" Alah gak usah, pakai aja. Belanjaannya banyak banget, dijual lagi?"
" Oh enggak Bu, mumpung ada waktu belanja, nyicil . Buat isi lemari es."
" Alhamdulullah. Ikut seneng melihatnya."
Dia memandangku dengan  senyumnya yang iklas dan penuh kesabaran. Subhanallah, aku benar-benar merasakan ketulusannya. Sedikit pun tak ada kesan tak enak apalagi iri. Berbeda dengan kebanyakan ibu-ibu yang suka berkomentar. Bahkan kadang jadi bahan pergunjingan ketika tetangganya bisa membeli barang.
 Tiba-tiba terdengar suara tangisan dari warung kecil itu. Ibu itu bergegas meninggalkanku. Tak berapa lama dia muncul kembali sembari menggendong anak kecil berusia dua tahun.
" Cucunya Bu?" Dia hanya mengangguk.
Sambil merapikan barang dagangannya, Bu Tinah bercerita bahwa dia hidup berdua dengan suaminya yang sakit-sakitan. Setahun yang lalu , anak perempuan satu-satunya tlah menghadap Illahi karena sakit. Dia meninggalkan seorang anak usia satu tahun.
Menantunya tidak pernah lagi menegok anaknya. Penghasilan Bu Tinah hanya didapat dari hasil jualan makanan kecil. Namun beliau tampak iklas menjalaninya.
" Ibu bersyukur masih diberi rejeki oleh Allah, meskipun terkadang tidak cukup untuk makan bertiga. Alhamdulillah kondisi seperti  ini justru mendorong kami lebih dekat dengan Allah. Mendorong kami makin iklas berpuasa daud di luar Ramadhan. Yang terpenting cucu kami bisa makan. Yah,  kami hanya mencari ridho Allah Mbak. Apalah arti bahagia dunia ini Mbak, bila kita bandingkan dengan Jannah-Nya. "
Aku tersentak. Benar-benar sebuah belati telak menghujam di jantungku. Aku tak mampu mengangkat muka di hadapannya. Keiklasan dan kesabaran Bu Tinah menjalani peliknya hidup ini sungguh luar biasa. Aku yang tiap hari berkecukupan saja selalu bingung menentukan menu  di bulan Ramadhan ini.
Namun yang terjadi padanya, jangankan memilih menu berganti,  persediaan makan untuk hari ini  saja tak ada apalagi  esok. Aku malu pada diriku sendiri. Betapa aku tidak pandai bersyukur selama ini. Allah telah memberikan kelonggaran rejeki, namun terkadang masih merasa kurang.