Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Naga-Naganya Dualisme Penetapan Hari Raya Idul Fitri Bakal Terjadi Tahun Ini, Bagaimana Menyikapinya?

18 April 2023   12:37 Diperbarui: 18 April 2023   14:04 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila hanya mengacu pada metode perhitungannya sendiri, meskipun pendekatannya berbeda tapi hasilnya cenderung akan beda-beda tipis saja.

Cikal bakal metodelogi penentuan awal bulan Hijriah itu mengacu pada hadist Nabi Muhammad SAW tentang Petunjuk Penentuan Awal Bulan Ramadhan dan 1 Syawal, yang artinya kurang lebih seperti ini ;

 "Berpuasalah kalian dengan melihat hilal dan berbukalah (mengakhiri puasa) dengan melihat hilal. Bila ia tidak tampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya'ban menjadi 30 hari," (HR Bukhari dan Muslim). 

Nah, sebelum Ilmu Falak ditemukan yang memungkinkan awal bulan dihitung secara matematis dengan sangat presisi, dalam menentukan awal bulan Hijriah para Sahabat Nabi biasanya mempraktikannya dengan melihat secara langsung kemungkinan keberadaan Hilal (bil fi'li).

Dalam perjalanan waktu, kemudian ada yang memahami penentuan awal bulan Hijriah itu sebagaimana tertulis dalam hadist Nabi tadi secara harafiah (word by word) dan seperti yang dipraktikan para Sahabat Nabi sebelum ilmu falak ditemukan, yakni harus sesuai rukyat, jika hilal tak terlihat maka rangkaian hari dalam bulan tersebut harus istikmal atau digenapkan menjadi 30 hari, apapun keadaanya.

Namun, ada juga yang memahami, karena ilmu falak sudah ditemukan dan terbukti sangat presisi perhitungannya, maka perhitungan atau hisab itu lah yang digunakan dalam menentukan awal bulan Hijriah meskipun Hilal belum terlihat.

Terlepas dari urusan teknis metodelogi penentuan awal bulan di kalender Hijriah, harapannya karena faktanya perbedaan itu ada dan menjadi sebuah keniscayaan entah sampai kapan, Umat Muslim di seluruh Indonesia harus menyikapi munculnya perbedaan D-Day Hari Raya Idul Fitri itu dengan arif dan biasa aja, jangan terlalu dibesar-besarkan.Terpenting kedua yang berbeda itu secara natural harus saling bertenggang rasa, itu saja.

Kepada Pemerintah terutama di daerah-daerah, bijaksana lah dalam mengambil keputusan dalam kaitannya dengan pelaksanaan Shalat Ied, tak perlu menolak izin perhelatan Shalat Sunnat itu, yang terkesan menghalang-halangi orang untuk beribadah.

Saya yakin kok Umat Islam yang ber-Lebaran duluan juga akan bersikap santun penuh keadaban dan menjaga betul kekhsuyuan sebagian besar Umat Islam lain yang masih melaksanakan Ibadah Shaum.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun