Kegaduhan-kegaduhan yang mendominasi media sosial belakangan, masih berkutat pada hal-hal yang bernuansa keagamaan.
Setelah ramai kasus Ferdinand Hutahaean yang dalam cuitan lewat akun Twitter miliknya @FerdinandHaean3 yang terkesan membandingkan Tuhan satu dengan Tuhan yang lainnya.
Terakhir, urusan sesajen. Kasus ini muncul setelah video seseorang membuang sesajen viral di dunia maya.
Dalam video yang viral di media sosial, terlihat seorang laki-laki melakukan aksi membuang dan menendang sesajen di kawasan Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang.
Ada dua video yang beredar dengan durasi 30 detik dan 20 detik. Di dua video itu, pria dengan menggunakan pakaian abu-abu, rompi hitam, dan penutup kepala berwarna hitam membuang dan menumpahkan beberapa sesajen yang sebelumnya diletakkan di sebuah tempat.
"Ini yang membuat murka Allah. Jarang sekali disadari bahwa inilah yang justru mengundang murka Allah, hingga Allah menurunkan azabnya. Allahu Akbar," ucap pria tersebut.
Akibat aksinya tersebut, kini pria tersebut tengah dalam pencarian pihak kepolisian. Dan masalah ini kemudian menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Saya menjadi bingung sendiri dengan situasi ini, apa sih yang terjadi dengan masyarakat Indonesia saat ini.
Urusan yang sebenarnya tak harus dijadikan masalah, dibikin menjadi masalah. Atas dasar apa pria tersebut harus menendang dan membuang sesajen yang sama sekali tak merugikan siapapun.
Apalagi kemudian seperti yang ia ucapkan dalam video tersebut bahwa sesajen ini lah yang mengundang murka Allah.
Oke lah, menurut sejumlah sumber bacaan yang saya dapatkan, praktik mempersembahkan sesajian sebagai sarana berkomunikasi dengan mahkluk gaib atas dasar keyakinan dan budaya lokal, bagi Umat Islam itu adalah perbuatan dosa besar yang tak terampuni, yang dinamakan "syirik".
Dalam Islam sendiri sebenarnya sudah jelas, hukumnya menyembah, memohon kepada selain Allah SWT itu dilarang keras.
Namun, harus ingat masyarakat Indonesia itu heterogen, tak satu agama, berbeda-beda etnis dan budaya.
Jadi ada kemungkinan orang lain di luar muslim beribadah sesuai dengan keyakinan, agama, dan budaya mereka masing-masing.
Dan kondisi ini sudah berlangsung ribuan tahun, kenapa sekarang kita harus usil dengan kepercayaan dan keyakinan orang lain.
Saya benar-benar tak habis pikir, kok yah  Umat Muslim Indonesia yang awalnya dikenal toleran penuh rasa hormat terhadap penganut agama dan kepercayaan agama lain, kini sebagian  menjadi kurang menghormati, bahkan berlaku intoleran terhadap pihak yang berbeda pandangan dengan mereka.
Urusan meletakan dan mempercayai keberadaan sesajen itu syirik, ya urusan yang bersangkutan ama Tuhan-nya.
Kenapa kita harus ribut-ribut menghakiminya, Kalau menurutnya sesajen, dupa, menyan, hio atau apapun itu bisa menghantar doa kepada Tuhannya ya biarin aja.
Siapa sih kita ini kok merasa berhak menghakimi keyakinan orang lain, urusan nantinya masuk surga atau neraka itu hak prerogatif Tuhan.
Setiap agama dan kepercayaan memiliki keyakinan masing-masing dan cara mencapai ketaqwaannya yang bisa membuatnya masuk "surga" juga berbeda-beda.
Jangan mengukur keyakinan orang yang berbeda kepercayaan, dengan keyakinan sesuai kepercayaan kita.
Kan sudah jelas dalam Al Quran Surah al Kafiruun, Agamamu untukmu, agamaku untukku. So be it.Â