Mohon tunggu...
Heli Resti
Heli Resti Mohon Tunggu... rakyat biasa

Sekeping kisah melintas waktu dan ruang. Setiap kata dipilih, dimakna dan dirasa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meta Kartini: Ketika Terang Sudah Biasa

23 April 2025   14:39 Diperbarui: 23 April 2025   14:39 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap 21 April, kita kembali menyelami warisan Raden Ajeng Kartini. Lantunan puisi, kebaya anggun, dan pesan "Habis Gelap Terbitlah Terang" seolah menjadi ritual tahunan. Namun, mari kita jujur, di era serba terhubung dan berpengetahuan ini, bukankah "terang" itu sendiri sudah menjadi sesuatu yang relatif biasa? Akses pendidikan, kebebasan berpendapat, dan partisipasi perempuan di berbagai sektor, meski belum sempurna, telah jauh melampaui mimpi-mimpi Kartini di masanya.

Ironisnya, di tengah "terang" yang kian merata, kita juga menyaksikan paradoks. Ada "Kartini" lain yang justru memilih jalan kegelapan, terjerat dalam pusaran fraud dan praktik koruptif. Mereka bukan hanya mengkhianati semangat emansipasi, tetapi juga merusak kepercayaan dan menghambat kemajuan. Rantai "Kartini" yang demikian jelas harus kita putus.

Lantas, di era ketika "terang" sudah menjadi bagian dari kebutuhan ataupun lanskap sosial, apa yang seharusnya menjadi fokus perjuangan perempuan masa kini? Jawabannya terletak pada kata "meta" itu sendiri, yaitu melampaui. Meta Kartini adalah representasi perempuan yang tidak hanya menikmati "terang" sebagai hak, tetapi juga mampu memancarkan cahaya tersebut dengan dampak dan kontribusi yang jauh lebih besar dan melampaui batas-batas konvensional.

Meta Kartini tidak lagi sekadar berjuang untuk mendapatkan tempat, tetapi mengisi ruang-ruang itu dengan gagasan inovatif, kepemimpinan transformatif, dan solusi nyata bagi permasalahan kompleks zaman ini. Ia adalah perempuan yang adaptif terhadap perubahan teknologi, memiliki kesadaran global, dan mampu memanfaatkan platform digital untuk menyuarakan perubahan dan memberdayakan sesama.

Bayangkan seorang Meta Kartini yang tidak hanya melek digital, tetapi juga menciptakan platform edukasi inklusif bagi anak-anak di pelosok negeri. Ia tidak hanya memiliki gelar sarjana, tetapi juga membangun bisnis berkelanjutan yang memberdayakan komunitas lokal. Ia tidak hanya lantang bersuara di media sosial, tetapi juga mengorganisir gerakan nyata untuk mengatasi isu lingkungan. Ia tidak hanya mengisi media sosial dengan joged dan joke saja. Ia tidak hanya menebar gosip, tetapi menciptakan senyum.

Tuntutan zaman ini bukan lagi sekadar menyalakan lampu. Lampu sudah menyala di banyak sudut. Pertanyaannya adalah, seberapa jauh nyala lampu kita mampu menerangi sekitarnya? Seberapa besar dampak yang kita ciptakan dengan "terang" yang kita miliki? Menjadi Meta Kartini berarti berani melangkah lebih jauh dari zona nyaman, menggunakan kelebihan dan potensi diri untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan.  

Lebih dari itu, hadirnya Meta Kartini akan menjadi inspirasi dan membuka jalan bagi Kartini-Kartini terang lainnya. Ketika kita mampu melampaui batas dan memberikan dampak nyata, kita secara tidak langsung menularkan semangat yang sama kepada generasi perempuan berikutnya.

Hari Kartini bukan lagi sekadar mengenang perjuangan masa lalu, tetapi juga memacu diri untuk menjadi agen perubahan masa kini. Di era ketika "terang" sudah biasa, mari kita definisikan kembali makna emansipasi dengan menjadi Meta Kartini: perempuan yang tidak hanya bercahaya, tetapi juga mampu menerangi jalan bagi banyak orang, sekaligus menjadi garda terdepan dalam memutus rantai kegelapan. Mana Meta Kartinimu? Inilah saatnya untuk tidak hanya sekadar "terang", tetapi bersinar melampaui batas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun