Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gara-gara Prabowo Serang Media, Jokowi Rangkul Para "Kuli Tinta"?

10 Desember 2018   09:02 Diperbarui: 12 Desember 2018   21:36 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi memperlakukan para kuli tinta layaknya sebuah keluarga / foto Kompas.com

Psywar antara kubu Prabowo dan Jokowi makin menarik. Apalagi setelah reuni 212 usai. Uniknya, Jokowi langsung merangkul media ketika Prabowo memusuhinya. Prabowo merasa media tidak fair dalam meliput aksi 212 yang menurutnya dihadiri oleh 11 juta orang.

Siapa yang tak dongkol jika aksi yang melibatkan banyak massa tidak mendapatkan headline di media cetak nasional yang selama ini dikenal sebagai kawah candradimuka dalam jurnalistik nasional. Gara-gara itulah kubu Prabowo seolah-olah menimpakan kesalahan tersebut pada beberapa media. Secara spesifik tentu saja Kompas Cetak juga kena.

Kontroversi tentang kebijakan redaksi dan penting atau tidaknya sebuah berita sudah dibahas tuntas oleh Kang Pepih di Kompasiana. Menurut penerima award Lifetime Achievement Kompasianival 2018 ini menyatakan bahwa setiap media punya kebijakannya masing-masing dalam memandang berita. Jika tidak punya impact bagi pembacanya, bisa jadi berita yang melibatkan banyak massa itu memang ga penting-penting amat.

Baca Penempatan Berita "Reuni 212" di Harian Kompas Sepenuhnya Kebijakan Redaksi

Apalagi saat ini media berusaha memberikan berita yang memang benar-benar dibutuhkan bagi pembacanya. Media sekarang unik, karena memang perlu memberikan berita yang benar-benar dibutuhkan oleh pelanggan setianya. Wajar saja sih. Sama seperti seorang blogger yang menulis berdasarkan kebutuhan pembacanya. Sama pula seperti seorang vlogger yang membuat konten demi memuaskan rasa penasaran para subscribernya.

Tapi, justru itulah yang jadi masalah. Kubu Prabowo meradang. Perdebatan tentang penting atau tidaknya aksi reuni 212 hingga saat ini masih berkelanjutan. Hingga keluarlah ujaran bahwa "media" sekarang berkomplot untuk memanipulasi demokrasi. Tuduhan ini jelas amat menyakitkan bagi para kuli tinta yang gajinya sebulan mungkin hanya cukup untuk memberi makan kuda-kuda Prabowo selama satu minggu.

Prabowo merasa bahwa media dan kuli tinta yang tidak meliput aksi reuni 212 yang dihadirinya berkhianat terhadap profesi jurnalis. Kemarahan Prabowo makin menjadi karena menolak diwawancara oleh media yang dianggapnya tidak objektif dalam memberitakan aksi reuni 212. Prabowo hanya mau diwawancara oleh media yang menurutnya memberitakan reuni 212 secara fair.

Lain Prabowo lain juga Jokowi. Terhadap respon Prabowo yang sangat reaktif terhadap Media tentang liputan aksi reuni 212, Jokowi justru memanfaatkannya dengan cerdik.

Sambil jalan-jalan bersama keluarga dan anak cucunya di Bogor, Jokowi justru mengangkat profesi wartawan, mengapresiasi media yang selama ini berjasa sehingga membuat dirinya bisa dikenal oleh masyarakat secara luas.

Jokowi tak menampik bahwa namanya dibesarkan oleh media. Dari media lokal sampai dengan media nasional. Perjalanan Jokowi menuju kursi Presiden pun tak lepas dari peran media yang ikut membesarkan namanya.

Tak berbeda dengan Gibran, putra pertama Jokowi yang punya bisnis Martabak ini juga mengamini pendapat bapaknya. Gibran bahkan merasa berterima kasih karena pemberitaan positif maupun negatif tentang keluarga dan bisnisnya justru menjadikannya sebagai marketing gratis.

Bisnis Gibran meroket dari jajanan kaki lima hingga memiliki beberapa outlet. Begitu juga yang dilakukan oleh menantu dan putra bungsu Jokowi. Generasi millennial yang mampu mengubah dan memanfaatkan berita-berita negatif menjadi sumber kekuatan marketing zaman now.

Tengok saja twitter Chili Pari atau Kaesang Pangarep yang berbalas twit baik dengan heater maupun lover. Mereka pun tak canggung ketika dikritik bahkan difitnah dengan keji di sosial media. Justru mereka mengangkat fitnah dan tuduhan keji dengan canda ala anak muda.

Inilah yang semestinya dipahami oleh kubu Prabowo bagaimana mengolah pemberitaan negatif menjadi sumber kekuatan. Bukan malah bersikap negatif dan reaktif dalam menanggapi isu-isu yang sedang hangat.

Namun, apapun sikap Prabowo sudah membuat jarak antara dirinya dengan para jurnalis. Bagaimanapun juga para kuli tinta ini pasti punya sisi humanis yang merasa marah dan dongkol jika kerap diperlakukan tidak baik apalagi jika dituduh tidak independen dan merusak demokrasi dengan pemberitaan yang dianggap Prabowo tidak objektif.

Kelak Prabowo akan menyesal karena telah memusuhi media. Medialah yang bisa menjadikan sosok biasa menjadi bintang di kancah nasional. Ya seperti Jokowi itu. Dan Jokowi memanfaatkan dengan tepat momen tersebut. Jokowi merangkul media sebagai bentuk ucapan apresiasinya pada para jurnalis yang tak kenal lelah berupaya memberikan informasi kepada khalayak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun