Ramadan bukan hanya bulan ibadah, tetapi juga momentum untuk introspeksi dan perbaikan diri, termasuk dalam cara kita mengelola lingkungan. Islam mengajarkan keseimbangan dalam kehidupan, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-A'raf [7:31]:
> "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap [memasuki] masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan."
Ayat ini mengajarkan moderasi dan pengendalian diri, yang sejalan dengan konsep diet sampah, prinsip hidup yang menekankan pengurangan limbah melalui konsumsi bijak dan keberlanjutan.
Dalam konteks Ramadan, pola konsumsi masyarakat sering kali berubah menjadi lebih boros. Konsumsi berlebihan, terutama makanan dan kemasan plastik sekali pakai, berkontribusi pada meningkatnya jumlah sampah. Oleh karena itu, diet sampah yang berbasis ajaran Islam bisa menjadi solusi untuk menjalani Ramadan yang lebih bermakna dan ramah lingkungan.
Diet Sampah dan Prinsip Islam: Landasan Al-Qur'an dan Hadits
1. Keseimbangan dalam Konsumsi dan Larangan Pemborosan
Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu harus digunakan dengan bijak. Allah berfirman dalam QS. Al-Isra' [17:26-27]:
> "Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan [hartamu] secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."
Pemborosan, termasuk dalam makanan dan penggunaan barang sekali pakai, berakibat buruk bagi lingkungan dan bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Ramadan, pemborosan ini sering terjadi dalam bentuk makanan yang terbuang setelah berbuka dan sahur karena memasak atau membeli terlalu banyak, serta penggunaan plastik dan styrofoam sekali pakai dalam penyajian makanan berbuka di masjid atau acara sosial.
Solusinya adalah dengan menerapkan diet sampah sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
2. Kewajiban Manusia sebagai Khalifah di Bumi