Mohon tunggu...
Ferry Ardiyanto Kurniawan
Ferry Ardiyanto Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu bebas

Menulis untuk menguji kapasitas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demo Mahasiswa, Problem Sosial dan Pelantikan DPR RI

1 Oktober 2019   20:48 Diperbarui: 1 Oktober 2019   21:10 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekelumit masalah di negeri ini tiba secara akumulatif, entah kebetulan atau memang ada yang merancang. Publik yang mengonsumsi informasi dari media sosial pasti kebingungan dalam menyaring kebenaran suatu berita. Karena fungsi pers saat ini dapat dilakukan oleh siapa saja.

Berbagai narasi, baik dalam bentuk tulisan maupun visual, bertebaran di mana-mana. Mulai dari yang substantif sampai provokatif, sehingga publik awam pasti mengunyah semua informasi tersebut. Tapi jangan khawatir, sekarang filter kebenaran informasi ada di mana-mana. Tak hanya individu itu sendiri, lingkungan pun dapat menjadi filter.

Salah satu contoh filter yang dapat kita percaya adalah seruan para mahasiswa, aktivis atau tokoh publik. Seperti kita lihat akhir-akhir ini, demonstrasi mahasiswa yang sampai berhari-hari seakan membuka mata dan telinga kita akan apa yang terjadi di negeri ini. Publik yang awalnya tak mengetahui kejanggalan dari kebijakan perangkat negara, menjadi melek dan ikut memprotesnya.

Setelah mahasiswa bersuara, semua problem sosial terintip. Hingga akhirnya telanjang di depan mata rakyat Indonesia. Tentu ada yang pro dan kontra, namun jika melihat kuantitas demonstrasi mahasiswa kemarin, dan respon masyarakat, dapat ditebak mana yang lebih banyak.

Mengapa demikian? Karena ini menyangkut hidup orang banyak, menyasar berbagai kalangan tanpa mengenal kasta. Keresahan dan pertanyaan yang sama mampu menyatukan seluruh elemen masyarakat. Contohnya adalah RUU Pertahanan, salah satu pasal berbunyi:

"Setiap orang yang menghalangi petugas dan/atau aparatur penegak hukum yang melaksanakan tugas pada bidang tanah miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf c atau orang suruhannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah),"

Setiap orang yang membaca isi pasal ini pasti menerka-nerka. Mengapa orang yang mempertahankan tanahnya untuk tidak "digusur" malah dipidana? Inilah yang dinamakan pasal karet, dia bermakna fleksibel, dapat menyerang siapa pun dan dicari-cari kesalahannya.

Menurut mahasiswa, pasal-pasal karet ini sangat banyak dalam RUU atau RKUHP yang pada sidang paripurna DPR RI periode 2014-2019 sempat ditunda. Sehingga kemudian persoalan hukum dan politik ini berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Mereka yang akan terkena dampaknya. 

Entah bagaimana kelanjutan episode semrawutnya persoalan politik, hukum, dan sosial di negeri ini setelah anggota DPR RI 2019-2024 dilantik pada Senin (1/10/2019). Apakah formasi parlemen yang baru akan tetap mengesahkan RUU bermasalah atau justru menghentikannya? 

Rakyat hanya bisa berdoa, agar anggota DPR RI 2019-2024 yang katanya diketuai oleh Puan Maharani dari PDIP dapat memberi prestasi yang adil dan bijak untuk rakyat.

Walaupun orang-orang di parlemen sana adalah perwakilan rakyat, dipilih langsung oleh rakyat, tetap saja masyarakat di lapangan yang akan merasakan baik buruknya kebijakan dari pemerintah dan DPR RI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun