Mohon tunggu...
Sigit Santoso
Sigit Santoso Mohon Tunggu... Administrasi - Peduli bangsa itu wajib

fair play, suka belajar dan berbagi pengalaman http://fixshine.wordpress.com https://www.facebook.com/coretansigit/

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Politik BBM

11 Oktober 2018   22:11 Diperbarui: 11 Oktober 2018   22:52 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi tunda BBM premium naik (gambar dari sindonews)

Baru se-jam setelah ditetapkan BBM Premium naik .. eh dibatalkan kenaikannya oleh Presiden Joko Widodo.

"Sesuai arahan Bapak Presiden rencana kenaikan harga Premium di Jamali  menjadi Rp 7.000 dan di luar Jamali menjadi Rp 6.900, secepatnya pukul  18.00 hari ini, agar ditunda," kata Menteri ESDM Ignasius Jonan yang terpaksa menjilat ludahnya sendiri.

Seharusnya banyak yang lega, karena BBM Premium naiknya ditunda terutama bagi pelaku usaha dan kaum ekonomi lemah. Namun, karena ini tahun politik. Kebaikan hati Pak Presiden yang merakyat ini masih saja bisa disikapi negatif. Maju memberatkan dunia usaha dan perekonomian yang sedang tertekan, mundur dinyinyirin karena dibilang plin plan, dan tidak ada koordinasi.

Dengan latar belakang melemahnya rupiah sampai di atas batas psikologis Rp 15.000 memang wajar-wajar saja, negara yang sudah jadi pengimpor minyak ini untuk menaikkan harga. Kalau tidak ya beban Pertamina menanggung rugi, dan besaran subsidi yang menggerus APBN juga akan semakin mengancam.

Maka bahasa yang dipakai adalah menunda, bukan membatalkan. Pertamina dan seluruh SPBU di Indonesia siap ya jalan.

Ada drama seakan-akan ada tarik ulur. Ya jadi kritik saja. Toh, ketika Pak Presiden bertitah tunda, ya kenaikan harga premium ya tidak akan terjadi dulu.

Jokowi takut menaikkan harga BBM karena mau pilpres. Ya narasi seperti ini memang terdengar masuk akal. Namun alasan seperti itu jelas tak cerdas. Karena apa ? Orang pintar semua pakai ukuran. Bukan bawa perasaan emosi semata. 

Para pembantu Jokowi tak bisa kerja tidak ada yang bisa dipegang omongannya. Justru itulah Presiden yang mengerti sense of crisis. Presiden langsung memberi arahan, di keputusan-keputusan sulit. Dia tak lari bahkan di depan sebelumnya para pembantunya dihajar politisi oportunis.

Hater Jokowi justru sedang kehilangan momen menyerang karena premium tak jadi naik harga. Hanya bisa gembar gembor dollar Rp 15.000 tapi sepertinya isunya mandul karena antrian belanja diskon di mall masih lebih panjang dari sekedar antrian bbm. 

Jokowi tidak baca "what I sign", ini lebih menggelikan sebagai fiksi. Karena itulah gunanya orang kepercayaan. Kalau masih salah ya itulah gunanya kritik. Artinya, seorang presiden yang harus membaca dan tanda tangan saja, ya dia bukan Presiden. Yang masih ngeyel,mungkin standar normanya tinggi, tapi jelas tidak mengerti bagaimana cara berorganisasi dan berjalannya lembaga kepresidenan.

Nah, apakah ada harapan ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun