Salah satu caranya, adalah  menjaga bauran kebijakan yang sinergis antara otoritas moneter dan otoritas fiskal.
Di sisi moneter, sepertinya BI sebagai pemilik kuasanya sudah harus memikirkan untuk menaikan suku bunga acuan yang selama 16 bulan ditahan.
Apalagi, ditambah dengan anjloknya nilai rupiah melewati batas psikologis Rp. 15.000 per US Dolar.Â
Jadi, sepertinya sudah waktunya bagi BI untuk menaikan suku bunga, core inflation atau inflasi inti yang biasanya dijadikan patokan oleh BI saat menaikan suku bunga, juga sudah mulai naik.
Menurut data BPS seperti yang dilansir tradingeconomics.com, core inflatian Indonesia pada Juni 2022 berada di angka 2,63 persen naik dibandingkan periode yang sama tahun 2021 lalu.
Di sisi fiskal, melalui APBN yang dikelola oleh Kemenkeu, Â anggaran subsidi energi terus ditambah. Alokasi subsidi energi dalam APBN 2022, menurut data dari Kemenkeu.go.id membengkak menjadi Rp.578 triliun.
Lewat kerjasama keduanya, diharapkan akan mampu menekan laju kenaikan harga barang dan jasa agar inflasi tak melonjak, terutama disektor pangan dan energi.
Pemerintah harus benar-benar menjaga agar inflasi tak menjadi liar, salah satunya dengan menjaga  harga BBM agar tak dinaikan, karena memiliki trickle down effect terhadap kebutuhan pokok lainnya.
Sekali saja dilepas, harga kebutuhan pokok terutama pangan akan naik lebih cepat dan tinggi lagi.
Tanpa BBM naik saja, harga berbagai komoditas pangan sudah cukup tinggi saat ini. Jika tak dijaga maka hampir dapat dipastikan inflasi bakal meroket.
Alhasil, daya beli masyarakat bakal menurun akibatnya konsumsi rumah tangga anjlok, karena psrtumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar ditopang konsumsi rumah tangga dalam negeri, maka dengan anjloknya konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi pun bakal melambat bahkan bukan tidak mungkin menjadi mandeg.