Boma benar-benar kalang-kabut bertaruh seorang diri dengan kemampuan berenangnya yang tidak terlalu bagus untuk segera menepi. Nafasnya kian sesak ketika sudah mendekati area dermaga kayu yang terpancang di depannya. Hampir saja ia mati tenggelam kalau terlambat sedikit saja meraih tiang pasak kerangka dermaga yang menghujamkan pondasinya ke dalam air. Sejenak ia menghela sesak nafasnya dan kembali menormalisasi gemuruh maut yang hampir mencekik batas kekuatannya menguasai arus kuasa paru-parunya berpacu dalam tragedi. Segera ia menelentangkan sang gadis di atas dermaga untuk memberinya pertolongan pertama. Â Menekan perutnya dengan kedua tangannya sambil berharap tidak terlalu banyak air yang ditelannya. Tekanan pertama hingga kedua belum juga memberikan reaksi apapun.
"What she death, Ah...so finaly you killing she, right...?! (Apakah dia mati,Ah ..., jadi akhirnya kau membunuhnya ya...?!)" celetuk Aosagi asal dan cablak yang membuat Boma sempat gregetan bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Belum selesai ia bercerita sudah dipotong dengan tudingan yang bikin melompong hati.
"Eh...eh... you at random accuse me like that, formely hear my story till done...! (Eh...eh... sembarangan saja kau menuduhku begitu, dengar dulu ceritaku sampai selesai...!" balas Boma yang menjadi gusar. Aosagi malah tertawa kecil dan memberi tanda untuk Boma kembali melanjutkan ceritanya.
***
 "Plaakkk...." sebuah tamparan kuat mendarat di salah satu pipi Boma bersamaan dengan jeritan melengking yang memekak telinga.
BERSAMBUNG...