Kondisi genting ini mulai terkuak saat Tupperware global mengajukan bankruptcy protection pada akhir tahun 2024.Â
Seperti yang dilansir Investing.com pada 16 September 2024, harga saham Tupperware di Bursa Saham New York hanya tersisa US$0,50 per lembar saham, merosot tajam sebesar 57,7 persen dibandingkan pekan sebelumnya, dan longsor besar, 96 persen dari puncak kejayaannya.Â
Lebih mengkhawatirkan lagi, Otoritas Bursa Saham New York mengancam akan menghapus saham Tupperware dari bursa (delisting) karena keterlambatan menyampaikan laporan keuangan tahunan sejak September 2023.Â
Dalam keterbukaan informasi, yang disampaikan pada otoritas Bursa Wallstreet, Tupperware mengakui adanya "kekeringan" likuiditas yang sangat signifikan dan ketdakpastian akan kelangsungan usahanya.Â
Hal itu tercermin dari laporan keuangan terakhir yang mereka terbitkan pada akhir September 2023, volume penjualan bersih  pada  kuartal kedua 2023 turun 18 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan kerugian bersih mencapai US$14,1 juta dan total utang membengkak menjadi US$777 juta (setara Rp12 triliun).
Dengan kondisi separah ini, kebangkrutan tampak tak terhindarkan, kecuali sebuah keajaiban terjadi.
Secercah Harapan dari Kreditur, Selamat dari Kebangkrutan Global, Bagaimana di Indonesia?Â
Dan keajaiban itu datang. Manajemen Tupperware Brands Corp melakukan perubahan kebijakan (policy pivot) yang cukup drastis.Â
Mereka membatalkan pengajuan kebangkrutan dan memilih "jalan tengah" dengan menjual bisnisnya senilai US$23,5 juta (sekitar Rp369,68 miliar) dalam bentuk tunai serta merestrukturisasi utang sebesar US$63 juta (senilai Rp990,73 miliar) kepada para kreditur.Â
Reuters melaporkan pada 3 November 2024 bahwa kesepakatan ini diumumkan di sidang pengadilan kepailitan di Wilmington, AS. Keputusan penting ini secara otomatis membatalkan rencana pelelangan aset di pasar terbuka, sekaligus menandai babak baru kepemilikan di bawah konsorsium pemberi pinjaman, termasuk nama-nama besar seperti Alden Global Capital dan Bank of America Trading Desk.
Namun, kesepakatan di tingkat global, rupanya tidak serta merta menular ke Tupperware di Indonesia, yang harus tetap menutup operasionalnya.
Kisah berakhirnya Tupperware Indonesia ini bisa menjadi penanda betapa pentingnya adaptasi yang cepat dalam dunia bisnis.Â