Mohon tunggu...
Fery Nurdiansyah
Fery Nurdiansyah Mohon Tunggu... Konsultan - Adil Sejak Dalam Pikiran

Imajinasi berawal dari mimpi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan featured

PDB Nasional dalam Genggaman Konsumen

10 Oktober 2019   12:51 Diperbarui: 29 Januari 2020   12:10 3922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: CEICDATA.COM
sumber: CEICDATA.COM
Tren positif yang menunjukkan peninjauan atas pasar untuk barang-barang yang melalui e-commerce karena saluran penjualan dan risiko serta biaya yang jauh lebih rendah. Membangun basis kecil: ukuran dan pertumbuhan landscape e-commerce Indonesia mengalami investasi setidaknya US $ 2,5 miliar selama tiga terakhir tahun, membuka jalan bagi bisnis yang lainnya untuk mendaftar dan menjual produk secara online. Pada 2015 ada 18 juta pembeli online di Indonesia, Google dan Temasek berharap ini tumbuh menjadi 119 juta pada tahun 2025.

Tiga perusahaan online yang mendasari pertumbuhan transaksi online di Indonesia adalah raksasa e-commerce lokal seperti Lazada, Tokopedia dan Bukalapak yang menyediakan bisnis dengan platform untuk menyiapkan online etalase, menerima transaksi. Meskipun mencatat pertumbuhan tahun-ke-tahun yang signifikan 60-70 % sejak 2014, Pasar e-commerce indonesia masih relatif kecil (US $ 8 miliar) dibandingkan dengan Cina, yaitu dengan penjualan US $ 692 miliar.

Pada 2016, penjualan e-commerce sebagai persentase dari total tahunan penjualan ritel berjumlah 1,6 %, dibandingkan dengan 13 % di Tiongkok. Persentase ini menunjukkan masih ada ruang untuk pertumbuhan di pasar e-commerce Indonesia, yang kemungkinan akan dipimpin oleh transformasi yang sedang berlangsung industri melalui investasi tingkat tinggi dan konsolidasi industri.

Evolusi super cepat: Empat perushaan dari berkembangnya e-commerce Indonesia selama lima tahun terakhir telah terutama didorong oleh empat perubahan struktural di industri, yaitu :

  • Peningkatan penetrasi smartphone dimungkinkan oleh ketersediaan perangkat berbiaya rendah.
  • Perusahaan kelas menengah yang baru muncul dengan porsi yang lebih besar .
  • Setidaknya US $ 2.5 miliar investasi asing langsung pada platform e-commerce indoensia oleh perusahaan-perusahaan Cina dan Barat, secara khusus melalui usaha patungan atau mitra yang signifikan hubungan, misalnya, Lazada-Alibaba, Go-Jek-Tencent- Kohlberg Kravis Roberts & Co (KKR), Tokopedia-Alibaba dan Shopee-Sea (sebelumnya Garena).
  • Evolusi yang semakin cepat pada infrastruktur pembayaran yang memungkinkan pelanggan tanpa mempunyai rekening bank (konsumen yang tidak memiliki rekening bank) untuk membuat pembelian online.

Kondisi dan fenomena tersebut, termasuk ekonomi digital bila tidak terkelola dengan sebaik-baiknya akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan pasar karena dirugikannya hak-hak konsumen.

Permasalahan konsumen di era ekonomi digital berdimensi sangat luas meliputi aspek yang berkaitan satu sama lain, seperti kesehatan, teknologi, industri, lingkungan sosial dan fisik, ekonomi, budaya, kebijakan, hukum, dan sebagainya. Dengan kompleksitas permasalahan konsumen tersebut, dibutuhkan paradigma terintegrasi dan Affirmative action, agar diperoleh pemahaman perlindungan konsumen yang solid dan menyeluruh.

Perlindungan konsumen yang semakin hari semakin kehilangan roh dan filosofinya, sehingga konsep perlindungan konsumen terasa sangat sempit, walaupun telah dikeluarkan Peraturan Presiden No. 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Stranas PK) pedoman bagi Kementerian/Lembaga, mengenai sektor prioritas Perlindungan Konsumen (PK) dan instruksi Presiden no. 2 tahun 2019 tentang aksi perlindungan konsumen yang diharapkan untuk dapat melindungi konsumen secara aktif baik di konsumen berada di kota maupun di daerah.

Namun resiko masih tetap sama pada era ekonomi digital saat ini, apakah diperlukan adanya pengaturan perlindungan konsumen bagi penyusunan dan penyempurnaan regulasi yang memadai dan dapat berkredibilitas dalam upaya Perlindungan Konsumen. Sehingga diperlukan adanya rekonstruksi kembali mengenai pemikirian alternatif lain, karena yang mengurusi perlindungan konsumen tidak hanya Kementerian Perdagangan, melainkan hampir semua lembaga mempunyai perlindungan konsumen (multi sektor).

Akses pemulihan hak konsumen dalam penegakan hukum di era ekonomi digital 
Pemerintah pun menyadari bahwa diperlukan undang-undang serta peraturan-peraturan disegala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jasa dari pengusaha ke konsumen. Selain itu, pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya peraturan serta undang-undang tersebut dengan baik. Pemerintah perlu segera merespon tuntutan atas kondisi perlindungan konsumen yang semakin kompleks tersebut melalui regulasi yang memadai.

Undang-Undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen yang diharapkan mampu memberikan perlindungan konsumen belum berfungsi secara optimal. Pemerintah selaku penentu kebijakan, perumus, pelaksana sekaligus pengawas atas jalannya peraturan yang telah dibuat sepertinya masih kurang serius dalam menjalankan kewajibannya. Perlu disadari oleh konsumen, akan menjadi kompleks apabila transaksi yang dilakukan melibatkan pedagang yang berada diluar negara dan lembaga keuangan yang terlibatpun tidak ada di Indonesia.

Kondisi ini direspon melalui perubahan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat dengan mengatisipasi perkembangan transaksi yang semakin meluas dan menembus batas antar negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun