Mohon tunggu...
Firza Maulana
Firza Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Komunikasi

Whoever controls the media, This means they control the mind.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Shopping; antara Self Reward dan Pelarian Emosional

8 Mei 2025   16:21 Diperbarui: 9 Mei 2025   19:14 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saila Zarfarina - Mahasiswa Psikologu, Fakultas  Psikologi, UIN Ar-Raniry (Kompasiana.com)

Zaman sekarang, belanja itu udah bukan cuma soal beli barang yang dibutuhkan. Banyak orang yang belanja bukan karena butuh, tetapi sekarang belanja sudah jadi cara mengekspresikan diri, menunjukkan selera bahwa gaya hidup.

Di era digital seperti sekarang, dimana hampir semua hal bisa di lakukan melalui layar ponsel,  belanja secara online juga telah menjadi aktivitas yang begitu mudah dan cepat.
Kita sering membenarkan kebiasaan ini dengan istilah yang sedang populer yaitu Self Reward. 

Self-reward adalah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri setelah mencapai suatu pencapaian. Dalam konteks ini, belanja bisa memotivasi dan menumbuhkan self-worth. Misalnya setelah selesai mengghadapi minggu yang melelahkan, stres karena tugas atau bahkan ada yang menangis semalaman, banyak dari kita sekarang memilih belanja sebagai bentuk "menghibur diri". Tidak salah, memang. Memberikan hadiah kepada diri sendiri adalah bentuk Self love yang sah. Tapi, jika terlalu sering dijadikan sebagai pelarian emosional, shopping bisa berubah dari suatu yang menyenangkan menjadi sesuatu yang merugikan.

Belanja jadi pelarian emosional yang tidak disadari

Tanpa disadari, banyak orang yang menjadikan belanja sebagai pengganti dari kebutuhan emosional yang belum terpenuhi. 

Ketika kita lagi sedih? buka Shoppee. Lagi cemas? cek keranjang. Lagi Lelah? cari diskon. Lama kelamaan kita tidak tahu apa yang sedang kita rasakan, dikarenakan semua ditutupi oleh rasa senang saat membeli barang.

Efek senang memang ada, dopamin yang di lepas oleh otak saat checkout terasa seperti pereda stres instan. Tapi sayangnya, itu tidak bertahan lama, hanya bersifat sementara. Yang datang berikutnya adalah rasa kosong lagi, dan akhirnya siklus itu terulang kembali : stres- belanja- senang- sebentar- kosong- belanja lagi. Maka akan kejadian begitu seterusnya jika dijadikan belanja sebagai pelarian dari emosional.

Pengaruh Media Sosial: FOMO dan Tekanan Gaya Hidup

Salah satu pemicu terbesar pola belanja yang impulsif di era sekarang adalah media sosial. 

TikTok, Instagram, dan YouTube membanjiri kita dengan konten haul, review produk, atau gaya hidup yang terlihat 'sempurna'. Tidak jarang, kita membeli bukan karena butuh, tapi karena takut ketinggalan tren. Fear of missing out alias FOMO ini menciptakan tekanan yang membuat kita merasa harus selalu punya yang terbaru agar tetap relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun