Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Mahfud MD, Ketika Urusan Ekonomi Diurai dengan Kacamata Hukum

23 Desember 2023   08:26 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:46 1248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menyampaikan gagasannya saat debat calon wakil presiden Pemilu 2024 di JCC, Jakarta, Jumat (22/12/2023). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay via kompas.com)

Menyimak debat tadi malam saya merasa bahwa Mahfud MD memang menjelaskan semuanya tidak jauh-jauh dari teorinya secara hukum. Sekalipun beliau mungkin akan paham mengenai isu ekonomi baik makro maupun mikro, namanya juga Kabinet. 

Kalau Prof Mahfud tidak ikut rapat di Kantor Wapres, dimana sebenarnya posisi Menko Polhukam juga merupakan sosok pengarah disamping Ketua Pengarah terhadap TPIP atau Tim Pengendali Inflasi Pusat.

Pastinya data-data ekonomi akan menjadi makanan sehari-hari yang akan menjadi pengamatan seorang Mahfud MD, belum lagi di Kantor Presiden urusan dengan Investasi soal Ratas tentang ini dimana tidak hanya bersama Menkomarves atau Menko Perekonomian saja, melainkan ada Menko Polhukam yang membuktikan bahwa urusan ekonomi juga harus diurai dengan sistemik.

Ini soal kepastiannya yaitu kemudahan berusaha dan jaminan bahwa tidak akan terganggu. Memang, banyak yang memikirkan bahwa Mahfud akan cenderung lari malah bahas hukum. 

Padahal, sebenarnya Mahfud (dalam konsep obyektif saya) menegaskan bahwa semua konsistensi akan sia-sia jika 'dalaman'nya tidak ditertibkan. Apa? Hukumnya juga, aturan mainnya juga yang mana masih banyak celah untuk korupsi.

Pengantar Mahfud MD selama 4 menit sepertinya kalau menurut pengamatan saya terkesan akan membahas atau menyinggung soal narasi Muhaimin Iskandar yang belum lama kampanye di Kabupaten Bekasi.

Beliau mengatakan bahwa yang terjadi di Kabupaten Bekasi ketika investasi tumbuh banyak ditandai munculnya banyak mall, namun banyak masyarakat Kabupaten Bekasi dompetnya tipis sehingga tidak bisa bela beli. 

Sebenarnya ini masalah sangat struktural sekali, bukan karena miskin. Sebenarnya konteks di Kabupaten Bekasi, yang notabene kawasan industri, masyarakat tidak mungkin tidak punya kerjaan dan tidak mungkin gajinya kecil toh Kabupaten ini UMR terbesar se Indonesia Raya. 

Ternyata ada inefisiensi, ada celah ketimpangan dimana sebenarnya roda ekonomi itu bocor. Karena apa? Korupsi. Mahfud menjelaskan bahwa dari darat, laut dan udara, kemudian dari sektor kecil dan besar ada korupsi. Proses awal hingga akhir ada Korupsi. 

Jika semua aturan main sudah diset memberi celah korupsi, dalam hal ini cost yang tidak perlu dan larinya ke ICOR pula. 

Ini tidak akan tuntas, spesifiknya seperti oknum penegak hukum, pelayanan publik atau Ormas yang suka buat onar. Bayangkan saja, sekalipun masyarakat bergaji mapan, daya beli mereka berkurang karena ada 'kutipan'.

Kemudian mau masuk kerja ada 'kutipan', mau buka lapak or usaha ada 'kutipan' kemudian mau belanja pun atau keluar duit sekali lagi ada 'kutipan'. Jadi bagaimana uang bisa berputar maksimal jika ada potongan yang inefisien dan ini akarnya Korupsi.

Memang to be fair, mungkin Mahfud MD juga lemah dalam memaparkan karena dia lebih pada tanggungjawab sebagai akademisi, sebagai dosen dimana terlalu muluk-muluk dan memang teoritis juga. 

Ada sisi dia menjawab pertanyaan panelis dengan sistemik tapi memang membuka cakrawala, meskipun pastinya akan banyak memakan waktu sekali. 

Makanya pada saat sesi tanggapan dia lebih banyak bertanya daripada berpandangan. Semisal soal ekonomi digital, yang rawan disalahkan. 

Memang seharusnya soal ini akan banyak narasi-narasi yang maju kedepan seperti peningkatan literasinya sampai teknologinya tapi Mahfud seakan membuka pandangan bahwa yang sudah ada saja masih belum selesai, ternyata perkara aturan main seperti Pinjol. 

Pinjol yang tidak bisa ditegakkan dan ditertibkan karena algoritma dan ini masalah perdata sehingga tidak maksimal, disamping Muhaimin menjawab soal literasi keuangan dan digitalisasi di kalangan anak muda.

Gibran menjelaskan Solo Technopark sudah ada sekolah atau kursus Cybersecurity. Mahfud akhirnya menanggapi bahwa semuanya sudah dipikirkan dan dikolaborasi saat dia Menko Polhukam sekarang ini.

Tapi memang Mahfud juga akan terlalu lemah terhadap istilah baru, semisal CCS atau Carbon Capture Storage yang sebenarnya berorientasi pada emisi karbon yang harus ditangkap dan diserap.

Hanya saja bukan dalam konteks membela sebenarnya sama halnya ketika Gibran menanyakan kepada Muhaimin soal SGIE atau State Global Islamic Economy atau Indikator Ekonomi Syariah dimana sebenarnya ini akan jadi portofolio seorang Wapres karena dia juga adalah Pengarah di KNEKS (Komite Nasional Ekonomi Keuangan Syariah). 

Sebenarnya soal CCS sendiri Mahfud vs Gibran ada miskomunikasi, maka jawabannya akan berbeda. Kalo Soal SGIE, begitu ada sesi klarifikasi dan penjelasan mudah.

Muhaimin bisa menjawab pragmatis solusi-solusi mengenai menaikkan ekonomi syariah, semisal pariwisata, produk, dan juga sertifikasi yang diurai soal Halal Based. Kalau yang antara Mahfud.

Mungkin Gibran memantik dulu bahwa Mahfud sebagai ahli hukum lalu bertanya bagaimana membuat regulasi CCS, ya wajar akan dijawab Mahfud itu prosedural hukum dimana ada proses Naskah Akademik, ada dialog dan diskusi dengan kepakaran bahkan lanjut A-Z sampai aturan jadi dan bisa dievaluasi, benar-benar teori hukum sekali. 

Bahkan larinya pada SIPD. Andaikata, Gibran menanyakan dengan kalimat spesifik teknis soal tanggapan tentang isu CCS dan bagaimana aturan main. 

Tentunya, Mahfud akan menjawab substansi terkait CCS atau Carbon yang diketahui, bukan di proseduralnya. Jadi ada yang bersayap disitu.

Tapi begitu Mahfud MD bertanya kepada Gibran, seketika disitulah sedikit banyak ada blank. Gibran malah nanggapi balik tahu beda rasio sama penerimaan tidak sama dia malah nyinggung Gibran yang akan lebur DJP sama BC jadi Badan setingkat Kementerian dibawah Presiden supaya fokus di pemasukan satu pintu. 

Padahal Mahfud MD sudah jelaskan bahwa ada sisi yang tidak rasional dimana tax ratio terhadap PDB 23 persen berarti jika PDB Indonesia 18.000 Triliun maka harus lebih dari 4000 T dulu pajaknya sementara sekarang saja 2000 T saja tidak sampai. 

Mahfud menjelaskan jika dengan situasi eksisting (berarti kan Mahfud juga tidak buta soal isu fiskal seperti ini) yaitu kondisi perpajakan yang sama mulai aturan main, rate sampai basis pajak maka pertumbuhan ekonomi musti 11 persen sementara kini sekitar 5 persen. 

Bahkan sekalipun ekonomi tumbuh 7 persen tidak akan tercapai. Berat, bahkan menyinggung di negara maju juga bahwa jika pertumbuhan ekonomi dengan tax ratio yang jauh itu, bukan tidak mungkin rate juga dinaikan tidak hanya soal tambah basis. 

Gibran akhirnya pakai analogi kebun binatang. Ya memang benar nambah basis itu, tapi jika tidak salah pernah ada kajian sekalipun ada penambahan basis hanya menambah 4-5 persen dari tax ratio sekarang, berarti baru 15 persen. 

Jika 23 persen, maka ada kenaikan rate dan itu hampir di setiap model pajak, sekalipun NPWP sudah nyatu dengan NIK kemudian ada CTAS atau Core Tax System yang automatic filling dan tinggal klarifikasi saja. Nyatanya kan tidak semudah itu, kalau lari ke rasio. Jadi bersayap lagi

Berarti pada dasarnya bukan berarti Mahfud tidak mafhum soal ekonomi namun memang beliau masih terlalu sistemik sama hukum uraian kacamatanya plus memang beliau adalah akademisi dimana banyak bertanya tapi disisi lain soal data dia juga tidak buta sekali. Bahkan bisa memahami.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun