Mohon tunggu...
H Febriyanto Chrestiatmojo
H Febriyanto Chrestiatmojo Mohon Tunggu... Penulis

Menyajikan artikel berisi tips-tips yang relevan dengan isu dan tema pilihan saat itu—dengan gaya reflektif, aplikatif, dan mengundang dialog.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Rahasia yang Terungkap Saat Makan Malam Keluarga di Hari Minggu

2 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 2 Agustus 2025   06:44 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi banyak remaja, makan malam keluarga mungkin terasa seperti rutinitas yang membosankan. Duduk bersama, menyantap masakan ibu, dan mendengarkan dentingan sendok garpu yang lebih nyaring daripada obrolan. Begitu pula yang dirasakan oleh seorang remaja yang menganggap waktu makan malam sebagai momen yang dingin dan penuh jarak, terutama karena sikap ayahnya yang selalu diam dan nyaris tak pernah menatap siapa pun.

Namun, sebuah malam yang tak terduga mengubah segalanya. Malam itu, ibu menyajikan ayam goreng kari kremes—menu favorit sang ayah. Aroma rempah yang memenuhi ruang makan seolah membawa kehangatan baru. Ayah duduk lebih awal dari biasanya, dan untuk pertama kalinya, ia menatap anaknya lama. Bukan dengan amarah, melainkan dengan sorot mata yang lelah dan penuh cerita.

Keheningan itu akhirnya pecah ketika sang anak memberanikan diri bertanya, “Ayah, kenapa selalu diam saat makan malam?”

Pertanyaan sederhana itu membuka pintu menuju masa lalu yang selama ini terkunci rapat.

Luka yang Tertinggal di Meja Makan

Ayah mulai bercerita. Ia tumbuh dalam keluarga yang keras, di mana makan malam bukanlah waktu untuk berkumpul dan berbagi, melainkan saat ayahnya meluapkan amarah dan ibunya menangis diam-diam. Meja makan menjadi medan perang emosional, bukan tempat kehangatan. “Setiap kali kita duduk bersama, aku harus melawan bayangan masa lalu,” katanya pelan.

Cerita itu mengejutkan semua orang di meja. Sosok ayah yang selama ini tampak kuat dan tak tersentuh, ternyata menyimpan luka yang dalam. Ibu menggenggam tangannya dan berkata, “Kita bisa ubah itu, Yah. Meja makan kita bukan tempat luka, tapi tempat sembuh.”

Ayah mengangguk, meski dengan ragu. “Aku ingin belajar bicara. Tapi aku takut.”

Sang anak menjawab dengan lembut, “Kalau Ayah bicara, kami akan dengarkan. Bahkan kalau Ayah hanya bilang satu kalimat.”

Transformasi Meja Makan: Dari Sunyi ke Simfoni Kehangatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun