Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Republik Baliho, Primitif di Kala Modern

4 Agustus 2021   16:57 Diperbarui: 13 Agustus 2021   08:49 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ratusan atau sangat mungkin ribuan baliho bergambar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) sekaligus salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P, Puan Maharani bertebaran di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Tadinya saya pikir baliho yang segede"gaban" bergambar foto ibu Puan dengan kata-kata "patriotik" hanya ada di wilayah aglomerasi Jabodetabek saja, ternyata ketika saya membaca berbagai berita keberadaannya merata, tak seperti bansos yang kadang tak merata diberikan kepada mereka yang berhak.

Rupanya baliho bergambar pejabat partai yang kerap tersenyum atau memasang wajah berwibawa itu, bukan hanya milik PDI-P dengan Puan Maharani-nya.

Tetapi ada juga yang bergambar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, berbeda dengan gambat Puan yang di dominasi warna merah, baliho Airlangga di latari warna kuning sesuai warna kebanggaan partai berlambang pohon beringin ini.

Pun demikian baliho bergambar Agus Harimurty Yudhoyono Ketum Partai Demokrat, gagah sih memang terlihat muda dan tampan,  akh tapi kalau hanya ketampanan yang diukur mending memandang gambar artis sinetron.

Ada juga baliho milik Cak Imin alias Muhaimin Iskandar meskipun tak semasif baliho berfoto Puan dan Airlangga, tapi sumbangan mereka untuk menambah semarak pemandangan cukupan lah.

Ssbenarnya buat apa sih baliho-baliho segeda gitu dipasang dimana-mana?

Ketika dalam sebuah acara wawancara di stasiun televisi berita nasional, Kompas.TV  beberapa waktu lalu ditanyakan oleh Aiman, apakah banjir baliho tersebut  ada kaitannya dengan Pemilu 2024, kedua narasumber dari partai politik pemilik baliho terbanyak, Masinton Pasaribu dari PDI-P dan Maman Abdurahman dari Golkar secara kompak menjawab, "eh ini ga ada hubungannya dengam 2024"

Hah, terus buat apa dong, kan ga mungkin juga buat narsis-narsisan ala anak alay.

Ya, jawabannya normatif sih khas politisi Indonesia yang muter-muter tak tentu arah, mau mengiyakan sepertinya malu, tak mengiyakan juga kok arahnya memang sudah ketebak, jadi ya jawabannya ga jelas.

Yang jelas menurut mereka berdua sih baliho tersebut legal yang artinya berizin dan membayar pajak serta diletakan ditempat-tempat yang memang peruntukannya untuk baliho.

Meskipun saya kurang tahu apakah memang disitu letak baliho harus ditempatkan, lantaran bagi saya itu agak merusak pemandangan saja sih.

Tapi ya sudahlah yang penting pemerintah daerah mendapat pemasukan dari pajak baliho, ya jadi semacam simbiosis mutualisma lah.

Tapi jujur saja ini sebuah fenomena menarik, ditengah perkembangan teknologi digital yang semakin merasuki masyarakat Indonesia, "Promosi" manual seperti ini masih dilakukan dalam mengenalkan seseorang.

Bukankah akan lebih efektif jika menggunakan media-media online saja untuk memasarkan sosok-sosok jagoan milik para parpol tersebut

Ini seperti sibuk mempromosikan era 4.0 tapi fotocopy KTP dimasukan sebagai salah satu persyaratan dalam melengkapi administrasi kependudukan.

Ya  Primitif di kala modern itu namanya.

Atau apakah tidak lebih baik jika jagoan-jagoan parpol itu bekerja nyata saja toh sebagian besar dari mereka sekarang tengah menduduki jabatan strategis yang memungkinkan untuk "terlihat bekerja".

Masyarakat mungkin akan lebih bersimpati dengan mereka yang fotonya tertempel dibaliho jika bekerja nyata bagi masyarakat yang kini tengah dalam masa sulit akibat pandemi Covid-19, alih-alih menyemarakan pemandangan kota yang tanpa itu pun sudah terlihat semrawut.

Jika diamati baliho-baliho inilah seolah yang menentukan kelangsungan kepemimpinan Indonesia  dalam beberapa tahun belakangan, mulai dari pemilihan legislatif di daerah tingkat 2 hingga tingkat pusat.

Mulai dari pemilihan kepala dusun hingga pemilihan Presiden selalu dihiasi baliho, the more the merrier.

Lebih banyak baliho lebih meriah... dan kesempatan untuk terpilih semakin besar. Akh mereka pikir rakyat Indonesia ini masih primitif kali yah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun