Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bulan Puasa Saat Tepat Detoks Media Sosial, Ini Manfaatnya...

17 Mei 2019   22:42 Diperbarui: 17 Mei 2019   22:45 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Waspadalah gaes / dok.pribadi

Media sosial kini rasanya menjadi momok yang menakutkan. Sudah beberapa orang dicokok polisi gara-gara kurang bijak menggunakan media sosial. Padahal, bulan puasa menjadi momen yang paling tepat untuk dijadikan momen puasa media sosial.

Sebetulnya kita pun harus berhati-hati dengan fenomena-fenomena ketagihan media sosial. Media sosial menurut para ahli sudah bisa disandingkan dengan adiksi merokok dan narkoba. Dilihat dari efeknya, pengguna yang sudah ketagihan media sosial sangat mudah dikenali. Berikut adalah ciri-cirinya, semoga Anda bukan salah satunya. 

Mengecek Ponsel 80 - 300 Kali Per Hari

Beberapa penelitian menunjukkan ciri orang yang kecanduan dengan media sosial memiliki frekuensi yang berlebihan dalam menggunakan ponselnya. Mereka seperti orang yang penasaran bahkan khawatir jika tidak ada notifikasi. Saya pikir semua pengguna medsos pasti pernah merasakan fase ini.

Setiap detik setiap saat selalu saja yang dilihat adalah media sosial. Sampai-sampai saya pernah tidak jadi merekrut seorang calon penulis di kantor lama, gara-gara ia selalu saja mengecek media sosialnya saat wawancara.

Sikap ini jelas sangat merugikan bagi siapapun. Salah satu solusinya adalah dengan terapi dan memaksakan diri untuk membatasi menggunakan media sosial.

Cara yang paling ekstrim seperti dilakukan oleh MC ternama, Sarah Sechan. Meskipun triggernya didahului silang pendapat dengan warganet yang Maha Benar. Sarah akhirnya menonaktifkan semua akun media sosialnya. Ia rela meninggalkan potensi pundi-pundi rupiah hanya untuk melindungi privasinya dan bisa lebih fokus membangun karir dan keluarganya. 

Apa yang dilakukan Sarah memang pertaruhan yang amat besar. Bagaimana mungkin seorang millenials menanggalkan "separuh nyawanya". Tapi, ternyata sampai saat ini Sarah tetap baik-baik saja. Artinya, siapapun tetap bisa melanjutkan hidupnya tanpa bergantung pada media sosial.

Pemuja Like dan Follower

Perbincangan tentang likes, retweet, followers memang menjadi perbincangan yang menarik di kalangan para blogger. Kini, popularitas seseorang ditentukan oleh berapa banyak likes yang dia dapat di Instagram, berapa banyak retweet yang dia dapat di Twitter, dan berapa banyak followers mereka di Instagram dan Twitter. Kedua platform inilah yang menjadi benchmark seorang influencer. Belum lagi jika ditambah dengan subscriber Youtube. Logika sederhananya, semakin banyak followersnya, maka semakin banyak pula audience yang bisa dipengaruhi, meski kita tidak pernah tahu siapa orang yang ada di balik perangkat seperti ponsel, tablet, dan laptop.

Tapi, itulah fenomena yang terjadi. Beberapa blogger dan influencer bahkan dengan rela membeli follower dengan berbagai alasan. Ada yang tidak mau kalah dengan pesaingnya dan ada yang punya tujuan ingin mendapatkan job dengan mudah.  Belakangan job memang mensyaratkan followers banyak. 

Beberapa brand dan agensi saat ini memang hanya berpatokan pada kuantitas bukan kualitas. Padahal, justru kuantitas kini bukan hal yang dilihat lagi oleh Instagram. Instagram saja ingin penggunanya fokus memberikan konten yang dibutuhkan para pengikutnya, bukan malah terobsesi mengejar followers dan likes semata. Salah satu yang dilakukan Istagram adalah menyembunyikan jumlah likes sesungguhnya. Dengan harapan bahwa pengguna bisa lebih fokus memberikan konten yang bermanfaat dan relevan bagi para pengikutnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun