Mohon tunggu...
Francisca S
Francisca S Mohon Tunggu... Guru - Amicus Plato, sed magis amica veritas

Pengajar bahasa, Penulis novel: Bisikan Angin Kota Kecil (One Peach Media, 2021)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bisikan Angin Kota Kecil (3)

29 Juli 2020   17:35 Diperbarui: 29 Juli 2020   17:37 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab 3
Perubahan suhu udara langsung kurasakan di tubuh begitu memasuki apartemen Mauro. Mungkin letak langit-langit bangunan ini yang cukup tinggi yang membuat udara terasa lebih sejuk di dalam pada saat musim panas.

Sudah beberapa kali aku datang berkunjung ke apartemen ini sebelumnya. Bila sedang bepergian ke Roma, sedapat mungkin aku menyempatkan diri untuk singgah menemui Marlene dan Mauro, kedua sahabatku itu. Tapi tak seperti suasana biasanya yang kudapati saat berkunjung, kali ini suasana dalam apartemen begitu sepi, sama sekali  tak kudengar suara-suara para penghuninya.

"Teman-teman sedang pergi keluar semua," kata Mauro menjawab keherananku sebelum aku sempat bertanya. Seolah dia mengetahui apa yang sedang kupikirkan.

"Oh, pantas sepi sekali," jawabku menanggapinya.

Mauro kemudian menempatkan koperku di salah satu sudut ruang dekat pintu masuk. "Letakkan saja dulu di sini barang-barangmu!" katanya memberitahuku. "Nanti kita pindahkan lagi bersama-sama ke kamar Marlene," lanjutnya. Aku tak menjawab, hanya menuruti apa yang dikatakannya.

Ayo kita minum dulu di dapur sekarang! Aku haus sekali," ajaknya. Tanpa menunggu jawaban dariku lagi, Mauro beranjak dengan cepat meninggalkanku. Rupanya dia sudah benar-benar kehausan sehingga tak dapat menunggu lebih lama lagi untuk dapat segera minum. Aku pun segera bergerak mengikutinya menuju ke ruang bagian tengah apartemen ini. 

"Seingatku, sebelum Marlene berangkat, dia mengatakan Eduardo-lah yang akan menjemputku di stasiun bus," kataku mulai membuka percakapan kembali setelah kami meneguk habis beberapa gelas air mineral dingin dan memilih untuk sejenak duduk beristirahat di dapur. Sisa keringat di tubuhku perlahan mulai terhapus oleh kesejukan ruangan ini. "Tapi kenapa malah kamu yang menjemputku tadi?" tanyaku.

 "Rencana semula memang begitu," jawab Mauro sembari bangkit berdiri dan berjalan menuju lemari pendingin yang berada di dekat meja dapur. Dia mengeluarkan sepiring buah-buahan dari dalamnya lalu meletakkannya di atas meja. "Tapi tiba-tiba dia mengatakan ada acara yang tak dapat dibatalkannya sore hari ini," lanjutnya.

"Oh begitu.." aku mengangguk paham. "Lalu aku dengar kamu juga akan pergi ke luar negeri dalam waktu dekat ini, benar?" tanyaku lagi.

"Ya, aku berangkat lusa. Jadi kamu masih  punya waktu  untuk berkenalan  dengan teman-teman yang lain nanti bersamaku," jelasnya, sebelum mulai mengunyah sebuah apel hijau yang terlihat segar.           

Aku kembali menganggukkan kepala. Ya, aku memang belum mengenal penghuni baru apartemen ini. Eduardo adalah seorang conpaesano8) Marlene, dia belum lama tinggal di Italia. Kata Marlene, temannya itu hendak melanjutkan studi master di Roma dan untuk sementara waktu tinggal seapartemen dengannya. Lalu yang satunya lagi, Daniel. Terakhir kali aku berkunjung kemari, dia belum tinggal di sini. Sementara teman-teman penghuni lama yang aku kenal sudah kembali ke negara mereka masing-masing.

Mauro masih asyik mengunyah apelnya. Sementara aku sendiri tidak mengambil buah-buahan yang ditawarkannya itu. Perutku sudah terasa kenyang dengan banyaknya air mineral yang kuminum.

"Tapi Eduardo malam ini akan menginap di apartemen temannya. Jadi kamu hanya bisa bertemu dengan Daniel hari ini.  Sebentar  lagi  juga dia datang.  Dia  akan  berbelanja lebih dahulu sebelum pulang untuk keperluan makan malam kita nanti," kata Mauro menjelaskan situasi di apartemen malam ini.

"Oh, oke," sahutku ringan.

"Lalu bagaimana dengan persiapanmu sendiri untuk pergi ke luar negeri, sudah beres semua? Oh ya, ke mana kamu pergi?" tanyaku.

"Spanyol. Ya, sudah sebagian besar, tapi masih ada beberapa hal yang perlu aku selesaikan, jadi sebentar lagi aku harus pergi keluar untuk mengurus semuanya," jelasnya. "Tidak apa-apa kan kalau kamu aku tinggal sendiri?"

"Tentu tidak. Aku toh sudah terbiasa dengan apartemen ini. Kalau kamu mau pergi sekarang, itu juga bukan masalah," jawabku. "Jangan sampai kedatanganku malah mengganggu kesibukanmu," tambahku lagi. 

"Baiklah, kalau begitu aku keluar sekarang saja ya, supaya urusanku bisa lebih cepat selesai. Kamu istirahatlah! Makan malam biar Daniel yang mengurus semuanya. Dia pandai memasak," katanya sambil bangkit dari duduknya.

"Oke, terima kasih.. Jadi aku bisa istirahat sekarang. Besok biar aku yang ganti memasak untuk kalian." kataku.

Mauro tersenyum. Tanpa basa basi lagi dia segera bergegas meninggalkan dapur.

"A stasera.."9) katanya sebelum berlalu.

"Ciao, a stasera!" balasku.

"Blam..!!" kudengar suara pintu apartemen yang menutup kembali dengan keras sesaat setelah Mauro keluar.

Tak berlama-lama, aku segera menggunakan waktu yang ada ini untuk mandi menyegarkan tubuhku dan kemudian beristirahat di dalam kamar. Sudah berhari-hari dalam minggu ini aku tidak memiliki waktu yang cukup  untuk  beristirahat dengan baik. Ujian-ujian akhir yang menegangkan, kesibukan mengemas barang dan membereskan apartemen, ditambah dengan acara-acara pesta perpisahan dengan teman-teman, semuanya begitu menyita waktuku, menguras energiku.

***______

 8Teman senegara/sebangsa

 9Sampai nanti malam!

Badanku sudah terasa lebih segar malam ini setelah beristirahat. Mauro sudah kembali ke apartemen dan mengajakku untuk segera makan malam.

Di ruang makan, kulihat makanan sudah siap semua tersedia di atas meja, dan di dekatnya tampak seorang pria yang sedang berdiri menanti kami.

"Sono Daniel,"10) kata pria tersebut sambil mengulurkan tangannya dan tersenyum hangat kepadaku  sesaat  setelah  Mauro  memperkenalkan  diri kami  satu  sama  lain.  Seorang pria berbadan tinggi langsing, berkulit putih pucat dengan bola mata kebiruan.  Aku yang sudah lebih dulu menyebutkan namaku, mengangguk kecil dan balas tersenyum kepadanya. Kulihat dia akan bicara lebih lanjut denganku, tapi belum lagi sempat dia melakukannya, tiba-tiba Mauro memotong dengan cepat, "Ayo kita makan sekarang!" katanya.  "Kita bisa mengobrol sembari makan! Aku sudah lapar sekali," lanjutnya masih dengan nada yang cepat.

Daniel tampak agak terkejut, tapi kemudian dia menjawab sambil tertawa, "Va bene, va bene.. Allora mangiamo!"11) katanya. Kami pun segera mengambil tempat di sekeliling meja menuruti kemauan Mauro yang sudah kelaparan. 

Ada beberapa jenis masakan di atas meja yang tampak menggugah selera dan memiliki tatanan yang menarik.

 "Buon  appetito!"12) kata Mauro, sebelum kami mulai menyantap makanan.

"Buon appetito!" sahutku berbarengan dengan Daniel.

"Semua ini dia yang memasaknya tadi," kata Mauro memberitahuku setelah menyelesaikan suapan pertamanya, sambil menunjuk ke arah di mana Daniel duduk dengan gerakan kepalanya.

"Oh ya..?! Hebat sekali!" kataku menanggapi. "Kamu bisa memasak banyak macam makanan dan menatanya dengan baik," tambahku.

Daniel menjawabnya hanya dengan sebuah senyuman. Sementara Mauro sudah kembali asyik melahap makanannya tanpa bicara lebih lanjut. Sepertinya energinya memang sudah terkuras habis hari ini hingga dirinya begitu kelaparan.

"Di dove sei?"13) tanyaku kemudian kepada Daniel, ingin mengetahui dari mana dia berasal.

 "Sono di Toronto."14) jawabnya.

"Sei canadese?"15) 

"S,"16) 

"Oh.. Saya pernah berkunjung ke negaramu dan juga ke kotamu," ujarku.   

"Oh ya?!" sahutnya terlihat sedikit terkejut.

"Cosa fai..? Ehh.. Cosa hai fatto l?"17)

"Saya hanya berlibur, mengunjungi beberapa kota di sana."

"Ohh.." dia mengangguk. "Kamu menyukainya?" tanyanya. "Maksud saya.. Kanada dan Toronto," sambungnya.

"Ya, hanya saja udaranya terlalu dingin untuk saya. Saya berkunjung pada bulan Desember waktu itu."

Daniel tertawa menanggapi jawabanku. 

"Ngomong-ngomong, masakan yang kamu buat ini enak sekali," komentarku memuji kelezatan masakannya yang sudah kurasakan sejak tadi.

"Terima kasih," jawabnya. Ia  mengangguk-angguk, terlihat senang.

"Benar kan, apa yang kubilang?!" tiba-tiba Mauro menyeletuk. Mungkin tenaganya sudah mulai terkumpul lagi setelah perutnya terisi, sehingga dia kembali ikut menimpali pembicaraan kami. 

"Kamu tahu?" katanya lagi.

"Apa?" tanyaku

"Dia seorang chef!" lanjutnya memberitahuku.

"Benarkah? Pantas saja masakanmu enak!!" sahutku sambil melihat ke arah Daniel.

"Kami tidak perlu repot lagi untuk urusan masak memasak di apartemen ini sejak dia datang." tambah Mauro. Daniel tertawa terkekeh.

"Ya, saya seorang chef. Sebelumnya saya bekerja di sebuah restoran Italia di Kanada." jelasnya.

"Oh, wow..!! dan di sini kamu juga bekerja sebagai chef?" tanyaku.

 "Itu harapan saya!" katanya cepat. "Saya sedang mencari pekerjaan di sini," jelasnya.

"Ho capito."18) tukasku sambil mengangguk-angguk.

 "Saya juga sedang belajar bahasa Italia sekarang. Kamu bisa lihat kan, bahasa Italia saya masih kacau." katanya diiringi tawa.

Kami masih melanjutkan obrolan setelah selesai makan malam. Daniel ternyata seorang chiacchierone.19) Semakin lama semakin banyak bicaranya, bahkan  lebih  banyak  daripada kami, dan tak peduli lagi dengan bahasa Italianya yang belum lancar benar, dia mencampur adukkannya dengan bahasa Inggris. Bahan pembicaraannya seakan tidak pernah ada habisnya.

***
Bersambung

________

10Saya Daniel

11Baiklah, baiklah.. Kalau begitu, ayo kita makan!

12Selamat makan!

 13Kamu berasal darimana?

 14Saya berasal dari Toronto.

 15Kamu orang Kanada?!

 16Ya

 17Apa yang kamu lakukan..? Ehh.. Apa yang kamu lakukan di sana saat itu?

18Saya mengerti

19Tukang ngobrol

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun