Menurut catatan BPK, seperti dilansir situs resmi Bpk.go.id, Pemprov DKI telah menggunakan uang APBD tahun anggaran 2019 dan 2020 untuk kebutuhan Formula E sebesar Rp.983,31 milyar.
Implikasinya, jika gelaran formula e tak terselenggara sangat mungkin Anies harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jadi terselenggaranya gelaran Formula e menjadi sebuah keharusan, there's no point of return.
Selain itu, sejumlah pengamat politik berpendapat ada "Invisible Hand" di balik kengototan Anies untuk tetap menyelenggarakan balapan mobil listrik formula E ini.
Siapa Invisible Hand itu?
Ada indikasi mereka adalah pihak korporasi yang memiliki kepentingan ekonomi terkait penyelenggaraan formula E ini.
"Power-nya kelihatan, tapi ditanya siapanya, korporasi ini kan cenderung invisible. Saya kira korporasi ini ikut bermain meski tidak determinan. Ini adalah kombinasi dari ketiga faktor," kata Analis Politik Exposit Strategic Arif Susanto seperti dilansir Asumsi.co.
Sebenarnya Majalah Tempo sudah pernah mengupas siapa dibelakang layar perhelatan formula E Ini.
Seperti dilansir Majalah Tempo, Jika mengacu pada Kepanitian penyelenggaraan Formula E di Jakarta, agak sulit jika kita tak mengkaitkan hal ini dengan lingkaran mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sadikin Aksa yang merupakan Keponakan JK adalah Regulator pelaksana Formula E di Indonesia.
Kemudian ada nama Husein Abdullah mantan Juru Bicara JK saat dirinya menjadi Wapres di periode pertama Jokowi, yang didapuk menjadi penasihat komunikasi Formula E Jakarta.