"Saya sering ditanya Garuda Indonesi ini kinerjanya turun karena apa? Apakah korupsi atau pandemi? Saya jawab, dua-duanya. Korupsi dan pandemi Covid-19" tambah Kartiko.
Lantas dengan fakta seperti ini apakah maskapai pelat merah ini bakal diselamatkan pemerintah atau dibiarkan saja bangkrut seutuhnya?
Untuk sementara ini Pemerintah masih tetap ingin menyelamatkan maskapai yang memiliki sejarah panjang bagi Indonesia ini, bersama manajemen Garuda kini Kementerian BUMN sedang berusaha keras untuk bisa keluar dari jurang kebangkrutan.
Selain melakukan restrukturisasi dan renegosiasi untuk membenahi keuangan Garuda, pemerintah pun memiliki bussines plan jika maskapai yang didirikan tahun 1949 ini bisa diselamatkan.
Grup Garuda yang pada 2019 menerbangi 237 rute, nantinya akan diciutkan rutenya hingga 140 rute saja.
Dan itu rute-rute premium dan gemuk saja yang dianggap paling profitable, mereka pun hanya akan menerbangi rute domestik atau paling jauh regional yang memiliki tingkat okupansi yang tinggi.
Sementara untuk penerbangan internasional pemerintah tengah menyusun rencana untuk melakukan code sharing dengan maskapai milik Pemerintah Uni Emirat Arab, Emirats.
Jumlah armada pesawat pun akan dipangkas signifikan, dari 202 armada menjadi 134 armada pada tahun 2022.
Pengurangan jumlah pesawar ini selain karena merupakan bagian dari restrukturisasi juga akibat di grounded oleh lessor karena Garuda tak mampu bayar biaya sewanya.
Selain itu, dengan alasan efesiensi nantinya Garuda hanya akan mengoperasikan 7 jenis pesawat saja berkurang 6 jenis pesawat dari sebelumnya 13 jenis pesawat.
Semakin beragam pesawat otomatis ongkos pemeliharaannya pun semakin mahal, hal tersebut menjadi salah satu sumber inefesiensi yang menjadi penyakit akut di Garuda.