Mohon tunggu...
Ferlin Erdina
Ferlin Erdina Mohon Tunggu... Pelajar

Saya merupakan seorang siswi di SMAN 1 Tarik Sidoarjo, saya sedang duduk di bangku kelas 12, saya memiliki hobi melukis dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menyibak Daya Magis Tari Gandrung Banyuwangi

24 Februari 2025   08:36 Diperbarui: 24 Februari 2025   09:35 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                           

                          oleh : Ferlin Erdina Sari        

              Tari tradisional adalah suatu tarian yang berasal dari masyarakat suatu daerah yang sudah turun-temurun dari generasi ke generasi dan telah menjadi budaya yang melekat bagi masyarakat setempat. Tari tradisional dikelompokkan menjadi tiga yaitu tari klasik, tari rakyat atau folklasik, dan tari kreasi baru (Marsino, 2011). Di Indonesia tari tradisional hampir ada di setiap daerah, bahkan beberapa sudah terkenal hingga ke mancanegara. Salah satu tari tradional yang begitu dikenal oleh masyarakat luas terutama masyarakat banyuwangi adalah Tari Gandrung Banyuwangi yang menjadi ikon daerah Banyuwangi. Menurut Mayang (2019) menyatakan bahwa : ”Tari Gandrung merupakan tari tradisional yang khas dari Banyuwangi, Jawa Timur dan telah dipentaskan sejak ratusan tahun yang lalu. Tari Gandrung mulanya berasal dari kebudayaan Suku Osing dan menjadi wujud dari rasa syukur atas hasil panen pertanian”. 

          Tari Gandrung ini mempunyai makna sendiri yaitu ‘digandrungi/disukai’, tari Gandrung ini dalam pementasannya melibatkan ritual-ritual tertentu, sehingga mempunyai nilai-nilai kesakralan. Lalu bagaimana awal mula tarian Gandrung ini tercipta? Jawabnnya adalah Kesenian gandrung dari Banyuwangi muncul bersamaan dengan dibabatnya hutan Tirtagondo atau Tirta Arum untuk membangun ibu kota Balambangan sebagai pengganti dari Pangpang atau Ulu Pangpang atas prakarsa dari bupati pertama Banyuwangi yaitu Mas Alit yang dilantik pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulu Pangpang. Asalnya ada lelaki jejaka yang bernama Marsan yang berdandan seperti wanita, ia berkeliling ke pedalaman menarikan Gandrung dengan imbalan beras. Marsan menari diiringi suara gendang, meski begitu marsan dianggap bukan pencipta tarian gandrung. Menurut Suprapto (2011) memaparkan bahwa :”Tari Gandrung muncul setelah kekalahan yang dialami rakyat Blambangan dalam perang puputan bayu melawan VOC, tari Gandrung menjadi cara untuk menyatukan rakyat Blambangan yang tercerai-berai oleh perang, Mereka yang dalam pelarian lalu kembali pulang”.

           Penari Gandrung laki-laki lambat laun lenyap dan digantikan oleh kemunculan penari wanita. Gandrung perempuan, pertama kali dikenal dalam sejarah adalah gandrung semi, yaitu seorang anak yang masih berusia sepuluh tahun di tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya oleh masyarakat, pada saat itu Semi menderita penyakit parah dan langka. Segala cara telah dilakukan, namun Semi tetap tidak kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi bernama Mak Midhah pun bernazar, “kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing” (Jika kamu sembuh, saya akan jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi). Setelah mengucapkan nazar tersebut, akhirnya Semi sembuh dari penyakitnya dan sesuai dengan nazar sang ibu, mak Semi pun dijadikan sebagai Seblang dan memulai sejarah baru dengan ditarikannya gandrung oleh seorang perempuan untuk yang pertama kalinya. 

          Tari Gandrung Banyuwangi juga menyimpan sisi magis yang sulit dipahami. Bagi masyarakat Osing, Tari Gandrung bukan sekedar hiburan, tetapi juga sebuah ritual sakral yang mengubungkan dunia dengan alam semesta, leluhur, dan kekuatan gaib yang dipercaya menjaga keseimbangan kehidupan. Menurut kepercayaan lokal, setiap penari Gandrung tidak hanya membawa keindahan, tetapi juga energi spiritual yang mengundang daya magis. Menurut Mak Temu (2022) menyatakan bahwa:” Sebelum tampil, para penari menjalani ritual khusus, seperti berpuasa atau melakukan meditasi. Mahkota jejer yang dikenakan penari, misalnya, bukan hanya sekadar aksesori, tetapi memiliki simbol perlindungan dari leluhur”. Salah satu unsur magis yang terkandung dalam Tari Gandrung adalah proses pembuatan kipas dan busana penari. Para seniman yang membuatnya dipercaya harus menjalani ritual khusus, seperti menghindari pantangan tertentu, agar hasil karyanya memancarkan aura positif. Kipas, yang menjadi properti utama, dianggap mampu menyampaikan pesan gaib dari dunia tak kasatmata. Di sisi lain, iringan musik gamelan Gandrung juga memiliki energi spiritual tersendiri. Tabuhan gong, kendang, dan biola yang khas dipercaya mampu memanggil roh leluhur untuk hadir dan memberkati para penari dan pertunjukannya. Tidak jarang, penonton merasakan suasana mistis dan merinding ketika menyaksikan tarian ini, terutama pada malam hari.

           Meski unsur magis ini kerap diselimuti misteri, masyarakat Banyuwangi menjadikan Tari Gandrung sebagai simbol kebersamaan antara manusia, alam, dan dunia gaib. Bagi mereka, keindahan tarian ini tidak hanya hadir di dunia nyata, tetapi juga menyentuh dimensi yang lebih dalam hal ini menjadikan sebuah perpaduan sempurna antara seni, spiritualitas, dan tradisi. Maka tidak heran jika Tari Gandrung bukan hanya kebanggaan masyarakat Banyuwangi, tetapi juga menjadikan daya tarik tersendiri bagi mereka yang ingin merasakan keajaiban seni tradisional Indonesia yang penuh misteri dan pesona.     

            Menurut saya, Melestarikan budaya dan tradisi Indonesia adalah langkah penting untuk menjaga identitas bangsa yang kaya akan keberagaman. Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya yang unik, yang mencerminkan sejarah, nilai-nilai, dan kearifan lokal yang telah diwariskan turun temurun. Salah satu tradisi yang sangat berharga adalah tarian Gandrung Banyuwangi, sebuah warisan budaya yang mencerminkan semangat dan kebanggaan masyarakat Banyuwangi. Tari Gandrung adalah simbol kebanggaan masyarakat Banyuwangi yang kaya akan nilai estetika, cerita rakyat, dan filosofi kehidupan. Tarian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana untuk mengenalkan sejarah dan budaya kepada generasi penerus serta wisatawan. Melestarikan tarian ini berarti menjaga kelangsungan budaya yang ada, sehingga bisa tetap hidup dan dihargai oleh generasi-generasi mendatang. 

            Harapan saya untuk tarian Gandrung di masa mendatang adalah agar tarian ini dapat terus berkembang tanpa kehilangan nilai-nilai tradisional yang terkandung di dalamnya. Penting untuk melibatkan generasi muda dalam proses pelestarian ini, agar mereka dapat lebih memahami dan mengapresiasi budaya mereka sendiri. Selain itu, dengan adanya inovasi dalam penampilannya yang tetap menjaga esensi dan makna dari tarian ini, diharapkan Gandrung bisa lebih dikenal tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di dunia internasional. 

Daftar Pustaka 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun