Mohon tunggu...
Fitri Riyanto
Fitri Riyanto Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana MSI UII Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Diskursus Zakat dan Pajak di Indonesia

13 Januari 2018   15:52 Diperbarui: 13 Januari 2018   15:57 2834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seseorang harus menjadi manusia bebas sebelum disyaratkan untuk membayar zakat. Karena itu, seorang budak atau tawanan tidak diharuskan membayar zakat bila ia dianggap tidak memiliki sesuatu harta.

Secara etimologi, pajak dalam dalam bahasa Arab disebut dengan istilah Dharibah, yang artinya: mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan atau membebankan. Dalam Al Qur'an kata dengan akar da-ra-ba, terdapat beberapa ayat, antara lain pada Al Qur'an Surat Al Baqaroh ayat 6 yang artinya lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan. 

Secara bahasa, dharibahdalam penggunaannya memang mempunyai banyak arti, namun para ulama memakai ungkapan dharibah untuk menyebut harta yang dipungut sebagai kewajiban.[3] Menurtu ulama Abdul Qadim Zallum yang memberikan definisi tentang pajak dalam kitabnya Al-Amwal fi Daulah al khilafah ringkasnya pajak adalah harta yang diwajibkan Allah SWT kepada kaum muslim untuk membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan atas mereka, pada kondisi baitul mal tidak ada uang atau harta.

Diskursus Pajak dan Zakat Dalam Konteks Kekinian

Kajian zakat dan pajak sebagai sistem distribusi, memperoleh porsi yang besar dalam sistem ekonomi Islam. Sumber-sumber yang sebenarnya cukup untuk kebutuhan pokok seluruh pendudukn dunia, namun karena tidak benarnya sistem pendistribusian, telah menyebabkan kesenjangan yang luar biasa di antara penduduk bumi, terutama antara negara maju dan negara dunia ketiga, yang ironisnya mayoritas terdiri dari negara-negeri Islam. 

Sebagai contoh bukti kutipan berikut : "Sejak tahun 1994 -- 1998, nilai kekayaan bersih 200 orang terkaya di dunia bertambah dari 40 miliar dola AS menjadi lebih dari 1 triliun dolar AS; Aset tiga orang terkaya di dunia lebih besar dari GNP 48 negara terbelakang; Seperlima (1/5) orang terkaya didunia menonsumsi 48 % semua barang dan jasa; 1/5 orang termiskin dunia hanya mengonsumsi kurang dari 1 % saja (The United Nations Human Development report, 1999). 

Di sinilah peran negara, yang dalam pandangan ekonmi Islam, wajib melakukan pendistribusian kekayaan ini dengan mekanisme tertentu yang sesua dengan prinsip syariat Islam sehingga setiap orang terpenuhi kebutuahan pokoknya.

Zakat temasuk dalam kelompok sedekah dalam sumber-sumber pendapatan negara. Sedekah terbagi atas sedekah wajib yaitu zakat dan sedekah sunah yaitu infak. Sedangkan pajak merupakan hasil ijtihad para ulama, yang awalnya adalah sejenis infaq (hukumnya sunah), yang dapat diwajibakan oleh ulil amri masa tertentu, untuk tujuan tertentu. 

Pajak akan dihapus, bila sumber pendapatan primer seperti zakat dan lain-lain sudah memenuhi kebutuhan negara. Tujuan dibalik kegiatan perpajakan di negara Muslim adalah satu dan sama yaitu didorong untuk menciptakan kesehjateraan umat. 

Dalam Islam, tidak ada suatu kegiatan apa pun yang lepas dari bingakai ibadah, karena seluruh pekerjaan, aktivitas, pembayaran, dan apa saja yang dilakukan mengacu kepada perintah Allah SWT.

Kewajiban pajak (dharibah) ini tidak dibebankan kepada non-Muslim, dimana mereka tidak akan bersedia membela daulah (negara) yang tidak diyakininya sebagai sebuah kebenaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun