Sistem presidensial yang sehat menuntut adanya oposisi yang konstruktif. Namun di Indonesia, oposisi sering kali dilemahkan, dirangkul, atau dibeli. Koalisi pelangi yang mencakup hampir seluruh partai di parlemen bukanlah pertanda stabilitas, tetapi sinyal matinya mekanisme kontrol politik. Praktik bagi-bagi kursi menteri atau posisi strategis lainnya kepada oposisi hanya mempertebal kesan bahwa politik Indonesia dijalankan bukan berdasarkan prinsip, melainkan kepentingan jangka pendek.
Di sisi lain, partisipasi publik dan kontrol masyarakat sipil terhadap proses pengambilan keputusan negara juga belum konsisten. Gerakan sipil yang kuat sempat muncul dalam berbagai momentum, seperti aksi menolak RUU KUHP atau revisi UU KPK, namun sering kali kalah oleh kecepatan dan kekompakan elite dalam mengonsolidasikan kekuasaan.
Penutup: Harapan yang Perlu Disemai Ulang
Apakah prinsip check and balances sepenuhnya gagal di Indonesia? Tidak. Tapi ia berjalan pincang, terhambat oleh kooptasi politik, lembaga yang tidak independen, dan budaya kekuasaan yang belum dewasa secara demokratis. Upaya memperbaiki keadaan tidak cukup hanya dengan reformasi regulasi, tetapi juga menuntut keberanian politik, konsistensi penegakan hukum, serta partisipasi publik yang berkelanjutan.
Demokrasi tanpa pengawasan adalah demokrasi yang rapuh. Ketika kekuasaan tidak diawasi, maka rakyat akan selalu berada dalam risiko menjadi korban dari kebijakan yang tidak adil. Prinsip check and balances bukan sekadar idealisme konstitusional, melainkan fondasi nyata bagi kehidupan bernegara yang sehat dan beradab. Indonesia belum terlambat untuk memperbaikinya, tapi waktu tidak akan menunggu.
Harus ada semangat baru untuk menyemai ulang institusi demokrasi yang kuat dan berintegritas. Masyarakat sipil harus terus membangun literasi politik, media harus tetap kritis, dan partai politik harus didorong untuk menjalankan fungsi edukasi politik secara sehat. Jika tidak, demokrasi kita akan terus digerogoti dari dalam oleh mereka yang menguasai sistem, tapi abai terhadap nilai-nilai konstitusional.
Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.
Mohammad Ikhsan Firdaus, seorang mahasiswa ilmu hukum di salah satu universitas yang berpusat di Jakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI