Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Tamu adalah Raja, Anak Belajar Tidak Egois dan Menghargai Tamu

18 Januari 2023   14:43 Diperbarui: 18 Januari 2023   15:02 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi bertamu (sumber:via kompas.com)

Pernah nggak kita mengalami, disaat menerima kedatangan tamu, anak malah ngumpet di kamar ? atau mereka memilih keluar bermain dengan teman-temannya ? atau bahkan ada anak yang ogah-ogahan menyambut tamu, seperti enggan memberi salam atau sekadar tersenyum ?

Tentu ada rasa malu jika anak berperilaku demikian. Sebagai orangtua, seolah-olah kita tidak pernah mendidik nilai-nilai kesopanan kepada mereka. Pun dengan tamu, sedikit banyak pasti mereka akan merasa "kurang enak" melihat perilaku sang anak tuan rumah. Meski terlihat sepele, namun hal-hal sederhana ini bisa memicu terjadinya konflik, terutama mengenai hubungan baik yang selama ini terjalin. Jika tamu berjiwa besar, barangkali akan memahami. Namun bagaimana jika tamu punya jiwa yang sensitif ? potensi terjadi konflik akan semakin besar.

Tamu Adalah Raja, Anak Belajar Tidak Egois dan Menghargai Tamu

Ada istilah yang mengatakan "Tamu adalah Raja". Istilah ini dimaknai bahwa kita harus menghormati dan menghargai setiap tamu yang datang berkunjung. Ia juga menyiratkan sebuah pesan budaya ketimuran kita yang identik dengan keramahtamahan serta senantiasa menjaga sopan santun, dimanapun, kapanpun dan terhadap siapapun.

Meski demikian, bukan lantaran tamu adalah raja, lantas tamu pun bisa berbuat seenaknya. Tamu juga harus memiliki adab dan tata krama selama bertamu. Nilai-nilai saling menghormati dan menghargai seperti inilah yang bisa dipetik dari istilah "tamu adalah raja". Dengan demikian, aktivitas bertamu bisa menjadi media untuk mempererat tali silahturahmi dan persaudaraan diantara manusia.

Namun, bagaimana jika momen silahturahmi tersebut sedikit terganggu dengan sikap dan perilaku anak yang kurang sopan ketika menyambut kedatangan tamu ? apalagi jika tamu adalah sahabat atau kerabat dekat yang harusnya mendapat perlakuan yang lebih hangat ?

Tetiba, anak menjadi mengurung diri di kamar. Ketika disuruh bersalaman, anak enggan mengulurkan tangannya. Atau anak mendadak cuek dan acuh tak acuh serta memilih keluar rumah dan bermain dengan anak tetangga. Bahkan, tak sedikit anak yang menunjukkan sikap egois dengan merengek, berteriak atau meronta-ronta menolak menyambut kedatangan tamu.

Jika hal ini terjadi, biasanya orangtua akan berusaha untuk menetralisir keadaan dengan pernyataan "maklum ya, namanya anak-anak..." atau justru sang tamu yang mencoba untuk berbesar hati dengan berkata "udah nggak papa, biasa anak-anak begitu...".

Benarkah perilaku seperti itu wajar bagi anak-anak ?

Sebuah penelitian tentang egosentrisme anak oleh Novitasari, Yessi dan Prastyo, Danang (2020) memeroleh fakta bahwa tingkat egois anak-anak di usia 4-6 tahun sangatlah tinggi, yaitu mencapai 76%. Egosentrisme itu meliputi beberapa aspek, seperti tingkat imajinatif, berbahasa, rasa ke-aku-an, keingintahuan, dll.

Menurut Khadijjah (2016), egosentrisme merupakan ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif sendiri dengan orang lain. Pada anak-anak, mereka belum memiliki kemampuan dalam memilah dan membedakan antara kemauannya dan kemauan orang lain. Mereka merasa bahwa kemauannya adalah haknya, sehingga ia tidak perlu memikirkan apa yang menjadi kemauan orang lain. Mereka melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandangnya sendiri, sehingga tidak memahami bahwa ada nilai-nilai saling menghargai dan menghormati yang harus dijaga.

Oleh karena itu, Nissa dan Masturah (2019) mengungkapkan bahwa sangat penting bagi anak-anak memeroleh bekal pengetahuan dan pengalaman agar mereka bisa lebih bijaksana dalam mengelola egosentrisnya sendiri. Kemampuan mengelola egosentris tersebut dapat dilihat ketika mereka berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya, seperti orangtua, masyarakat, teman, keluarga, dll.

Ini artinya, sikap dan perilaku anak yang egois dalam menerima kedatangan tamu adalah sesuatu yang harus disikapi dengan tegas. Sangat penting untuk mengajarkan adab menerima tamu sejak dini, agar kelak mereka memiliki attitude yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya.

Kita tidak bisa membiarkan atau menganggap sikap dan perilaku tidak sopan anak sebagai hal biasa, karena jika tidak segera disikapi, maka bukan tidak mungkin anak akan tumbuh menjadi pribadi yang egois, apatis dan tidak mampu bersosialisasi dengan baik.

Lantas, sikap apa yang harus dilakukan orangtua ?

Sebagai orangtua, tentu kita memiliki kewajiban untuk mengenalkan dan mengajarkan hal-hal baik kepada anak-anak, termasuk hal baik dalam menyambut kedatangan tamu. Berikut beberapa sikap yang bisa dilakukan orangtua tentang adab anak dalam menerima kedatangan tamu :

Pertama, memberi pemahaman kepada anak bahwa tamu adalah seseorang yang harus kita sambut dan terima dengan baik. Tentu saja pemahaman ini disampaikan dengan bahasa sederhana sesuai dengan usia mereka.

Kedua, libatkan anak dalam menyambut kedatangan tamu. Misalnya, membersihkan kamar tamu, merapikan sofa, menyiapkan hidangan, dll.

Ketiga, ceritakan hal-hal baik tentang pribadi tamu. Tunjukkan kepada anak bahwa tamu yang datang adalah orang yang baik dan layak untuk diperlakukan dengan baik. Hal ini akan memberi kesan yang baik pada anak, sehingga ia akan berusaha untuk bersikap baik. Misalnya "tante Nia ini baik loh, suka bantuin mama..."

Keempat, ajarkan anak untuk tersenyum dan memberi salam. Hal yang paling sederhana adalah tersenyum dan memberi salam. Ini adalah awal kesan yang baik, terutama bagi tamu.

Kelima, mengenalkan anak tentang privacy. Sebaiknya, tidak membiarkan anak ikut "nimbrung" dengan tamu berusia dewasa. Sebaliknya, beri ruang dan arahkan anak untuk berinteraksi dengan tamu yang seusianya, seperti mengajak berteman dan berbagi mainan namun tetap berada di bawah pengawasan orangtua.

Keenam, latih anak untuk respek dan komunikatif dengan tamu. Setidaknya, anak respek untuk menjawab ketika ditanya atau menunjukkan gestur yang menyenangkan. Sebisa mungkin hindari wajah yang cemberut atau sikap yang dingin dan tidak bersahabat. Selain itu, biasakan anak untuk menggunakan kata terimakasih, maaf dan tolong.

Dan yang ketujuh, beri peringatan tegas ketika anak bersikap kurang terpuji, namun tetap dengan bahasa yang baik dan tidak mempermalukan si anak, misalnya "adek, minumnya di ruang tengah ya...itu minum tamu kita..." atau "adek pakai tas adek sendiri ya, itu tas tamu kita nak...nggak boleh kita buka-buka...", dll.

Nah, bagaimana ? meski terlihat sepele, tapi melatih anak untuk menghargai dan menghormati tamu memang harus dilakukan sejak dini. Namun, meski begitu kita tetap harus ingat dan memahami bahwa anak-anak berada di tahap belajar, sehingga tidak perlu rasanya jika kita sampai bersikap berlebihan dalam mengajarkan kebaikan kepada mereka, seperti memarahi anak, membentak atau memperlakukan anak kasar dan membuatnya malu di hadapan tamu atau orang lain.

***

                                                 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun