Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Skenario Baru Ferdy Sambo, dalam Menghadapi Sidang 18 Oktober 2022

13 Oktober 2022   13:26 Diperbarui: 13 Oktober 2022   13:49 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masuknya mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah ke dalam tim kuasa hukum mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, melahirkan strategi pembelaan baru yang sekaligus juga memunculkan skenario baru kasus pembunuhan Brigadir Nopriansyah Josua Hutabarat.

Skenario terkini versi Sambo, bahwa dirinya sama sekali tak pernah memerintahkan Bharada Eliezer untuk menembak Brigadir Josua.

Menurut kuasa hukum barunya tersebut, Ferdy Sambo hanya memerintahkan untuk menghajar almarhum Josua.

"Memang ada perintah FS pada saat itu yang dari berkas yang dari kami dapatkan itu perintahnya 'hajar Chard', namun yang terjadi adalah penembakan pada saat itu,"ujar Febri, seperti dilansir CNNIndonesia. Rabu (12/10/22). 

Selain itu, Febri pun memaparkan cerita yang berbeda, bahwa rekayasa kasus yang diinisiasi Ferdy Sambo terpaksa dilakukan, semata-mata untuk melindungi Bharada Eliezer dari kemungkinan terkena perkara hukum setelah aksinya menembak Josua

Jadi skenario paling mutakhir dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua yang sempat mengharu biru masyarakat Indonesia selama berbulan-bulan ini, berawal saat Ferdy Sambo mendengar laporan dari  istrinya Putri Candrawathi mengenai peristiwa yang terjadi di Magelang.

Demi mendengar laporan tersebut, Sambo menjadi sangat emosional. Lantas ia memanggil Brigadir Ricky Rizal dan Bharada E secara bergantian di rumah pribadinya di Jalan Saguling Duren Tiga.

Saat itu, menurut Febri, Bharada E dan Brigadir Ricky melihat Ferdy Sambo sangat emosional hingga berurai air mata.

Sesaat setelah itu, mantan jenderal bintang dua polisi ini bergegas menuju tempat bermain badminton.

Namun, saat ia bersama supirnya melewati rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga, tempat istrinya tengah berada untuk melakukan isolasi mandiri, tiba-tiba ia berubah pikiran.

Ia meminta supirnya untuk berbalik arah dan berhenti di rumah dinasnya tersebut, niatnya hanya akan meminta klarifikasi pernyataan Putri terhadap Brigadir Josua ihwal peristiwa yang terjadi di Magelang.

Nah, disitulah terjadi peristiwa yang menyebabkan ajudannya Brigadir Josua meregang nyawa di tembak oleh Bharada E

Setelah peristiwa penembakan dan mendapati Brigadir Josua berlumuran darah dan diduga tewas, Ferdy Sambo panik, serta sempat memerintahkan ajudannya yang lain untuk memanggil ambulan.

Skenario ini, merupakan skenario yang ketiga versi kubu Ferdy Sambo, setelah kisah tembak menembak  dan perubahan lokus pengakuan pelecehan seksual yang didaku terjadi pada Putri Candrwathi.

Dan skenario ketiga ini sepertinya merupakan ramgkuman dari potongan skenario pertama dan kedua yang diperhalus "kebohongannya"  supaya terlihat lebih logis meskipun masih tetap tak logis-logis amat juga.

Kelihatannya, pihak tim kuasa hukum Ferdy Sambo berpikir bahwa untuk membebaskannya sama sekali dari kejahatan yang disangkakan kepadanya sudah tak mungkin lagi, maka mereka kini konsentrasi untuk mengurangi hukuman yang potensial dijatuhkan kepada Ferdy Sambo.

Namun, jangan salah logika publik tak berangkat dari asumsi yang mengawang di siang bolong, tetapi didasari logika pada umumnya.

Logika umum tersebut berbasis pada akal sehat atau common sense, yang merupakan detektor yang diberikan Tuhan untuk memberikan hint tentang kebenaran.

Memang logika berbeda dengan fakta, tetapi merupakan penyelarasan antara pengalaman, ilmu pengetahuan, dan kesadaran yang dihimpun secara koheren sehingga memberi suatu hipotesis awal dari suatu hal.

Hukum dalam elannya untuk menegakan kebenaran harus berdiri pada fakta dan bukti akan tetapi yang mendasari hubungan fakta dan bukti adalah logika.

Makanya, hukum itu pijakannya adalah hukum logika. Oleh sebab itu terdapat adagium hukum lex neminen cigit ad imposibillia yang artinya hukum tak memaksakan seseoorang yang tidak mungkin.

Dengan kata lain hukum tidak mengatur sesuatu yang tidak masuk akal.  Apakah pembelaan kuasa hukum Ferdy Sambo dalam kasus ini seperti yang dijalin dalam skenario terbarunya dianggap masuk akal, tinggal pengadilan nantinya yang akan membuktikan dan  menilainya.

Apalagi secara jelas sudah diungkapkan oleh penyidik kepolisian bahwa Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir Josua.

Hal senada juga diungkapkan oleh kuasa Hukum Bharada E, Ronny Talapessy, bahwa kliennya menegaskan bahwa perintah Ferdy Sambo adalah untuk menembak Brigadir Josua, bukan menghajar.

"Jadi perintahnya FS bukan menghajar, tapi penembakan kepada J. Terkait pernyataan pengacara FS, itu sah-sah saja, kita kuasa hukum RE akan membuktikannya sesuai fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan," tuturnya, seperti dilansir Detik.Com. Rabu (12/10/22).

Dan semuanya itu sudah dipraktikan juga dalam adegan reka ulang yang dilakukan oleh para tersangka termasuk Ferdy Sambo.

Namun, itu lah namanya juga pembela tersangka bagaimana pun Febri Diansyah harus memihak orang yang membayarnya.

Toh Jaksa Penuntut Umum juga memiliki startegi tersendiri untuk membuktikan dakwaannya dan hakim juga memiliki nalar hukum sesuai bukti dan fakta di Pengadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun