Timbangan Palsu
(Keadilan yang Tak Pernah Buta, Hanya Pilih-Pilih)
Di negeri ini,
timbangan bukan lagi alat ukur,
melainkan panggung,
tempat keadilan mengenakan kostum dan skrip.
Ia tak buta
ia melihat, memilih, memilah.
Melek saat rakyat kecil menumpuk duka,
rabun saat kuasa menumpuk dosa.
Pedagang di pasar ditagih dengan suara keras,
sementara pencuri berdasi
disambut senyum kamera dan bunga meja sidang.
Ibu penjual sayur menyimpan struk pajak
di bawah timbunan utang dan keresahan.
Sedang pengemplang besar
menyimpan surat bebas dalam lemari kaca.
Timbangan itu palsu,
bukan karena rusak,
tapi karena sengaja dimiringkan
oleh tangan-tangan tak terlihat
yang gemar memetik dari akar,
namun membiarkan pohon besar merajalela.
Kami, yang di bawah,
selalu diminta taat,
selalu dituntut patuh,
padahal keadilan
tak pernah benar-benar mengunjungi kami.
Bukan kami tak mau bayar,
tapi izinkan kami bertanya:
apakah keadilan di negeri ini
masih dijual di harga yang sama untuk semua?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI