripan... aku mantan koki dan barista tulen. Lalu kalau boleh tahu siapa nama bidadari yang sedang terluka di hadapanku ini...?)" kedua lengannya bak entertaiment chef yang sedang show memperagakan demo masaknya di televisi. Wanita itu mengkerutkan dahi bersamaan dengan gerakan kedua alisnya ke atas. Entah kenapa ia merasa jengah untuk memperkenalkan dirinya.

"I'am..., eh by the way what this drink... aren't  you offer me Orange ice...?"(Aku..., eh ngomong-ngomong minuman apa ini... bukankah kau menawariku es jeruk...?" tanya wanita itu berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Ia menunjukkan gelas jumbo yang berisi es jeruk itu sambil salah satu tangan lainnya sibuk memutar-mutar sedotan di dalam gelas dengan jari-jemari lentiknya. Ia merasakan esensi yang berbeda sama sekali dari semua rasa es jeruk yang pernah di minumnya.

"Yes, just that be of the sweetener is corn sugar and soybean, not from sugar cane wich risk of diabetes. The Orange is extract from all combination sort wich we plant; citrus, lemon, pomelo, and small fragrant... cosier it? (Ya, hanya karena yang menjadi pemanisnya adalah gula jagung dan kedelai, bukan dari gula tebu yang berisiko diabetes. Jeruknya pun adalah intisari dari perpaduan semua jenis yang kami tanam; limau, limun, bali, dan purut...lebih enak bukan?)" tutur Boma dengan tidak mengurangi fokus gerangan tangan mengapungkan adonannya ke minyak mendidih di atas penggorengan. Aosagi kemudian memanggut-manggut dan mengalihkan sejenak perhatiannya memandangi isi dari gelas bening ukuran jumbo itu.

"Then, what are you while make it...? (Lalu, apa yang sedang kau buat itu...?" tanya wanita itu yang kini beralih pada kesibukan Boma di penggorengan yang mulai berpeluh-riuh oleh hawa panas pendidihan minyak goreng.

"Ah, this whether is Indonesian natto, specifically from Banyumas in Central Java province.(Ah, kalau ini natto-nya Indonesia, khususnya dari daerah Banyumas di propinsi Jawa Tengah)." Sahut Boma sambil menyerok adonan di penggorengan itu dan meniriskan pada rak jaring strimin di atas penggorengan.

"Eh, natto...?" wanita itu berusaha meyakinkan kembali apa yang baru saja ia dengar. Boma menatap jenaka wanita itu dan mengangguk-angguk sambil tersenyum. Kini tangannya kembali asyik mengolah dan menata hidangan lalu kembali lagi ke tempat duduk wanita itu sesudahnya.

Kini di hadapan wanita itu tersaji tumpukan bersilang tempe mendhoan yang  membujur dan melintang dengan disirami oleh sambal pecel dan taburan bawang merah goreng serta rerempahan lainnya dikuti oleh irisan daun kemangi. Sementara di pinggiran piring ceper ukuran sedang sebagai wadahnya itu melingkar racikan salad Turki dan irisan lontong, mentimun, tomat, dan wortel berbentuk seperti rekahan mekar bunga sakura yang mengepung gunungan mendhoan di tengah-tengahnya. Wanita itu kembali terkejut dan memandangi hidangan serta Boma bergantian dengan takjub, lagi-lagi ia terperangah dengan sajian Boma. Tidak pakai lama, Aosagi segera menyantapnya.

***

"Miss sweety, you not yet introduction for me... what  your anonymous? Then, how I call you of... fairy...? (Nona manis, kau belum memperkenalkan dirimu padaku... apa kau tidak punya nama? Lalu bagaimana aku memanggilmu... bidadari...?" tanya Boma sambil bertopang dagu memandangi keanggunan bersantap wanita itu yang mulai mencoba hidangannya. Bibir eksotisnya mulai belepotan minyak yang berkilau dibalik lumeran kental sambal pecel.

"My name ... is Muze...(Namaku...Muze...)"sahutnya dengan nada tercekat dan terkesan ragu-ragu menyatakan.

 "Ah, you definite joking... you quibble again with me, from all appearance... this aren't you a Japanese? (Ah, kau pasti bercanda... kau berdalih lagi padaku, kalau dilihat dari segala segi... bukankah kau ini orang Jepang? )" Boma tertawa kecil sambil kembali memainkan telunjuknya seperti wiper-arm di kaca mobil.

"Right, I'm Japanese and my name right Muze... and some time ago your name?  (Ya, aku orang Jepang dan namaku memang Muze... dan siapa tadi namamu...?)" wanita itu rupanya tidak begitu senang Boma mengidentifikasi dirinya seperti seorang interogator.

"Aih... this you, why name as Bomantara Koripan like that easy forgotten accidentally from you. Okay Miss Muze, call me only Boma... (Aih...anda ini, kenapa nama Bomantara Koripan begitu mudah terlupakan dari dirimu. Okay nona Muze, panggil saja aku Boma..." Boma mengulurkan tangannya dan mengajak Muze untuk berjabat tangan, karena tadi ia hanya secara lisan saja memperkenalkan diri yang mungkin membuat perkenalannya itu mudah dilupakan. Setidaknya dengan berjabat tangan seperti saling bersinergi untuk kontak fisik yang memandu aliran darah mensikronisasi otak untuk secara psikis memberi memorial yang kuat sebagai ingatan.

***

"Hey Boma, a while ago you say 'we' at the momen that present this food and drink.Then, why you alone in here,where that others...? ( Hai Boma, tadi kau katakan 'kami' saat penjelasan makanan dan minuman ini... lalu kenapa kau sendirian di sini, ke mana yang lainnya...?)" tanya Muze keheranan sambil menoleh ke segala area gerobak motor Boma untuk memastikan keberadaan lain selain mereka berdua.

"Ah, yes... that others still of students,They while studying now. They help preparation raw product in home and me that riding to sell.(Ah, ya... yang lainnya masih anak-anak sekolah, mereka sedang bersekolah saat ini. Mereka membantu pengolahan bahan dasar di rumah dan aku yang berkeliling untuk menjualnya.)" Ujar Boma beralasan yang juga sempat tercekat akibat kelepasan menjamakkan personalisasi yang tidak sesuai dengan kondisi dan situasinya seorang diri dalam berdikari saat itu.

Pembicaraan pun jadi menggantung dan gamang terkait identitas mereka masing-masing yang sepertinya sedang bermasalah saat itu. Namun, Boma berusaha tetap berpikir positif dan lebih terbuka daripada Muze yang kini mulai berbalik menginterogasi secara halus mendesak eksistensi dirinya berada di situ.

"Owh... so this family effort with your childs... then, where your wife... she not participate... or yourselves...?( Owh...jadi ini usaha keluarga bersama anak-anakmu ...lalu, ke mana istrimu... dia sendiri tidak ikut...atau kalian...?)" pertanyaan Muze yang menggantung di akhir kata itu benar-benar membuat Boma bagaikan tersambar petir di siang bolong untuk segera menanggapinya.

"Ah... What is your genuine, why asking me like that a felon man...?(Ah...siapa kau ini sebenarnya, kenapa menanyaiku seperti seorang penjahat...?)" Boma mencoba menerka kecurigaan dan dari prasangkanya yang muncul seketika sambil menatap heran Muze dan melirik keadaan dan suasana di sekitarnya untuk meningkatkan kewaspadaan.

"Hey...Hey... I'am just a consumer which is nosy how about this your delicious menu. Furthermore, I'am still have to recover self during some time fowards because this stone bruise at the moment that collide with you a while ago isn't it...?(Hei...hei... aku ini hanya seorang konsumen yang ingin tahu bagaimana tentang asal menu lezatmu ini. Lagipula, aku ini masih harus memulihkan diri selama beberapa waktu ke depan akibat luka memar ini saat bertabrakan denganmu tadi kan...?)" Muze tersenyum tenang sambil memandangi Boma yang semakin tercekat kerongkongannya untuk membalas ujarannya.

"Come on...while to fill my times in here...( Ayolah...sambil mengisi waktuku di sini...)" ujar Muze kembali tersenyum sambil meminta Boma duduk di hadapannya.

Boma yang masih merasa bersalah pun tidak bisa menjawab apa-apa lagi selain menuruti keinginan wanita tersebut yang memang terkesan logis dan praktis dari situasi dan kondisi.  

***

Saat itu Boma masih bekerja sebagai tenaga kerja asing di sebuah perusahaan kuliner bonafit di jantung kota Istanbul.Setelah tanpa terasa beberapa tahun berada di sana, dengan kinerjanya yang sangat baik selama itu ia dipromosikan jabatan menjadi asisten kepala di salah satu cabang perusahaan yang berada di distrik Sakarya. Ia mengambi kesempatan cuti tahunannya dengan mengadakan inspeksi ke Sakarya itu untuk menjelajahi tempat-tempat di luar kota Istanbul yang bersejarah. Ia pun mengunjungi kastil kuno di masa kekaisaran Romawi dan kesultanan Utsmani di daerah Sapanca, distrik Sakarya. Ia diberitahu warga setempat kalau kurang lengkap rasanya hanya mengunjungi kastilnya saja tanpa mendatangi Danau Sapanca. Ia pun penasaran dan melanjutkan kunjungan ke tempat yang direferensikan tersebut. Cukup jauh juga melakukan perjalanan seorang diri dan berjalan kaki menuju danau.

Setelah sampai di lokasi, Boma benar-benar takjub akan pemandangan dan nuansa alamnya yang masih asri. Ia merentangkan tangannya menyesap nikmat hembusan angin yang seketika mendesirkan rasa sejuk dari tubuhnya yang masih berkeringat setelah menempuh perjalanan. Tidak lupa ia mengabadikan pemandangan indah tempat itu dalam kamera yang dibawanya. Memandang luas ke segala arah dari dermaga pandang yang ia pijaki dan mulai melangkah untuk mengelilingi danau seutuhnya. Di tengah perjalanan ia mendapati kawanan bangau yang melintas rendah di atasnya. Kameranya pun kembali diusungnya untuk bermomentum ria hingga mulai lengah dengan keadaan di sekelilingnya sambil asyik menyoroti objeknya.

"Bruuaakkk....ceebbyuurrr....!" Tiba-tiba saja Boma sudah bertubrukan dengan seseorang di tikungan tebing dan langsung oleng jatuh bersamaan dengan korban tubruk-gabruk-nya itu ke dalam danau yang masih terasa sangat dingin di awal musim semi. Barang-barang bawaan mereka tumpah-ruah tenggelam berserakan. Kejadian yang tak disangka itu membuat mereka semua gelagapan di dalam air.

Boma pun segera meraba-raba jalur permukaan dari gelembung udaranya dalam perih dari tubrukan dengan korban ditambah lagi jatuh dari ketinggian menimpa permukaan air serta peningnya kepala  bergumul dalam air menggelayuti gejolak rasa dan bahasa tubuhnya. Begitu muncul di permukaan, Boma mencoba menghirup nafas sebanyak-banyaknya dan berusaha menormalisasi pernafasannya kembali. Akan tetapi ia belum melihat sosok lawan tabraknya di antara barang-barang yang mengapung dan berserakan. Alamak... ternyata orang yang dia tabrak itu tidak bisa berenang!

Boma pun kembali menyelam di dalam air mengikuti arah gelembung udara selain darinya itu bergemuruh di permukaan air. Ia lalu mendapati sosok gadis yang gelagapan dan berjuang setengah mati menuju permukaan, namun yang ada ia malah semakin tenggelam dan lemas. Boma pun melesat meraih bagian tubuh terdekat sang gadis dari jangkauannya dan menariknya sekuat tenaga ke atas permukaan air.

Ia berhasil meraih pergelangan tangan sang gadis yang semakin lunglai dan melingkarkannya lengan sang gadis di leher dan sebelah pundaknya, sementara bagian pundak lainnya memacu dorongan kakinya dan tubuhnya ke atas permukaan air. Namun terlambat, walau sudah ia bawa secepat kilat ia tetap saja pingsan walau sudah mencapai permukaan air. Boma pun harus kembali berjuang mengerahkan tenaganya berenang ke tepian sambil mengapit tubuh lunglai sang gadis. Apalagi jarak dermaga dari tempat mereka terjatuh letaknya cukup jauh untuk mempermudah Boma menaiki daratan yang landai dari bibir danau. Sementara di sekeliling mereka dalam suasana sepi tanpa perantara lain yang bisa ia gapai untuk mempercepat pertolongannya.

Boma benar-benar kalang-kabut bertaruh seorang diri dengan kemampuan berenangnya yang tidak terlalu bagus untuk segera menepi. Nafasnya kian sesak ketika sudah mendekati area dermaga kayu yang terpancang di depannya. Hampir saja ia mati tenggelam kalau terlambat sedikit saja meraih tiang pasak kerangka dermaga yang menghujamkan pondasinya ke dalam air. Sejenak ia menghela sesak nafasnya dan kembali menormalisasi gemuruh maut yang hampir mencekik batas kekuatannya menguasai arus kuasa paru-parunya berpacu dalam tragedi. Segera ia menelentangkan sang gadis di atas dermaga untuk memberinya pertolongan pertama.  Menekan perutnya dengan kedua tangannya sambil berharap tidak terlalu banyak air yang ditelannya. Tekanan pertama hingga kedua belum juga memberikan reaksi apapun.

"What she death, Ah...so finaly you killing she, right...?! (Apakah dia mati,Ah ..., jadi akhirnya kau membunuhnya ya...?!)" celetuk Aosagi asal dan cablak yang membuat Boma sempat gregetan bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Belum selesai ia bercerita sudah dipotong dengan tudingan yang bikin melompong hati.

"Eh...eh... you at random accuse me like that, formely hear my story till done...! (Eh...eh... sembarangan saja kau menuduhku begitu, dengar dulu ceritaku sampai selesai...!" balas Boma yang menjadi gusar. Aosagi malah tertawa kecil dan memberi tanda untuk Boma kembali melanjutkan ceritanya.

***

 "Plaakkk...." sebuah tamparan kuat mendarat di salah satu pipi Boma bersamaan dengan jeritan melengking yang memekak telinga.

BERSAMBUNG...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun