Mohon tunggu...
Ferdy Wahyu
Ferdy Wahyu Mohon Tunggu... Undergraduate Airlangga University

Undergraduate Program in Radiologic Technology (D4) at Airlangga University

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pemeriksaan Ekstremitas Bawah Pada Kasus Dengan Indikasi Klinis Fraktur Pedis

2 Juni 2025   23:45 Diperbarui: 2 Juni 2025   23:45 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Fraktur Metatarsal 5 (Sumber: lifootcare.com)

Fraktur adalah kondisi dimana tulang mengalami pemutusan, retakan, atau patah akibat trauma atau tekanan fisik yang melebihi batas ketahanannya (Brunner & Suddarth, 2015). Fraktur merupakan salah satu cedera muskuloskeletal yang sering dijumpai di fasilitas pelayanan kesehatan, baik akibat trauma langsung maupun tidak langsung. Salah satu jenis fraktur yang penting untuk diperhatikan. adalah fraktur pedis atau fraktur pada tulang-tulang kaki. Di Papua, proporsi kecelakaan lalu lintas bahkan mencapai 64,2%, dengan kecelakaan sepeda motor menjadi penyebab dominan sebesar 72,7% (Riskesdas, 2018). Oleh karena itu, diagnosis dini dan tepat melalui pemeriksaan ekstremitas bawah menjadi hal yang sangat penting untuk menentukan penatalaksanaan yang optimal.

Pemeriksaan ekstremitas bawah pada kasus dengan indikasi fraktur pedis melibatkan serangkaian prosedur penilaian klinis yang sistematis, mulai dari inspeksi, palpasi, pemeriksaan fungsi motorik dan sensorik, hingga pemeriksaan penunjang seperti radiografi. Tanda-tanda klinis seperti nyeri hebat, deformitas, bergkak, perubahan warna kulit, serta keterbatasan gerak aktif dan pasif harus dicermati secara teliti. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan lokasi, tipe, serta derajat keparahan cedera, sehingga dapat menentukan tindakan medis vang sesuai. Berdasarkan perkembangan ilmu kedokteran, manajemen nyeri farmakologis seperti pemberian opioid, opioid dan analgesic menjadi prioritas. Diantaranya ketorolac bekerja sebagai analgesik dan anti radang. namun penggunaan ketorolak mempunyai beberapa resiko dan efek samping yang serius seperti gangguan pencernaan, perdarahan saluran cerma, gangguan fungsi ginjal, dan sakit kepala (Handayani et al., 2019).

Secara anatomi, ekstremitas bawah terdiri dari beberapa struktur penting seperti tulang-tulang metatarsal, falang, talus, dan kalkaneus yang memiliki peran vital dalam fungsi tumpuan berat badan dan pergerakan tubuh. Cedera pada area ini tidak hanya menimbulkan keluhan lokal, tetapi juga dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari secara keseluruhan. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap anatomi dan mekanisme cedera sangat membantu dalam menentukan titik-titik prioritas melakukan pemeriksaan, termasuk mendeteksi adanya fraktur tersembunyi yang mungkin luput dari perhatian awal.

Prosedur pemeriksaan ekstremitas bawah yang sistematis dapat membantu dalam penegakan diagnosis fraktur pedis secara dini dan akurat

Pemeriksaan ekstremitas bawah secara sistematis memiliki peran penting dalam penegakan diagnosis fraktur pedis, khususnya untuk memastikan adanya cedera pada struktur tulang kaki akibat trauma. Pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan dan menyeluruh, dimulai dar anamnesis, inspeksi, palpasi, pemeriksaan. fungsi motorik dan sensorik, hingga pemeriksaan penunjang seperti radiografi. Dengan tahapan yang sistematis, kemungkinan terlewatnya tanda-tanda fraktur dapat diminimalisir, sehingga diagnosis dapat ditegakkan lebih dini dan akurat.

Langkah awal pemeriksaan adalah anamnesis, yaitu penggalian informasi terkait mekanisme cedera, lokasi nyeri, waktu kejadian, serta riwayat irauma sebelumnya. Mekanisme trauma, seperti jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas, dapat memberikan petunjuk terhadap area tulang kaki yang berpotensi mengalami fraktur. Selain itu, keluhan subjektif seperti nyeri hebat saat menapak, bengkak, atau deformitas juga menjadi indikasi penting untuk melanjutkan pemeriksaan fisik lebih lanjut.

Selanjutnya, inspeksi dilakukan untuk menilai adanya perubahan bentuk kaki, bengkak, hematom, luka terbuka, atau perubahan warna kulit di areal ekstremitas bawah. Kehadiran deformitas atau pembengkakan lokal dapat menjadi indikasi fraktur. Setelah itu, pemeriksa melakukan palpasi untuk menentukan titik nyeri tekan maksimal, adanya krepitasi tulang, serta stabilitas struktur tulang Palpasi dilakukan secara hati-hati, dimulai dari area yang jauh dari lokasi nyeri menuju area yang dicurigai mengalami fraktur.

Tahap berikutnya adalah pemeriksaan fungsi motorik dan sensorik. Pemeriksa menilai kemampuan pergerakan sendi pergelangan kaki, jari-jari kaki, serta refleks otot. Selain itu, pemeriksaan sensorik penting dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan fungsi saraf akibat fraktur, seperti parestesi atau hilangnya sensasi. Pemeriksaan sirkulasi perifer juga diperiksa dengan menilai nadi dorsalis pedis dan tibialis posterior untuk memastikan aliran darah tetap baik.

Untuk meningkatkan ketepatan diagnosis, pemeriksaan klinis dapat didukung dengan penerapan pedoman seperti Ottawa Ankle Rules, yaitu panduan klinis yang menentukan indikasi pemeriksaan radiologi berdasarkan adanya nyeri tekan pada titik-titik anatomi tertentu dan ketidakmampuan menapak. Jika sesuai kriteria, pasien harus segera dilakukan pemeriksaan radiografi untuk memastikan adanya fraktur, menilai lokasi, tipe fraktur, serta menentukan tindakan modis yang tepat

Peran Pemeriksaan Fisik dalam Menentukan Derajat Keparahan dan Lokasi

Fraktur Pedis

Pemeriksaan fisik merupakan langkah awal yang sangat penting dalam. penegakan diagnosis fraktur pedis sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang. Melalui pemeriksaan fisik yang cermat, tenaga medis dapat menilai adanya kelainan anatomi, derajat keparahan cedera, serta perkiraan lokasi fraktur berdasarkan temuan klinis. Perneriksaan diawali dengan anamnesis terkait mekanisme trauma, lokasi nyeri, dan gejala yang dirasakan pasien. Mekanisme cedera seperti trauma tumpul, jatuh dari ketinggian, atau benturan langsung terhadap kaki memberikan petunjuk awal tentang kemungkinan fraktur.

Secara klinis, pemeriksaan ekstremitas bawah, khususnya pada area pedis, mencakup observasi terhadap deformitas, perubahan warna kulit, edema, dan adanya luka terbuka. Deformitas yang nyata seringkali menunjukkan dislokasi atau fraktur multipel. Edema dan hematom di sekitar kaki dapat menjadi indikator lokasi fraktur, sedangkan perubahan warna kulit bisa menandakan gangguan vaskular akibat fraktur. Selain itu, pemeriksaan palpasi dilakukan untuk menemukan titik nyeri tekan maksimal yang menjadi panduan utama dalam menentukan area yang mengalami cedera tulang.

Penilaian derajat keparahan fraktur dapat dilakukan dengan melihat. kestabilan tulang saat digerakkan secara pasif, adanya krepitasi, serta respon nyeri. Fraktur tertutup ringan biasanya menunjukkan nyeri tekan lokal dan sedikit pembengkakan, sedangkan fraktur berat atau terbuka ditandai dengan deformitas ekstrem, luka, dan potongan tulang yang menonjol. Uji gerak aktif dan pasif dilakukan secara hati-hati untuk menilai keterbatasan gerak akibat fraktur.

Selain itu, pemeriksaan neurovaskular wajib dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan komplikasi seperti kerusakan saraf dan pembuluh darah di sekitar area fraktur. Pemeriksaan ini meliputi pengecekan denyut nadi dorsalis pedis dan tibialis posterior, serta pemeriksaan sensorik dan motorik jari-jari kaki. Hasil dari pemeriksaan fisik ini akan menjadi dasar penting dalam menentukan prioritas tindakan medis serta jenis pemeriksaan penunjang seperti foto radiologi untuk memastikan diagnosis dan rencana tatalaksana lebih lanjut. Dengan demikian, pemeriksaan fisik memiliki peran esensial tidak hanya dalam memperkirakan lokasi fraktur podis tetapi juga dalam menentukan derajat keparahan cedera, risiko komplikasi, serta menentukan apakah pasien memerlukan penanganan segera atau bisa ditangani konservatif

Selain pemeriksaan nyeri tekan dan deformitas, pemeriksaan fungsi sendi di sekitar lokasi cedera juga penting dilakukan. Pada fraktur pedis, sendi yang perlu diperiksa antara lain sendi talocrural (pergelangan kaki) dan sendi metatarsophalangeal (jari-jari kaki). Pemeriksaan dilakukan dengan menggerakkan sendi secara pasif maupun aktif dan mengamati adanya keterbatasan atau nyeri saat pergerakan. Jika pergerakan sendi menimbulkan nyeri hebat atau tidak mungkin. dilakukan karena deformitas, maka hal ini mengindikasikan kemungkinan fraktur atau dislokasi di arca tersebut. Pemeriksaan ini turut membantu menentukan apakah fraktur bersifat intra-artikular (mengenai sendi) atau ekstra-artikular, yang berpengaruh terhadap rencana tatalaksana.

Selanjutnya, pemeriksaan vaskularisasi ekstremitas bawah harus dilakukan secara teliti pada kasus fraktur pedis untuk menilai kelancaran aliran darah ke distal kaki. Pemeriksaan ini melihatkan palpasi denyut nadi dorsalis pedis dan tibialis posterior. Denyut nadi yang lemah atau tidak teraba dapat mengindikasikan adanya kompresi pembuluh darah akibat hematom, edema, atau potongan tulang. Selain palpasi nadi, pemeriksaan kapiler refill time (CRT) juga dilakukan dengan menekan ujung kuku jari kaki selama beberapa detik dan melepasnya, kemudian memperhatikan waktu kembalinya warna merah muda. CRT lebih dari 2 detik menunjukkan kemungkinan gangguan sirkulasi. Pemeriksaan ini penting untuk mengantisipasi komplikasi iskemia ekstremitas yang dapat terjadi pada fraktur berat.

Selain aspek vaskular, pemeriksaan status neurologis pada kaki yang mengalami cedera juga tidak boleh diabaikan. Cedera tulang dapat menyebabkan tekanan atau kerusakan langsung pada saraf di sekitarnya. Pemeriksaan neurologis mencakup penilaian sensasi raba, nyeri, dan suhu di kulit kaki serta kemampuan pergerakan jari-jari kaki. Kehilangan sensasi atau kelemahan motorik dapat menjadi indikasi adanya komplikasi neurologis. Pemeriksaan ini harus dilakukan secura sistematis, dimulai dari bagian proksimal ke distal, serta dibandingkan dengan sisi kaki yang sehat sebagai kontrol.

Keseluruhan hasil pemeriksaan fisik yang terstruktur dan sistematis ini, sangat berperan dalam menentukan prioritas penanganan pasien serta perencanaan.

pemeriksaan penunjang lanjutan seperti foto rontgen atau CT scan. Pemeriksaan radiologi tetap diperlukan untuk konfirmasi diagnosis, namun data dari pemeriksaan fisik dapat membantu mempercepat pengambilan keputusan klinis, khususnya dalam situasi darurat. Selain itu, pemeriksaan fisik dapat membantu. memprediksi kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi, seperti compartment syndrome atau gangguan neurovaskular, sehingga tatalaksana yang tepat dapat segera diberikan untuk mencegah kecacatan permanen.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun