Mohon tunggu...
Firman Fadilah
Firman Fadilah Mohon Tunggu... Lainnya - Simple man with a simple love.

Never give up!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Penari Ular

17 Juni 2022   04:21 Diperbarui: 17 Juni 2022   04:25 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fikar kerap ikut ayahnya bermain-main dengan ular di dekat kuil. Setelah beribadah, biasanya orang-orang duduk sebelum pada akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Pada saat itu, Ranjit meniup pungi, kemudian ular akan menari. Namun, entah kemalangan apa yang menimpa Ranjit hari itu.

Ularnya enggan menari. Ia diam saja dalam wujud badannya yang melingkar dalam keranjang rotan. Sementara itu, Ranjit tetap meniup pungi. Ularnya masih saja diam. Orang yang tak sabar menunggu, lantas membalikkan badan. Moodnya hilang. 

"Ular sialan!" pekiknya lantang. 

Tersirat wajah kecewa melihat pengunjung berhamburan. Mendadak Fikar berdiri. Sebagai penyayang ular, juga ayahnya, ia harus berbuat sesuatu sebab ada makanan yang harus dibeli untuk keluarganya. Para pengunjung tak boleh pergi sebelum meninggalkan sekeping koin. 

Fikar memunggungi ayahnya, kemudian ia menari, terus menari hingga seseorang tak sengaja melihat tariannya yang lucu dan buas, mirip seperti tarian ular. Tariannya membuat orang-orang terkesima. Dari kerling mata, tangan yang menggelombang ke langit, dan kaki yang dihentak-hentakkan. Fikar berhasil mencuri perhatian. Tepuk tangan bergemuruh. 

Ranjit terkesiap. Entah dari mana anaknya belajar menari seindah itu. Tarian yang mendatangkan berkeping-keping koin. Pengunjung makin banyak seolah mereka tak pernah melihat tarian indah yang ditampilkan oleh seorang anak laki-laki. Namun, di India, semua orang menari. Menari adalah seni. Menari adalah aktualisasi diri. Maka Ranjit terus meniup punginya dan Fikar dengan gemulai tetap menari.

Mereka mendapat uang yang cukup banyak waktu itu. Maka timbul suatu ide. 

"Bagaimana jika esok kau menari lagi?" tawar Ranjit.

Fikar tak menolak. Di kamarnya, ia berlatih tari. Di hadapan sebuah cermin besar, Fikar menggoyangkan pinggulnya. Tangannya ia kerucutkan ke atas, menirukan gerakan ular. Sejurus kemudian, ia berhenti. Seperti ada yang kurang. Ah, tentu saja. Ia adalah penari ular. 

Seharusnya, ia menari bersama ular piaraannya. Ia keluarkan ular-ular dalam keranjang. Dililitkannya ular itu di leher, pinggul, dan lengan, kemudian ia menari lagi. Beberapa waktu kemudian, ia berhenti lagi. Terasa ada yang kurang. Ah, tentu saja. 

Seorang penari harus memakai perhiasan. Fikar mencari kain sari dan beberapa gelang di lemari ibunya. Ia juga membubuhkan sedikit riasan di wajahnya. Lalu, ia menari lagi. Tampaklah dirinya seperti penari ular sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun