Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Penebalan" PPKM Mikro: Solusi di Tengah Sinkronisasi dan Inkonsistensi di Tengah Lonjakan Tak Pasti

24 Juni 2021   14:41 Diperbarui: 24 Juni 2021   14:48 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

7. Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan utamanya Puskesmas sebagai garda terdepan hingga komunitas RT-RW

8. Suplai yang dipasok dengan merata dan tinggi baik APD standar, kemudian insentif atas jasa mereka hingga penunjang seperti ketersediaan bed, oksigen, obat-obatan, tes, dan RS

9. Jaminan perlindungan sosial dan santunan kematian bagi mereka yang gugur (Nakes)

10. Komunikasi kebijakan yang konsisten lewat media dan melibatkan berbagai tokoh demi mendapatkan standar maksimal dalam urusan epidemologi

Lalu, apakah yang menjadi jawaban Pemerintah?

Menjawab semua masukan yang ada, Pemerintah mengklaim bahwa PPKM Mikro masih sangat efektif guna menekan penyebaran kasus yang secara sporadic sudah menyebar hingga komunitas terkecil. Hal ini disampaikan melalui pernyataan resmi Ketua KPC-PEN selaku Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto setelah rapat bersama Presiden dan jajaran kabinet. Untuk melakukan Penebalan PPKM Mikro (Diperketat) untuk 2 minggu kedepan terutama menyikapi lonjakan zona merah di Indonesia.

Mereka mengklaim bahwa lonjakan memang ada dan mereka merasa bahwa perlu ada perhatian khusus untuk itu meskipun yang mereka lakukan terkendali. PPKM Mikro sendiri diharapkan mampu menyelesaikan semua kasus pengendalian pandemic yang mana hal ini mengkhawatirkan ditengah Pemulihan Ekonomi namun tidak bisa mematikan ekonomi karena keduanya sangat penting.

Formulasinya hanya lebih pada esensi pembatasan sosial bukan perkara tertingginya. Hal serupa dikatakan oleh Presiden RI, Joko Widodo dalam pidato kenegaraan resmi menanggapi situasi seperti ini. Poin pentingnya semua masih tetap berjalan, tidak bisa ekonomi mati apalagi untuk masyarakat kecil namun jikalau tidak ada kepentingan maka jangan keluar rumah. Kembali lagi bahwa Lockdown dan PPKM Mikro jangan dipertentangkan, toh PPKM Mikro juga melakukan Karantina walau sebatas RT-RW atau Kelurahan yang mengalami lonjakan utamanya karena varian baru dari India (B117 atau bahasa terkininya Varian Delta).

Fokusnya juga demi memudahkan vaksinasi agar lebih masif maka jangan sampai mobilitas benar-benar terganggu jikalau Lockdown andaikan terjadi tentu malah menghambat, disisi lain kita juga memahami kondisi Ekonomi yang sulit bahkan semua sudah terlambat jadi tidak bisa benar-benar rem darurat bahkan seperti negara lainnya India dan Malaysia. Makanya yang saya pahami bahwa terkesan Negara masih memastikan bahwa Pemulihan Ekonomi tidak boleh terganggu walau protokol kesehatan ketat dan ada pembatasan baik kapasitas maupun operasional. Tinggal pada konsistensinya saja, dan inilah yang perlu menjadi peran efektif. Tentu ada pro dan kontra terhadap semua kebijakan dan semua diambil sebuah jalan tengah yang sesuai akhirnya PPKM Mikro sendiri diperketat di zona merah. Kurang lebih aturannya seperti ini : misalkan saja WFH yang diperketat menjadi 75 persen, kemudian Restoran/Tempat Makan/Caf yang menjadi 25 persen kapasitas hingga pukul 20.00 WIB selanjutnya bisa takeaway/Delivery. Kemudian Penutupan Tempat Publik seperti Pariwisata, Bioskop, Hiburan Malam, Pusat Kebugaran. Lalu, Pertemuan juga ditutup dan dibatasi untuk pernikahan 25 persen. Sekolah Tatap Muka pun juga walau ujicoba menjadi Daring, dan Rumah Ibadah akhirnya ditutup.

Pengetatan ini menjadi sangatlah tersentralisasi di semua Provinsi tanpa terkecuali di Jakarta yang demikian banyak yang meminta untuk mereka lebih Rem Darurat baik PSBB seperti April-Juni 2020, maupun Lockdown sebagai opsi terakhir begitu juga di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta dan Jawa Timur. Rem Darurat memang telah menjadi opsi pertimbangan di masing-masing wilayah bahkan kembali bukan inisiatif Pemda melainkan Pusat yang bersinergi. Hanya yang sangatlah disayangkan bahwa pernyataan berbagai Provinsi seperti sempat Gubernur DIY, Sri Sultan HB X ingin mengancam Lockdown jikalau PPKM Mikro tak efektif, belum lagi DKI yang siap rem Darurat dibawah Gubernur Anies Baswedan bisa saja Lockdown atau Karantina Wilayah. Namun apakah yang terjadi? Semua hanya terkesan gimmick saja, sekedar ancaman namun tidak dibarengi dengan kenyataan di lapangan bukan soal pola koordinasi dengan Pusat dimana Pusat terkesan menghambat namun faktor yang lebih realistis seperti Keuangan/Anggaran yang hampir semua Provinsi utamanya di pulau Jawa akui jauh dari harapan alias tidak kuat. Jadi mau tidak mau, mereka hanya sebatas pengetatan terhadap status yang sudah ada. Jikalau PPKM Mikro diperketat berarti Mikro Lockdown di RT-RW yang ditegaskan baik Posko, maupun Logistik dan juga Penanganan dan Penindakan tanpa menghambat ekonomi karena semua butuh keseimbangan.

Namun apa yang tidak sinkron dan tidak inkonsisten?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun