Mohon tunggu...
Flutterdust
Flutterdust Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muhammad Fa'iq Rusydi - Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Kecil Bergerak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Harimau yang Kelaparan

6 Desember 2021   20:50 Diperbarui: 21 April 2023   05:02 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Dubrakk.. Aku terjatuh, ternyata yang tadi hanya mimpi. Kurang ajar betul alarm yang berdering di meja samping tempat tidur hingga menggelincirkan tubuhku. Sesegera mungkin Aku bangkit, walau tak bisa secepat mungkin suatu nggrundel di hati ini kuhentikan. Setelah bangun,  Aku mengambil handuk untuk mandi. Setelah mandi, Aku makan. 

Dan setelah makan, Aku berseragam. Kurang lebih selama 6 hari berturut-turut di hampir jam yang sama, kegiatanku cuma begitu-begitu saja. Sekedar menyiapkan persiapan sebelum berangkat ke Sekolah. Cukup membosankan dan sebenarnya memang betul membosankan.

Namun karena selalu ada momen yang berbeda di setiap pertemuan, terutama hal konyol yang pernah kusaksikan, kegiatan paralel yang membosankan seperti itu tak menjadi masalah serius dan perhatian lebih bagiku. 

Beberapa hal konyol yang pernah kulalui di antaranya adalah ketika membicarakan hal yang tak sepatutnya dibicarakan, seperti ngrasani guru yang hari ini terlambat kemudian besoknya memarahi siswa yang terlambat, melarang pakai celana pensil dan baju ketat tetapi seragamnya press-body, melarang sekaligus menyita rokok siswa kemudian menyedotnya ijen.

"Ah.. Yang penting Aku bisa makan, main, dan minum" Celetukku saat berjalan.

"Apa? Minum?" Sentak Pak Onsu, yang tak kusadari berada dibelakangku.

"Iyah pak, ada yang salah?"

"Salah besar! Itu haram lee.."

"Masa sehabis makan ndak minum? Ya bisa mati kesedak Saya Pak"

"Oo.. Minum itu, kalo itu iyah bagus."

Pak Onsu kemudian pergi. Kulanjutkan kembali perjalananku menuju kelas. Ternyata memang benar kata teman-teman, Pak Onsu seperti hantu. Datang tak diundang, pergi tak bilang-bilang. Gelagatnya selalu menerkam bagai harimau yang kelaparan, tak henti-hentinya memberi pertanyaan atau pernyataan yang menempatkan siswa diujung meja persidangan.

Yang Aku tahu, Harimau itu cenderung lebih berkharisma, berwibawa dan bermartabat dibanding Serigala. Harimau bekerja keras untuk mencari makananya sendiri dan menjalani kehidupanya mandiri tanpa harus mengkambinghitamkan teman, melupakan anak didiknya dan menggantungkan secara  berlebihan nasibnya kepada sekawanan. Mungkin karena sudah lama kelaparan, istrinya rewel atau tanggung jawab yang menumpuk, menyebabkan perubahan dalam psikis dan sikapnya.

Mungkin Aku terlalu naif atau mungkin terlalu bebas berpendapat, bisa saja Aku terlalu praktis menilai suatu hal dengan kapasitas berfikir yang belum melampaui ijazah S1. Selama ini yang Aku tahu, siswa seringkali dijadikan komoditas dan lahan modal nilai kerja pendidik. 

Citra dan poin mereka akan naik di mata atasanya atau mungkin perhatian atasnya akan lebih kepada mereka, jika mereka berhasil membimbing siswanya menjadi penurut kemudian berprestasi, atau melaporkan siswanya yang nakal dan mengeluarkanya agar tak jadi beban tanggungan instansi. Mungkin karena itu, siswa yang lebih cerdas cenderung dibangga-banggakan dan diakui keberadaanya.

Selain sebab alasan di atas, kurangnya komunikasi yang luas karena terlalu membesarkan masalah batasan mungkin termasuk salah satu penyebabnya. Terlalu menjaga atau membanggakan pangkat dan marwahnya, padahal sudah barang jelas ruang lingkup keduanya berbeda. 

Harimau tidak akan kehilangan marwahnya meskipun berkumpul dengan Singa, Banteng, Lumba-lumba, ataupun Ayam. Sedangkan pangkat hanya jabatan dalam sekawananya, entah menjadi jendral utama, ahli taktik, penasehat, atau penghibur. Kedudukan marwah juga lebih tinggi daripada sekedar pangkat.

Meskipun bisa saja siswa yang terlalu akrab akan merasa sok akrab, sampai tidak menjaga bahkan mungkin menghilangkan sikap unggah-ungguhnya. Akan tetapi sebagai seorang pendidik yang notabenenya lebih punya banyak pengalaman dan pelajaran, itu tak akan jadi soal yang sulit. 

Pendidik bisa saja mengatur strategi atau menurunkan langsung pedoman kepada siswanya tentang bagaimana cara berjalan bersama, untuk kebaikan bersama. *Tettt... bel berbunyi, Aku masih santai berjalan. Menggelengkan leher dan menaikan pundak sedikit, kemudian menurunkanya kembali untuk meregangkan kekakuan.

-Ditulis waktu kalian masih jomblo dan seneng sambat, 27.09.2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun