Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jalan Panjang Perlindungan Anak dari Kekerasan Seksual dalam Regulasi

18 Oktober 2021   22:14 Diperbarui: 18 Oktober 2021   22:18 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, jagat Twitter heboh lantaran warganet ramai membahas dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandung terhadap ketiga putri kandungnya, Kasus yang terjadi pada tahun 2019 lalu di Luwu Timur, Sulawesi Selatan itu kembali ramai diperbincangkan lantaran sebuah situs (projectmultatuli.org) merilis laporan kasus tersebut dengan judul "Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor Polisi, Polisi Menghentikan Penyidikan."

Kabar ini juga memancing reaksi istana. Deputi V Bidang Politik, Hukum, Hankam, HAM, dan Antikorupsi, Jaleswari Pramodhawarni menyampaikan keprihatinannya pada hari Jumat (8/10/2021). "Perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak (merupakan) tindakan yang sangat serius dan keji. Tindakan tersebut tidak bisa diterima oleh akal budi dan nurani kemanusiaan kita. Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karena itu pelakunya harus dihukum berat," tegasnya.(kompas.com, 9/10/2021)

Hingga hari ini, kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak masih kerap terjadi. Padahal, kesadaran tentang perlindungan anak sudah tumbuh di berbagai negara sejak puluhan tahun yang lalu. Pada tanggal 20 November 1989, Majelis Umum PBB telah mengesahkan Konvensi Hak Anak. Hari bersejarah itu kemudian disahkan sebagai Hari Anak Sedunia. Pemerintah Indonesia turut menandatangani konvensi tersebut pada tanggal 26 Januari 1990 dan meratifikasinya pada tanggal 5 September 1990 melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990.

Bila dikaitkan dengan UUD Negara R.I., penandatanganan dan ratifikasi ini selaras dengan bunyi pasal 28B ayat (2) yang berbunyi: "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi." Hingga saat ini, semangat perlindungan anak dari kekerasan seksual masih terus digaungkan dan telah dituangkan dalam berbagai regulasi di Tanah Air.

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Regulasi terkait perlindungan anak yang pertama kali ditetapkan di Indonesia adalah UU 23/2002. Adapun yang dimaksud perlindungan anak dalam UU ini adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Dalam UU ini, perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Bila dikaitkan dengan kekerasan seksual terhadap anak, maka hal yang perlu digarisbawahi dalam UU ini adalah bahwa setiap anak yang menjadi korban berhak dirahasiakan dan berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Anak korban kekerasan seksual mendapat perlindungan khusus yang meliputi: a) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan b) dan pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.

Menurut UU ini, setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan. Pasal 81 dalam UU 23/2002 berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)."

Selain itu, dalam Pasal 82 dikatakan: "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun