Mohon tunggu...
Akhmad Fourzan Arif Hadi P
Akhmad Fourzan Arif Hadi P Mohon Tunggu... Profesi saya sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten pada Kemendesa PDT

Saya adalah seorang pria disabilitas daksa yang memiliki kegemaran berkelana, berdiskusi, dan tentu saja ngopi di berbagai kedai formal (seminar, workshop, dan ruang-ruang diskusi lainnya) serta kedai non formal. Urusan menulis artikel tidak begitu mahir. Nama panggilan saya adalah ITONG.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aula Kopi Robusta 1 pun Ikut Melepas #KompasianaDESA

30 Mei 2025   17:29 Diperbarui: 30 Mei 2025   17:29 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bersama Sebelum Kami Berpisah (Sumber: Dokumen Pribadi)

Aku sempat menatap ke arah jendela aula. Langit mendung, seolah ikut berat hati. Aula Kopi Robusta 1 pun terasa mengerutkan dahinya. Ia tahu, ini mungkin kali terakhir aku berbicara di hadapannya, di hadapan warga desa yang selama ini jadi denyut nadi tugasku.

Sesi kedua usai menjelang sore. Aku bersalaman dengan banyak peserta. Beberapa menepuk bahuku, beberapa tersenyum penuh makna, beberapa bahkan berkata, "Sampai jumpa lagi, Mas." Tapi aku tahu, ini bukan sekadar sampai jumpa. Ini adalah bab yang ditutup dengan penuh kehormatan.

Setelah kata-kata pamungkas selesai kusampaikan dan suara laptop pun menghela napas lega karena tak lagi dibebani tugas menampilkan slide demi slide, ruang aula seperti menahan napas sejenak. Lalu, ia menyeruput kehangatan suasana yang tercipta saat sesi foto bersama dimulai. Sebuah ritual diam-diam yang diamini dinding-dinding tua sebagai penanda akhir sebuah masa.

Aku berdiri di antara rekan-rekan seperjalanan, wajah mereka menyusun mozaik kenangan yang selama ini kupeluk dalam diam. Di sisi kanan, Andiono Putra---Koordinator TAPM Kabupaten Bondowoso---menyodorkan empat bungkus kopi robusta 250 gram, seperti hendak membungkus ingatan dalam aroma yang tak akan mudah pudar. "Ini oleh-oleh dari Bondowoso, bukan sekadar kopi. Ini cara kami menitipkan rindu," katanya sambil tersenyum. Kopi itu seperti ikut bicara, "Kalau nanti rindu, seduh saja aku."

Di sebelah kiri, Kahfi Hasan Alfi berdiri dengan senyum hangat. Ia adalah PIC Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih---sosok muda ulet, yang diam-diam telah membuat semangat gotong royong di desa-desa kembali menemukan nadinya. Tak jauh darinya, Ennik Yudhayanti, S.T., sahabat seperjalanan sekaligus PIC Sarana Prasarana, memandangku dengan mata yang menyimpan haru. Ia tak perlu berkata-kata karena kami telah cukup lama saling memahami lewat kerja, tawa, dan isyarat sederhana.

Kehangatan semakin melingkar saat para Pendamping Desa dari Kecamatan Tenggarang, Pujer, Wonosari, Curahdami, Sukosari, serta Pendamping Lokal Desa dari Grujugan dan Kecamatan Bondowoso ikut merapat dalam bingkai. Beberapa tangan menggenggam bahu, beberapa tersenyum lebar, dan sisanya hanya diam namun penuh makna. Kamera pun menekan tombolnya, menangkap bukan sekadar gambar, tetapi getar hati, ikatan yang telah dibangun dalam diam dan kerja-kerja nyata.

Aula Kopi Robusta 1 bergetar pelan, seolah ikut menunduk hormat pada momen itu. Ia tahu, inilah upacara perpisahan tanpa podium megah, tanpa karangan bunga, namun dengan ketulusan yang menyelubungi setiap sudut ruangan.

Di lobi, saat bersiap pulang, aku disambut salah satu pejabat BAPPEDA Kabupaten Bondowoso bernama Tinggal Sih Pamular, S.T., M.Si. Setelah bercakap sejenak, aku pun melanjutkan langkah menuju pintu keluar. Lantai aula, tangga, ruang lobi, dan jalur rump yang basah itu seperti mengucapkan, "Terima kasih telah menjadi bagian dari kisah kami." Dan aku pun membalas dalam hati, "Terima kasih telah mengizinkanku menjadi bagian dari sejarah desa-desa Bondowoso."

Kini tugasku berpindah ke Kabupaten Jember, tanah kelahiran yang kini juga menjadi ladang pengabdian. Tapi Bondowoso akan tetap menjadi paragraf penting dalam buku kehidupanku. Tempat di mana aku tumbuh sebagai pendamping, tempat di mana semangat pemberdayaan mengakar kuat dalam kenangan.

Dan Aula Kopi Robusta 1, dengan segala diamnya yang penuh makna, kini telah menjadi rumah kenangan. Rumah yang tak akan pernah kuhapus dari catatan sejarah perjalananku.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun