Dengan menarik dana Rp 200 triliun dari BI dan menyalurkannya ke sektor produktif, pemerintah berharap “mengalirkan darah segar” ke mesin ekonomi.
Namun penyaluran efektif dan kecepatan reaksi sektor riil menjadi kunci. Jika dana itu “mandek” di lembaga keuangan atau tertahan regulasi, efeknya akan tertahan pula.
3. Kondisi eksternal: resiko & peluang global
Kondisi global juga sangat berpengaruh:
- Permintaan ekspor global bisa melemah bila ekonomi konsumsi negara utama (AS, Tiongkok, Uni Eropa) melambat.
- Harga komoditas bisa menjadi variabel yang menguntungkan jika naik, karena Indonesia sebagai negara penghasil komoditas (minyak, batu bara, CPO, mineral) akan menerima “bonus” ekspor.
- Aliran modal asing: masuknya investor ke pasar modal atau surat utang akan membantu likuiditas dan kepercayaan pasar keuangan, namun keluarnya modal darurat (capital outflow) bisa memperlemah rupiah dan menaikkan suku bunga dalam negeri. Purbaya menyebut harapan bahwa aliran modal asing ke pasar domestik akan membaik.
Suku bunga global dan kebijakan moneter negara maju (The Fed AS, ECB, dan lain) mempengaruhi suku bunga obligasi dan kredit di Indonesia. Bila suku bunga global naik, tekanan biaya pinjaman bisa meningkat.
Instrumen Kebijakan & Arah Strategis Purbaya
Agar target 6% Q4 dapat dikejar (atau mendekati), Purbaya harus menggerakkan instrumen kebijakan secara terkoordinasi dan cepat. Berikut langkah-langkah utama yang bisa dan sedang ia tempuh:
1. Penarikan likuiditas dari BI dan penyaluran ke bank & sektor riil
Penarikan dana sebesar Rp 200 triliun dari BI ke bank negara (HIMBARA) atau lembaga keuangan produktif merupakan langkah berisiko tinggi tetapi berpotensi mendorong pertumbuhan jika disalurkan cepat.
Purbaya juga mempertimbangkan pemindahan sebagian dana dari simpanan pemerintah di BI ke bank daerah regional agar penyalurannya lebih cepat ke sektor lokal.
Kendala utama: seberapa cepat bank bisa menyalurkan kredit ke sektor produktif; regulasi KUR, persyaratan jaminan, dan tingkat suku bunga akan menjadi hambatan teknis – jika terlampau kencang deregulasi, risiko penyalahan dana atau kredit macet meningkat.