Mohon tunggu...
fahmi karim
fahmi karim Mohon Tunggu... Teknisi - Suka jalan-jalan

Another world is possible

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Squid Game; Seni Mempermainkan Hidup

6 Oktober 2021   11:41 Diperbarui: 6 Oktober 2021   12:59 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerinduan pada hal yang telah lampau dalam film Squid Game adalah cerita anak-anak. Dan film ini dimulai dari sini. Inti dari cerita; perkawanan dan permainan.

Hidup seperti masa kecil, memainkan segala rupa. Dan poin pentingnya: dunia anak-anak adalah dunia yang sekaligus tubuh yang terkait dengan lingkungan.

Dunia anak-anak bukanlah dunia yang sendiri-sendiri. Dunia anak-anak adalah dunia yang ada bersama orang lain. Bahwa orang lain, atau masyarakat, atau lingkungannya adalah rumah bagi diri anak-anak. Anak-anak selalu berpikir dalam kerangka dunia yang sedang ditinggalinya.

Novel, kata Luckas, adalah satu karya sastra yang lahir akibat tercerabutnya kesatuan antara manusia dan dunia, antara manusia dan lingkungannya.

Masyarakat Yunani Antik adalah masyarakat yang menyatu dengan dunia sekitarnya. Orang-orang era Yunani Antik sulit berpikir, atau berfilsafat, di luar kerangka polis. Inilah yang disebut sebagai "kemenyeluruhan" (totality).

Dalam kondisi kemenyeluruhan ini, masyarakat dianggap sebagai "rumah" bagi diri sendiri: kerasan dengan diri, kerasan dengan lingkungan sekitar.

Namun, saat berkembang kehidupan manusia, dengan silang kepentingan, terutama di masyarakat modern, kemenyeluruhan itu lenyap. Manusia modern menjadi sendiri-sendiri, tidak menganggap dunia bagian dari dirinya dan dunia adalah dirinya. Inilah genre novel: penemuan diri sebagai individu.

Jadi masyarakat modern adalah masyarakat yang tak berumah. Masyarakat yang seperti ingin dewasa dan meninggalkan inti dari kehidupan anak-anak.

Ketiga, dan ini yang selalu ditampilkan dalam setiap episode, dan diperkuat oleh episode sembilan; sadisme: menikmati kekerasan, atau malah bermain-main dengan kematian pada tubuh manusia yang, dalam film, adalah orang-orang malang tak berdaya; jelatais cum hamba-sahaya.

Saya teringat dengan Marquis de Sade. Seorang filsuf yang melancarkan peluru kritik pada moralitas agama, mencengkram orang-orang yang hidup pada masa itu. Terkenal dengan violence sex: semakin tidak wajar dalam melakukan sex, misalnya dengan mencekik atau memukul, maka semakin memberi kenikmatan pribadi.

Bagi de Sade, kehidupan manusia itu pada dasarnya adalah anarkis dan tidak adil; dalam keadaan jahat. Inilah tatanan hidup manusia yang alamiah. Manusia seperti de Sade berusaha mengejar kenikmatan (sense pleasure), bagaimanapun caranya. Dan baginya kenikmatan itu identik dengan penyimpangan dan kejahatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun