Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kontroversi TMII dari Awal Pendirian hingga Kini Diambil Alih Pemerintah Jokowi

8 April 2021   10:48 Diperbarui: 8 April 2021   13:13 2682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ini memang penuh cerita, mulai dari kontroversi di awal pembangunannya hingga manfaatnya bagi masyarakat Indonesia.

Menurut buku Sejarah Taman Mini Indonesia Indah yang ditulis oleh Suradi HP, gagasan awal berdirinya TMII murni datang dari Siti Hartinah alias Ibu Tien Soeharto, istri Presiden ke-2 Indonesia Soeharto.

Ide itu muncul setelah ibu Tien berkunjung ke Disneyland di Amerika Serikat dan Thai-in Miniature di Thailand pada tahun 1968.

Dua tempat tersebut memiliki fungsi memamerkan dan mempromosikan kebudayaan, aspek sosial, pendidikan, ekonomi, dan pariwisata di negaranya masing-masing.

Ia berpikir kenapa tidak di Indonesia juga membuat tempat seperti itu, apalagi dalam hal budaya, suku, dan keberagaman Indonesia jauh lebih banyak daripada ke-2 negara tersebut.

Pastinya, jika aneka ragam kebudayaan yang ada di Indonesia ditempatkan dalam bentuk miniatur di sebuah lokasi akan sangat menarik minat masyarakat untuk berwisata sekaligus mengenal kebudayaan Indonesia.

Gagasan itu kemudian ia sampaikan untuk pertama kalinya dalam pertemuan pengurus Yayasan Harapan Kita (YHK) di kediamannya Jalan Cendana nomor 8 Jakarta, pada pertengahan tahun 1970.

First Lady Indonesia itu, membayangkan tempat ini akan menampilkan seluruh rumah adat berikut budaya dan segala pernak-perniknya dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia.

MII juga akan dihiasi dengan danau buatan yang di tengahnya ada ornamen berbentuk kepulauan di wilayah Indonesia.

Di pinggir danau buatan tersebut akan dihiasi dengan berbagai tanaman hias khas Indonesia. Nah gagasan ini saat itu belum dinamakan Taman Mini Indonesia Indah, tetapi Miniatur Indonesia Indah (MII).

Para pengurus YHK mengamini gagasan Tien Soeharto tersebut, mereka mengagumi idenya dan siap mendukung pembangunan proyek MII tersebut.

Mereka kemudian mulai bergerak, pertama mereka menghubungi  Gubernur DKI Jakarta saat itu Ali Sadikin dan mempresentasikan gagasan Tien tentang MII.

Ali Sadikin tertarik dan bersepakat untuk mendukung gagasan ibu negara tersebut, lantaran gagasan milik Tien serupa dengan idenya untuk membuat proyek Bhineka Tunggal Ika yang sempat ia presentasikan di hadapan DPRD DKI Jakarta.

Ali Sadikin kemudian bergerak mencari lahan yang akan digunakan untuk proyek MII tersebut, awalnya ia menawarkan tanah di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, tetapi lahan di daerah itu tak mencukupi untuk MII sesuai gagasan Tien.

Di wilayah itu hanya tersedia lahan sekitar 20 hekatar saja, kemudian Ali beranjak ke daerah Cempaka Putih tetapi tetap saja lahannya kurang luas dan itu tak memuaskan istri penguasa orde baru tersebut.

Akhirnya, Ali Sadikin bergeser lebih ke pinggir Jakarta, di kawasan  Pondok Gede Jakarta Timur. Disitu ada lahan yang cukup luas sekitar 100 hektar lebih untuk bisa dipergunakan membangun proyek MII ini.

Nah, Ibu Tien puas dengan lahan itu, maka ditetapkan lah lahan tersebut sebagai tempat pembangunan MII mulailah disusun proyek MII tersebut.

Namun pembangunan MII, lantas menjadi polemik di tengah masyarakat lantaran proyek itu dianggarkan akan menghabiskan dana hingga Rp.10,5 milyar, angka yang cukup besar masa itu, mungkin bisa di kategorikan sebagai mega proyek saking besarnya.

Sejumlah pihak menentang proyek ini, pembangunan MII dianggap oleh masyarakat yang menentang sebagai pemborosan dan sangat berlawanan dengan anjuran hidup sederhana seperti yang saat itu diusung oleh Soeharto.

"Jangan melakukan pemborosan-pemborosan, karena sebagian besar rakyat masih hidup miskin," kata Soeharto, dikutip Mahasiswa Indonesia, 5 Desember 1971. Seperti yang dilansir Historia.id.

Gerakan menentang pembangunan proyek MII ini dimotori oleh para mahasiswa dan bisa disebut pergolakan pertama pasca Soeharto memegang tampuk kekuasaan di Indonesia.

Tak hanya di Jakarta gerakan-gerakan mahasiswa ini terjadi juga di beberapa kota besar di Indonesia seperti Bandung.

Mereka melakukan demontrasi dan diskusi-diskusi untuk menentang proyek yang mereka sebut sebagai proyek mercu suar ini.

Mereka turun ke jalan, membentangkan spanduk-spanduk yang menentang pembangunan proyek tersebut. 

Kondisi ini terus bergulir dan menguat sehingga Soeharto geram dan menuduh ada dalang dibalik gerakan mahasiswa yang menentang pembangunan MII tersebut.

Soeharto menuduh upaya tersebut merupakan gangguan terhadap stabilitas nasional untuk itu, ia tak segan-segan akan menggebuk siapapun yang menentang pembangunan proyek tersebut.

Dan benar saja, Soeharto kemudian memerintahkan Wakil Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban Letjen Soemitro untuk melarang seluruh aktivitas gerakan anti MII.

Mereka mulai melakukan penangkapan dan menahan pentolan mahasiswa yang jadi penggerak anti MII ini diantaranya aktivis Arief Budiman.

Pemerintah kemudian meminta kepada mereka yang anti MII untuk menyalurkan suara penentangannya itu lewat DPR.

Ya, pastilah para anggota parlemen pun sudah distel oleh penguasa hanya untuk mendengar tapi tetap memberi persetujuan proyek pembangunan MII itu dilaksanakan.

Akhirnya, bagai anjing menggongong kafilah berlalu proyek MII itu dimulai pada pertengahan tahun 1972 dan selesai pada tahun 1975.

Kemudian MII ini diresmikan Soeharto pada 20 April 1975 dengan nama seperti yang kita kenal selama ini Taman Mini Indonesia Indah.

Meskipun memang di awal penuh kontroversi pembangunan TMII ini pada akhirnya banyak memberikan manfaat bagi masyarakat luas, kebudayaan nasional, pendidikan,  dan dunia pariwisata Indonesia.

Pembangunan TMII ini melibatkan semua gubernur di seluruh provinsi di Indonesia, dan berbagai pihak lain terutama untuk urusan biaya pembangunannya.

Pemerintah Provinsi  dibebani 16 persen biaya pembangunan TMII secara urunan. Pihak YHK menanggung 25 persen biaya. Kemudian investor swasta sebesar 45 persen, dan sisanya pihak lain harus menanggung sekitar 14 persen.

Seiring berjalannya waktu, Keluarga Soeharto dalam mengelola TMII seperti mengelola aset milik mereka sendiri. Museum Purna Bhakti yang diantaranya berisi barang-barang cendermata dari para pemimpin dunia saat Soeharto berkuasa ia simpan dan pajang disitu, mereka bangun sebagai sebuah penghormatan untuk Soeharto dan Istri.

Selepas Soeharto tumbang, dan Yayasan-Yayasan tersebut mulai dipersoalkan untuk kemudian diambil alih oleh negara.

TMII merupakan salah satu aset yang pertama diambil oleh negara, selain Rumah Sakit Jantung Harapan Kita dan Rumah Sakit Khusus Kanker Dharmais.

Meskipun khusus TMII pengelolaannya masih dipegang oleh YHK dan anak-anak Soeharto. Tetapi kemampuan pengelolaannya terus menurun, bahkan pada tahun 2018 pengelola TMII sempat kesulitan keuangan.

Mereka disebutkan tak mampu membayar pajak, sehingga Pemerintah Kota Jakarta Timur memasang tiga plang dikawasan TMII  yang menyatakan objek pajak tersebut belum melunasi tagihan pajak.

Padahal pengunjung TMII tak pernah habis dan merupakan lokasi wisata favorit di Jakarta. Jelas ada kesalahan pengelolaan disitu.

Namun.kemudian masalah ini berhasil diatasi juga meskipun konon katanya ada bantuan dari pemerintah.

Ya akhirnya, karena tak menunjukan perbaikan pengelolaan Pemerintah Pusat Lewat Peraturan Presiden nomor 19 tahun 2021, pengelolaan TMII diambil alih Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) dari YHK.

Kemudian pemerintah memberi waktu 3 bulan kepada YHK untuk menyelesaikan proses adminitrasi pengambilalihan tersebut.

Rencananya Pemerintah akan mendelegasikan pengelolaan TMII yang sudah selama 44 tahun dikelola oleh YHK, kepada pihak lain yang dianggap lebih kompeten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun