Andai semua proses restrukturisasi termasuk didalamnya renegoisasi dengan para pemilik piutang terhadap Garuda rampung dengan hasil menggembirakan, Garuda masih butuh dana tambahan kurang lebih Rp 14 triliun, sebagai modal kerja dan memenuhi kewajiban-kewajiban hasil restrukturisasi tersebut.
Apabila upaya restrukturisasi Garuda menemui jalan buntu, dan akhirnya harus dipailitkan secara legal, apakah Garuda Indonesia Airways harus tetap diselamatkan pemerintah, ya caranya pemerintah harus menyuntikan modal yang nilainya sangat besar kepada Garuda.
Sebagian pihak termasuk Mantan Kepala Staf Angkatan Udara Chappy Hakim seperti tulisannya di Kompas.com, negara harus menyelamatkan Garuda for the sake of history dan kebanggaan sebagai pembawa bendera merah putih di kancah global.
Meskipun ia menekankan harus ada pihak yang dimintai pertanggungjawabannya atas kondisi Garuda yang carut marut seperti saat ini.
Senada dengan Chappy, Nusron Wahid anggota DPR dari fraksi Golkar menekan pemerintah agar bisa menyelamatkan Garuda meski dalam pembiayaannya diharapkan jangan menggunakan APBN.
Sesuatu yang agak sulit dilakukan, karena suka tidak suka opsi  penggunaan APBN dalam menyelematkan  Garuda adalah opsi yang paling mungkin dilakukan.
Tapi ada juga, yang lebih memilih untuk berpendapat sebaliknya, apa gunanya sebuah kebanggaan tanpa pragmatisme, jika memang sudah tak terselamatkan biarkan saja bangkrut, seperti Thai Airways milik Pemerintah Thailand atau Alitalia maskapai flag carrier Italia.
Melihat kondisi terkini, sepertinya arah angin yang akan dipilih oleh pemerintah adalah menyelamatkan Garuda, menggantinya dengan Pelita Air Service seperti yang isunya ramai belakangan juga biayanya sangat besar dan brand yang dimilikinya tak setenar Garuda.
Idealnya sih ya restrukturisasi berhasil dan Garuda bisa diselamatkan, will see lah.. dalam beberapa waktu ke depan.